Pengalaman Traumatis Menghilangkan Cinta Pada Sesama
Jika sedari dini anak diajarkan cinta sesama hingga meresap dan tertanam dalam dirinya, biasanya akan bertahan sampai kapan pun. Lain soal jika di tengah perjalanan anak mengalami suatu hal atau peristiwa tak menyenangkan yang amat membekas alias pengalaman traumatis. Misal, ia menyaksikan ayahnya dibunuh.
"Pengalaman ini tentu akan memunculkan perasaan dendam. Ini berarti tak ada lagi rasa cintanya pada sesama. Perasaan dendam telah mengubah hidupnya 180 derajat; dari yang tadinya penuh cinta pada sesama dengan selalu menolong, sayang kepada semua makhluk hidup, menghargai orang lain, selalu bersikap arif dan hormat pada orang lain, kini mendadak berubah jadi manusia yang bengis dan kejam," tutur Ike.
Soalnya, dalam dirinya tertanam begitu kuat anggapan, "Buat apa saya memiliki rasa cinta pada sesama jika orang lain tak demikian halnya pada saya." Kalau sudah begini, untuk mengembalikannya tak semudah kita membalik telapak tangan. Kita harus selalu memberikannya masukan dan pengertian dengan penuh kesabaran, hingga lambat laun perasaan dendam itu hilang dan ia bisa hidup normal kembali. Namun bila kita merasa tak sanggup untuk menanganinya, sangat dianjurkan untuk minta bantuan ahli.
Selain pengalaman traumatis, penyebabnya juga bisa karena gangguan kepribadian. "Jika ada anak yang tak merasa bersalah meski telah berbuat sadis pada sesama dengan kerap menjahili atau mengganggu teman-temannya atau bahkan menyakiti binatang, boleh jadi si anak menderita gangguan kepribadian." Tentu saja, kasus begini tak bisa ditangani sendiri, melainkan harus dikonsultasikan pada ahlinya untuk mendapatkan terapi.
Yanti/Gazali Solahuddin/nakita