Main Salon-Salonan

By nova.id, Selasa, 17 Mei 2011 | 17:01 WIB
Main Salon Salonan (nova.id)

Si Buyung juga boleh, lo, melakukannya. Tak usah khawatir ia bakal jadi bencong. Justru dari permainan ini, imajinasinya makin berkembang dan motorik halusnya tambah terampil.

Tak perlu merasa terganggu kala si Buyung maupun Upik ingin mendandani kita atau menyisiri rambut kakak-kakaknya. Meski terkesan memaksa lantaran ia seolah tak mempedulikan soal waktu. Sekalipun kita lagi asyik nonton TV, makan, atau bahkan ketika tengah sibuk menyelesaikan berbagai tugas. Menjengkelkan memang, tapi demi kepentingan si kecil, jangan mengumbar emosi, deh, Bu-Pak.

Soalnya, jelas dra. Henny Eunike Wirawan, M.Hum., di usia ini, modelling atau peniruan masih amat dominan, terutama pada sosok/figur yang dekat dengannya seperti ayah, ibu maupun kakak. Kalau si kecil gemar main salon-salonan, "pemikat"nya pasti tak jauh-jauh dari lingkungan seputar rumah. Boleh jadi lantaran ia melihat ibunya selalu sibuk berdandan setiap pagi sebelum berangkat ke kantor.

Kalaupun bukan ibu bekerja, bukan tak mungkin, kan, ia rajin mengamati ibunya kala menyisiri rambut kakak saat berangkat sekolah. Belum lagi bila ia sering diajak orang tuanya ke salon atau sekadar nenangga ke kenalan/kerabat yang buka salon. Kemungkinan lain, si kecil diajak teman-temannya main salon-salonan. Bukankah selepas masa bayi anak mulai bersosialisasi? Apalagi sekarang kan banyak anak seusia ini yang sudah "bersekolah", hingga lebih pandai bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Nah, pengamatan selama di salon atau selagi orang tuanya mendandani kakak atau berdandan sehari-hari inilah yang tertangkap di benak anak. Jangan dikira kegiatan yang terlihat sambil lalu ini sama sekali tak berkesan, lo, buat si kecil. Mengamati gerak-gerik orang menyisir/menata rambut, bercermin, berbedak atau lainnya sungguh menarik untuk anak seusia ini. Apalagi, seusai berdandan ia melihat ibunya jadi rapi dan cantik atau penampilan kakaknya jadi tambah manis dengan pita-pita dan jepit di rambutnya. Sementara ia sendiri selama ini belum pernah melakukannya karena selalu disisiri dan didandani. Ketertarikan semacam itulah yang mendorong anak main salon-salonan.

Hanya saja "bekal" pengalaman/pengamatan anak terhadap aktivitas salon-salonan ini tak serta merta dipraktekkan saat itu juga. Melainkan beberapa lama kemudian, yang menurut Pudek I Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini, dinamakan latent learning atau proses pembelajaran tersembunyi. Artinya, seluruh pengalaman/pengamatannya tentang kegiatan berdandan di rumah maupun di salon terekam dan mengendap di benaknya. Ia baru akan mengingat dan mengolahnya kembali saat melihat aktivitas yang sama. Makin banyak pengalaman yang terekam, makin mendorong anak untuk melakukannya.

PERMAINAN ALTERNATIF

Bermain salon-salonan ini, bilang Henny, sebetulnya merupakan permainan alternatif dari berbagai bentuk permainan yang bisa dilakukan batita. Ada permainan yang bisa dilakukan di dalam rumah dan ada pula dilakukan di luar rumah. Selain ada ragam permainan yang memerlukan alat, ada pula yang tak memerlukannya.

Sedangkan menurut faktor penyebabnya, ada yang lantaran pernah melihat lalu ingin mencobanya atau sepenuhnya disebabkan faktor luar tadi, ada pula yang karena dorongan rasa senang dari dalam diri sendiri. Nah, penyebab yang terakhir ini merupakan faktor utama. Jadi, yang bersangkutan memang senang melakukannya. "Bila memang karena pilihan anak atas dasar kesenangan semacam itu, biasanya anak pasti akan menikmati dan mendapatkan kegembiraan tersendiri dari permainan tersebut."

Kendati begitu, anak pun bisa memperoleh kesenangan serupa bila ia memperoleh penguatan (reinforcement) dari orang tua untuk mencoba permainan tertentu, termasuk bermain salon-salonan ini; mengingat orang tua biasanya sangat senang bila anaknya "manis" bermain di rumah. Penguatan di sini, bilang Henny, bisa berupa komentar yang "mengangkat" minat anak. Semisal, "Wah, anak Mama pintar, ya, enggak main becek-becekan di luar. Sekarang tolong sisiran Mama, dong." Dengan begitu, anak akan merasa mendapat persetujuan sekaligus dukungan atas aktivitasnya. Besar kemungkinan, besok-besok pun ia akan melakukannya kembali.

TAK BERSIFAT UNIVERSAL

Satu hal penting, ingat Henny, main salon-salonan bukan melulu karena dorongan berdasarkan jenis kelamin alias bukan cuma "milik" anak perempuan. Itu sebab, lanjutnya, permainan yang satu ini juga boleh dimainkan oleh si Buyung. ""Lo, ini kan lebih karena faktor model atau stimulus yang masuk ke dalam diri anak, kemudian diaplikasikannya kembali dalam bentuk permainan." Jadi, tak ada kata tak pantas buat si Buyung memainkannya, ya, Bu-Pak.