Kok, Sepatunya Terbalik, Sayang

By nova.id, Sabtu, 23 April 2011 | 17:03 WIB
Kok Sepatunya Terbalik Sayang (nova.id)

Tiap anak batita pasti melakukan kesalahan ini. Jadi, tak usah marah, sekalipun ia tetap ngotot kala dikasih tahu yang benar. Masalahnya, ia belum kenal konsep kiri dan kanan.

Bukan cuma pada kesempatan pertama, lo, ia melakukan kesalahan ini. Pada kesempatan- kesempatan berikutnya pun, ia tetap akan mengenakan sepatu maupun sandal kiri di kaki kanan dan sebaliknya. Artinya, meski sudah berulang kali diberi tahu, tetap saja ia "berpeluang" melakukan kesalahan tersebut.

Soalnya, terang dra. Retnaningsih, di usia ini, kemampuan intelektual anak sangat terbatas. "Ia pun belum mengerti konsep kiri dan kanan, sama halnya ia belum memiliki konsep baik-buruk atau salah-benar," tambah Ketua Jurusan Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta, ini.

SEMUANYA SAMA, KOK

Penting pula dipahami, cara pandang anak usia ini juga serba terbatas. "Ia melihat segala sesuatu dari satu arah, yakni dirinya sendirinya," jelas psikolog yang akrab disapa Retno ini. Itu sebab, ia belum bisa melihat benda yang sama dari perspektif atau sudut pandang orang lain, termasuk menerima pandangan yang berbeda dengan dirinya.

Ambil contoh kala kita ajak ia mengisi air dengan jumlah sama ke dalam gelas berukuran sama. Dengan mudah ia akan bilang, isi gelas itu sama banyak. Namun bila kita menuang air yang sama ke dalam gelas lain berukuran lebih kecil, ia justru bilang gelas ini isinya lebih banyak karena memang terlihat lebih penuh dengan volume air yang sama.

Begitu halnya dengan benda atau objek lain seperti sepatu. Ia memang sudah mengenali benda yang disebut sepatu. Terbukti, kala kita minta ia mengambil sepatunya saat hendak pergi, ia bisa melakukannya. Namun pengetahuannya tentang sepatu baru sebatas itu, karena ia belum bisa melihat benda tersebut sampai hal-hal detilnya semisal bentuk sepatu yang berbeda antara kiri dan kanan. Apalagi menangkap perbedaan lekukan antara sisi luar dan dalam sepatu, maupun kemiringan tertentu yang mengikuti bentuk kaki sesuai letak jempol dan kelingking.

"Jadi, tak heran bila ia belum bisa membedakan mana sepatu yang harus dipakai di kaki kiri dan mana yang harus dikenakan di kaki kanan. Buatnya, semua sama, kok," tutur lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta ini.

MENUNJUKKAN OTONOMI

Di sisi lain, anak usia ini juga tengah berada dalam tahap menunjukkan otonominya. Mengacu pada teori pakar perkembangan anak, Ericson, tiap anak akan mengalami beberapa tahap perkembangan dan di tiap tahap akan mengalami konflik tersendiri yang harus diselesaikannya agar bisa mencapai kematangan di tahap berikut.

Semasa bayi, misal, ia tengah berupaya mengembangkan basic trust atau rasa percaya terhadap lingkungan terdekatnya. Bila di tahap ini tak ada ganjalan berarti, ia akan merasa secure atau aman. Hingga, rasa percayanya pun mulai terbentuk yang di kemudian hari akan jadi modal kepercayaan dalam lingkup luas.

Di tahap berikut, yakni ketika menginjak usia 2 tahun, anak akan menunjukkan otonominya lewat berbagai cara. Salah satunya, lewat dorongan yang membuat ia kepingin melakukan segalanya sendirian, termasuk keinginan mengenakan baju dan sepatu sendiri, meski selama ini orang tualah yang selalu memakaikannya.