Membentuk Kelompok Bermain Di Rumah

By nova.id, Sabtu, 2 Juli 2011 | 23:54 WIB
Membentuk Kelompok Bermain Di Rumah (nova.id)

Kita bisa, kok, membuat kelompok bermain sendiri. Kumpulkan saja beberapa teman yang sepaham dalam konsep mendidik anak. Tapi sifatnya bukan komersial, lo.

Jika Ibu-Bapak tinggal di lingkungan yang tak memiliki anak sebaya dengan si kecil, ini bisa menjadi solusi. Bersama sejumlah teman yang sepaham dalam konsep mendidik anak, kita buat kelompok bermain agar anak-anak kita bisa bermain bersama sambil belajar sebagaimana layaknya kelompok bermain "betulan". Keuntungan yang didapat juga nggak beda, kok, yaitu anak dapat belajar bersosialisasi, menghilangkan kejenuhan, melatih motorik halus-kasar, serta meningkatkan pengetahuannya.

Nah, agar tujuan tersebut bisa tercapai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti dipaparkan berikut ini oleh dra. Tjut Rifameutia U.Ali-Nafis, MA, psikolog lulusan UI.

PELAJARI PSIKOLOGI ANAK

Ini penting, lo. Bila kita tak paham psikologi perkembangan anak, bisa-bisa tujuan mengembangkan anak malah berbalik membebaninya. Apalagi anak batita punya ciri khas tersendiri, antara lain, belum bisa diwajibkan atau diminta mengikuti suatu perintah. Jadi, kita tak perlu marah-marah jika mereka tak mau mendengarkan cerita kita dengan serius, misal. Yang bisa kita lakukan adalah mengajak mereka, misal, "Yuk, kita mendengarkan cerita Cinderela, asyik, lo ceritanya".

Dengan mengetahui psikologi perkembangan anak, kita pun memahami kemampuan yang sudah dimiliki batita. Toilet training, misal, baru bisa dilakukan anak 3 tahun ke atas. Jadi, tak perlu kesal, jika ada anak usia 1 atau 2 tahun yang mengompol, karena mereka baru sampai di tahap pengenalan toilet training.

Ciri khas lain, anak batita belum lancar bersosialisasi. Mereka cenderung bermain sendiri, tapi tetap tak menutup kemungkinan mereka dikenalkan untuk bersosialisasi sejak dini.

BERPINDAH-PINDAH TEMPAT

Buatlah kesepakatan antar orang tua, seperti: rumah siapa yang akan jadi tempat bermain; berapa hari sekali pelaksanaannya; bagaimana persediaan makannya, apakah perlu iuran atau membawa masing-masing, dan lainnya.

Soal tempat dan waktu pelaksanaan, sebaiknya bergiliran. Misal, sekarang dirumah A, kali lain pindah ke rumah si B atau si C, dan seterusnya. Dengan begitu, anak bisa mengenal lingkungan lain selain rumah dan bisa memperkaya tempat eksplorasinya. Kita pun bisa membagi waktu dengan baik. Bahkan, bila kita lagi tak bisa menemani, kita tak perlu terlalu khawatir meninggalkan anak, karena tahu ia berada dalam penjagaan orang yang sudah dikenal dan dapat dipercaya. Sebaliknya, jika sedang punya waktu luang, kita bisa menawarkan diri mengasuh dan mengawasi anak teman-teman kita. Ini berarti kesepakatan waktu berdasarkan kesukarelaan orang tua yang mau mengasuh anak-anak.

Tak kalah paling penting, orang tua yang berminat membentuk kelompok bermain bersama, harus mencintai anak dan memiliki sikap care. Kalau tidak, bisa-bisa kelompok bermain yang awal tujuannya untuk kebaikan si kecil, malah jadi sebaliknya. Misal, anak tak mau lagi bergabung dengan teman-teman di kelompok bermain tersebut, karena takut dimarahi salah satu orang tua yang ada di sana. Bisa juga anak malah jadi nakal karena selalu diajarkan hal-hal yang tak benar, semisal omong kasar.

ACARA BERMAIN

Agar kelompok bermain memiliki nilai plus, buat permainan yang berstruktur. Kita dapat mencontoh permainan yang dilakukan di playgroup. Jadi, bila ada salah satu orang tua atau beberapa orang tua yang tergabung pernah memasukkan anak di suatu playgroup, tak ada salahnya kita mengadopsi kelebihan pembelajaran dari sekolah masing-masing, lalu digabungkan jadi satu.

Berikut beberapa panduan dasar mengenai beberapa materi untuk kelompok bermain:

1. Saat anak-anak baru datang, biarkan beradaptasi dulu selama 20-30 menit. Biarkan mereka bermain bebas sesukanya, atau malah bila mereka memilih duduk diam. Intinya, terserah anak mau melakukan apa agar mereka bisa mengamati atau merasa nyaman dan aman dulu, terlebih jika tempat itu baru bagi anak.

2. Ajak anak mendengarkan cerita atau dongeng menarik dan bersifat edukatif, seperti Putri Duyung, Winny The Pooh, Telletubbies, Oki dan Nirmala, dan lainnya. Manfaatnya untuk melatih anak berkonsentrasi dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak, menambah perbendaharaan kata serta melatih imajinasinya.

