Bila kita sudah punya kesadaran demikian, maka tak sulit buat kita mengarahkan anak agar tak melulu melihat langit. Sampaikan padanya, keterbatasan dan kewajaran ini sejak awal mengingat jangkauan pemikiran anak masih pendek. Bila perlu, ajak ia bertemu mantan bintang cilik atau siapapun mantan orang beken yang bisa menuturkan sejarahnya, termasuk bagaimana yang bersangkutan meraih sukses dan bagaimana pula kesiapannya menerima kenyataan saat harus turun.
Begitu juga penjelasan mengenai hal-hal yang tak mungkin diubah namun harus dihadapi sekaligus diterimanya. Pada anak lelaki, misal, begitu memasuki pubertas akan mengalami perubahan suara yang membuat kualitas suaranya menurun drastis, hingga ia harus rela bila ditinggalkan penggemarnya. Nah, ini harus mulai dikenalkan sejak dini, hingga ketika tiba saatnya, ia tak mengalami syok berlebih karena telah memahaminya.
Jangan malah kita jadi pemuja semu bagi anak; anak terus dibombong atau ditinggi-tinggikan dan tak dibimbing untuk menyadari realita bahwa dirinya tetap manusia biasa.
Kemudian, saat anak tak tenar lagi, kita harus tetap bisa mendampinginya. Bukan malah memperlakukan anak ibarat habis manis sepah dibuang. Perlakuan salah inilah yang akan membahayakan/menghancurkan kehidupan anak; ia jadi manusia yang tak matang, minimal penyesuaian dirinya tak berkembang baik hingga ia selalu dibayangi masa lalu dan tak bisa beradaptasi dengan kondisi masa kini.
BUANG SIKAP KEMARUK
Jangan mentang-mentang ada produser menawari rekaman, misal, kita langsung terima padahal menyanyi bukan domain anak. Buat aturan-aturan sendiri yang memang sesuai kebutuhan dan kemampuan anak, meski itu berarti penghasilan anak jadi lebih terbatas.
Jadi, Bu-Pak, kalau si kecil memang cuma berbakat sebagai bintang iklan, misal, janganlah memaksa ia untuk nyanyi ataupun main sinetron yang justru hanya akan memperlihatkan kekurangan dirinya. Misal, ia gemuk-pendek, tak bisa bergaya, dan suaranya pun enggak nyampe untuk melagukan nada sederhana. Kalau dipaksa juga menyanyi, malah kacau, kan? Ingat, menyanyi butuh kemampuan berbeda dari kemampuan berakting.
Sikap mampu menahan diri untuk tak kemaruk ini sangat membantu kita mengantar anak ke tangga sukses tanpa harus mengeksploitasinya semata-mata demi kepentingan keluarga. Dengan begitu, kita mengusahakan anak tak kehilangan seluruh dunianya. Dibilang mengusahakan, karena pasti ada bagian yang hilang dalam kehidupannya. Paling tidak, sebagian privasinya pasti terampas publik, hingga ia tak bisa menjalani hidup seperti anak pada umumnya. Bukankah menjadi tontonan, diserbu penggemar, ataupun membalas surat-surat merupakan bagian dari konsekuensi yang tak bisa dihindari?
AJARKAN TANGGUNG JAWAB
Setenar apapun si bintang, ia harus tetap diajarkan untuk menghargai profesinya sebagai bentuk tanggung jawabnya. Tak ubahnya seperti petani yang harus mencangkul sawah atau ahli komputer yang mesti berkutat dengan komputernya. Jadi, ajarkan ia bersikap profesional. Kalau jadwal syutingnya jam 7.00, misal, maka ia harus datang tepat waktu. Jangan malah kita membiasakannya untuk ngaret.
Ia pun harus dijelaskan akan konsekuensinya sebagai bintang; diantaranya, kehilangan sebagian privasinya tadi. Jadi, ia tak boleh mengabaikan penggemarnya. Tentu ia harus pula disiapkan bagaimana menghadapi para penggemarnya dengan segala tingkah pola mereka. Misal, si penggemar mencubit gemas pipi atau lengannya, atau malah menciumnya. Kalau tidak, bisa-bisa ia kapok lantaran ulah para penggemarnya itu.
TAK KEHILANGAN HAK ASASI