Kendati istri adalah "menteri keuangan", namun dalam pengelolaannya, menurut Widyarto, seyogyanya suami juga dilibatkan. "Tapi tentu tak terlibat dalam semua hal," tukasnya. Misalnya, suami dapat dilibatkan dalam menentukan ke mana sofa di ruang tamu akan direparasi karena kebetulan si suami lebih mengetahui tempat reparasi sofa yang lebih murah. "Kalaupun suami enggak mau dilibatkan atau melibatkan diri, ya, enggak apa-apa. Yang penting, istri selalu terbuka terhadap keterlibatan suami," lanjut Widyarto.
Malah ada positifnya, lo, kalau Bapak enggak mau terlibat. Istri jadi dituntut untuk bertanggung jawab dalam pengelolaannya. "Ia dapat secara bebas memutuskan dan merencanakan karena sadar betul berapa besar gaji suaminya, sehingga kehati-hatiannya akan tinggi dalam mengelola uang." Tapi lihat-lihat juga tipe sang istri, ya, Pak. Kalau ia tak dapat mengendalikan diri, ia akan 'mentang-mentang' dan terdorong untuk menggunakan uang tersebut untuk hal-hal yang tak perlu, menjadi komsutif.Bukankah wanita, katanya, 'lapar mata', kalau melihat barang bagus inginnya membeli meskipun kurang membutuhkan.
Ada lo, wanita yang meja riasnya sampai tiga buah. Nah, menghadapi istri yang demikian, Bapak wajib mengingatkannya. "Bukankah komitmen dalam mengelola keuangan keluarga adalah melaksanakan pendistribusiannya secara benar dan lurus?" ujar Widyarto. Jadi, kalau istri sebagai "menteri keuangan"nya melakukan penyimpangan atau bersikap konsumtif, berarti, kan, mengganggu keuangan keluarga. Makanya, ia perlu diingatkan.
Jika Bapak sudah mengingatkan namun ia tak juga berubah, saran Widyarto, Bapak harus mengambil alih pengelolaan atau memberi uang harian yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan itu sendiri. "Kalau tidak, tentu taruhannya adalah kesengsaraan," tukas pria yang biasa melakukan pelatihan bidang pengembangan diri dan pengembangan organisasi ini.
SISTEM SATU PUNDI
Adapun mengenai sistem pengelolaan keuangan dalam keluarga, menurut Widyarto, bisa dipilih sistem satu pundi atau dua pundi. Tentu masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pada sistem satu pundi, terang Widyarto, penghasilan istri dan suami dijadikan satu. Dengan demikian, pengeluaran jadi lebih terkontrol karena suami dan istri sama-sama mengetahui sehingga dapat saling mengingatkan. Namun kelemahannya, "dapat menimbulkan kecurigaan berlebihan dari salah satu pihak."
Misalnya, istri telah membelanjakan uang untuk seperangkat alat make up seharga Rp. 250 ribu yang oleh suaminya diprotes karena dianggap berlebihan. "Nah, ini, kan, bisa menimbulkan konflik di antara suami-istri." Menurut Widyarto, sistem satu pundi lebih tepat digunakan oleh suami-istri yang penghasilannya relatif masih sedikit atau si istri tak bekerja. Dengan begitu, pengelolaan keuangannya dapat diserahkan kepada istri atau bisa juga suami yang langsung mengelola dan istri pun tahu penggunaan uang tersebut.
"Tapi sebaiknya, sih, pengelolaan uang diserahkan kepada istri saja kalau istrinya tak bekerja. Soalnya, para suami umumnya jarang sekali mau memikirkan hal-hal sepele dalam masalah pengeluaran keluarga," tuturnya. Selanjutnya, bila telah mengalami peningkatan penghasilan yang cukup signifikan, barulah digunakan sistem dua pundi.
Pada suami-istri yang sama-sama bekerja dan telah mengalami peningkatan penghasilan, dengan sistem dua pundi berarti masing-masing memiliki pundi sendiri. Sedangkan pada suami yang istrinya tak bekerja namun penghasilannya telah meningkat, maka pundi yang kedua merupakan tabungan yang diambil dari sisa uang pada pundi pertama.
IDEALNYA DUA PUNDI
Bagi suami-istri yang sama-sama bekerja dengan penghasilan relatif mencukupi, Widyarto tak menganjurkan sistem satu pundi, walaupun pengelolaannya terkontrol. "Soalnya, si istri nanti jadi super woman; disamping sibuk urusan kantor, dia juga disibukkan urusan pengelolaan keuangan keluarga."
Bukan berarti istri lantas tak boleh jadi "menteri keuangan"nya, lo. "Kalau memang si istri bisa melakukannya, ya, enggak apa-apa. Toh, sebenarnya wanita juga lebih tabah dibanding laki-laki." Namun begitu, Widyarto melihat, akan lebih ideal bila digunakan sistem dua pundi karena masing-masing pihak akan lebih leluasa untuk mengelola sendiri uang pendapatannya. Bukankah masing-masing punya pundi sendiri?