3. Setelah itu, ajak mereka bermain yang dapat mendukung tumbuh kembang motorik, kognitif, konsep, afeksi, sosialisasi dan lainnya. Seperti menempel dan menggunting, menyusun kotak atau puzzle.

4. Istirahat makan siang atau snack.

5. Ajak mereka melakukan kegiatan di luar ruangan, semisal di halaman. Kenalkan mengenai konsep pengenalan lingkungan.

6. Sebagai penutup, ajak mereka mendengarkan cerita kembali, atau biarkan anak bercerita untuk memupuk keberanian dan kepercayaan dirinya.

7. Sebelum pulang, ajak mereka membereskan kembali ruangan dengan menggembalikan mainan ke tempatnya semula.

TEMPAT BERMAIN

Tak harus luas, kok. Yang penting anak memiliki ruang cukup untuk bermain dan bergerak bebas. Namun akan lebih baik bila:

* Memiliki ruang agar anak bisa bereksplorasi keluar (out door). Bukankah bila mereka selalu berada di dalam ruangan akan bosan?

* Perhatikan keamanan agar tak ada benda atau sesuatu yang dapat membahayakan anak kala bermain. Misal, dinding yang kasar, lantai pecah, atau pagar/pembatas halaman dengan jalan yang mudah dilalui anak.

* Batasi tempat eksplorasi, baik indoor maupun outdoor, hingga tiap pergerakan anak dapat diawasi.

FASILITAS BERMAIN

Bisa menggunakan mainan-mainan yang sudah ada. Namun pilih alat-alat dan media permainan yang bisa menunjang dan mendukung tumbuh kembang anak, baik dari segi motorik, afeksi dan kognitif. Alat permainan untuk melatih motorik, misal: bola, permainan menyusun balok, sepeda roda tiga, atau puzzle; untuk mendukung kognitif: boneka tangan, menara yang bisa dibongkar pasang dari kayu atau plastik; sedangkan alat permainan untuk menumbuhkan afeksi, seperti peralatan masak-masakan atau dokter-dokteran. Jangan lupa sertai dengan bimbingan-bimbingan seperti memberikan contoh pada anak untuk mau berbagi, misal, "Sayang, kasih pinjam Tina penggorengannya, ya? Kasihan, punya Tina sudah rusak. Adek sudah selesai masaknya, kan?"

Toh, tak semuanya harus berupa mainan, lo. Bentuk kegiatan yang ada juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana permainan yang berguna. Contoh, kala anak usai bermain, ajak mereka membereskan mainan dengan mengelompokkan, seperti bola dengan bola, puzzle dengan puzzle, dan balok dengan balok. Secara tak langsung dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya.

TETAPKAN PERATURAN

Anak batita, khususnya usia 2-3 tahun, sudah bisa dikenalkan dengan aturan-aturan. Jadi, tetapkan beberapa peraturan. Misal, tak boleh mengambil milik teman. Nah, bila si kecil hendak mengambil gelas milik temannya ketika hendak minum, katakan, "Sayang, gelas Adek yang ini. Yang warna merah ini punya Adi." Peraturan lain yang biasa ditetapkan adalah sehabis bermain harus menyimpan semua mainan kembali ke tempat semula.

KELOMPOKKAN USIA

Pengelompokan usia diperlukan karena walaupun sama-sama batita, tapi anak usia 1 tahun punya ciri khas berbeda dengan anak usia 2 atau 3 tahun. Misal, anak 1 tahun masih suka mengompol dan banyak tidur ketimbang bermain; pola bermainnya cenderung sendiri-sendiri; dan kemampuan motorik kasarnya belum sempurna, contoh, berjalan belum lancar atau kontrol anggota tubuhnya belum begitu baik. Selain itu, mereka belum dapat diberi peraturan dan belum memahami konsep kepemilikan. Sedangkan anak usia 2-3 tahun sangat aktif bergerak, seperti berlari, meloncat, dan lainnya. Mereka pun mulai bisa dikenalkan konsep kepemilikan.

Jadi, kelompokan mereka sesuai usia agar mereka dapat lebih ditangani. Bukankah kita akan kewalahan, ketika sedang menangani si kecil yang ngompol, lalu temannya yang berusia 3 tahun minta dibantu membuat rumah-rumahan? Namun kita tak perlu membedakan si batita berdasarkan gender. Misal, si Buyung harus bermain mobil-mobilan sedangkan si Upik main boneka. Anak batita sudah mengerti konsep "kamu itu perempuan, sedangkan saya lelaki", tapi untuk masalah mainan, mereka tak mengerti konsep itu. Asalkan permainan itu menyenangkan, mereka akan menikmatinya.

Anak juga tak perlu dibedakan status sosialnya. Bagi si batita, teman-temannya sama, tak ada yang lebih kaya atau miskin. Jadi, dengan siapapun si kecil ingin berteman, boleh-boleh saja, asalkan ada kesepakatan dan terjalin hubungan baik antar orang tua.

BATASI JUMLAH

Agar tak kewalahan menangani anak batita yang tengah berapi-api bereksplorasi, batasi jumlah anak yang diawasi. Idealnya, satu pengawas untuk maksimal 4 anak.

Gazali Solahuddin/nakita