Membentuk Kelompok Bermain Di Rumah

By nova.id, Sabtu, 2 Juli 2011 | 23:54 WIB
Membentuk Kelompok Bermain Di Rumah (nova.id)

* Perhatikan keamanan agar tak ada benda atau sesuatu yang dapat membahayakan anak kala bermain. Misal, dinding yang kasar, lantai pecah, atau pagar/pembatas halaman dengan jalan yang mudah dilalui anak.

* Batasi tempat eksplorasi, baik indoor maupun outdoor, hingga tiap pergerakan anak dapat diawasi.

FASILITAS BERMAIN

Bisa menggunakan mainan-mainan yang sudah ada. Namun pilih alat-alat dan media permainan yang bisa menunjang dan mendukung tumbuh kembang anak, baik dari segi motorik, afeksi dan kognitif. Alat permainan untuk melatih motorik, misal: bola, permainan menyusun balok, sepeda roda tiga, atau puzzle; untuk mendukung kognitif: boneka tangan, menara yang bisa dibongkar pasang dari kayu atau plastik; sedangkan alat permainan untuk menumbuhkan afeksi, seperti peralatan masak-masakan atau dokter-dokteran. Jangan lupa sertai dengan bimbingan-bimbingan seperti memberikan contoh pada anak untuk mau berbagi, misal, "Sayang, kasih pinjam Tina penggorengannya, ya? Kasihan, punya Tina sudah rusak. Adek sudah selesai masaknya, kan?"

Toh, tak semuanya harus berupa mainan, lo. Bentuk kegiatan yang ada juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana permainan yang berguna. Contoh, kala anak usai bermain, ajak mereka membereskan mainan dengan mengelompokkan, seperti bola dengan bola, puzzle dengan puzzle, dan balok dengan balok. Secara tak langsung dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya.

TETAPKAN PERATURAN

Anak batita, khususnya usia 2-3 tahun, sudah bisa dikenalkan dengan aturan-aturan. Jadi, tetapkan beberapa peraturan. Misal, tak boleh mengambil milik teman. Nah, bila si kecil hendak mengambil gelas milik temannya ketika hendak minum, katakan, "Sayang, gelas Adek yang ini. Yang warna merah ini punya Adi." Peraturan lain yang biasa ditetapkan adalah sehabis bermain harus menyimpan semua mainan kembali ke tempat semula.

KELOMPOKKAN USIA

Pengelompokan usia diperlukan karena walaupun sama-sama batita, tapi anak usia 1 tahun punya ciri khas berbeda dengan anak usia 2 atau 3 tahun. Misal, anak 1 tahun masih suka mengompol dan banyak tidur ketimbang bermain; pola bermainnya cenderung sendiri-sendiri; dan kemampuan motorik kasarnya belum sempurna, contoh, berjalan belum lancar atau kontrol anggota tubuhnya belum begitu baik. Selain itu, mereka belum dapat diberi peraturan dan belum memahami konsep kepemilikan. Sedangkan anak usia 2-3 tahun sangat aktif bergerak, seperti berlari, meloncat, dan lainnya. Mereka pun mulai bisa dikenalkan konsep kepemilikan.

Jadi, kelompokan mereka sesuai usia agar mereka dapat lebih ditangani. Bukankah kita akan kewalahan, ketika sedang menangani si kecil yang ngompol, lalu temannya yang berusia 3 tahun minta dibantu membuat rumah-rumahan? Namun kita tak perlu membedakan si batita berdasarkan gender. Misal, si Buyung harus bermain mobil-mobilan sedangkan si Upik main boneka. Anak batita sudah mengerti konsep "kamu itu perempuan, sedangkan saya lelaki", tapi untuk masalah mainan, mereka tak mengerti konsep itu. Asalkan permainan itu menyenangkan, mereka akan menikmatinya.

Anak juga tak perlu dibedakan status sosialnya. Bagi si batita, teman-temannya sama, tak ada yang lebih kaya atau miskin. Jadi, dengan siapapun si kecil ingin berteman, boleh-boleh saja, asalkan ada kesepakatan dan terjalin hubungan baik antar orang tua.

BATASI JUMLAH

Agar tak kewalahan menangani anak batita yang tengah berapi-api bereksplorasi, batasi jumlah anak yang diawasi. Idealnya, satu pengawas untuk maksimal 4 anak.

Gazali Solahuddin/nakita