Tidak semua istri/suami merasa nyaman bila pasangannya dikagumi orang lain secara seksual. Adakalanya yang muncul justru perasaan risih. Benarkah masalah tersebut bisa mengganggu kehangatan ranjang?
Andi merasa risih, tiap kali jalan dengan istrinya di pusat keramaian. Banyak mata yang memelototi tubuh Tina yang memang dari sononya aduhai. Tina sendiri tidak masalah, bahkan kadang-kadang terselip perasaan bangga kalau ada yang memuji, "Wah, Jeng Tina anaknya sudah dua? Nggak percaya, ah. Badannya masih bagus gini. Mana seksi lagi!"
Cerita sebaliknya dialami Lani. Deni suaminya sejak kuliah terkenal sebagai si jago basket. Badannya tinggi, tegap, dengan postur ideal. Lani justru bangga kalau teman-temannya memuji kemachoan tubuh suaminya. "Malah saya selalu membelikan baju yang bisa memperlihatkan otot-ototnya, dan suami saya seneng aja, tuh, memakai baju-baju yang saya belikan," ungkapnya dengan nada bangga.
Sebenarnya bagaimana harus bersikap bila pasangan dikaruniai tubuh yang "aduhai", yang kemudian membuat orang lain mengaguminya sedemikian rupa dengan pandangan mupeng (muka pengen alias bernafsu)? Haruskah bangga seperti Lani, atau risih seperti Andi? "Apa pun sikap yang dipilih, yang penting ada kesamaan persepsi antara suami dan istri," jawab Dra. Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC., dari Jagadnita Consulting.
HARUS SEPAHAM
Memang tidak ada batasan yang tegas untuk masalah ini. Apakah pasangan yang mempunyai tubuh molek harus menyembunyikan kelebihannya ataukah justru boleh menonjolkannya. "Semuanya terpulang kembali pada kesepakatan kedua belah pihak," ungkap Clara. Ada suami/istri yang sepakat dan bangga dengan tubuh seksi/macho pasangannya. "Tidak ada keberatan di antara mereka kalau pasangannya mengenakan rok mini, tank top, kemeja ketat, dan sejenisnya." Mereka sama-sama enjoy saat berjalan di tempat umum dan menjadi pusat perhatian.
Namun, ada juga suami/istri yang keberatan bila pasangannya mempertontonkan "kelebihannya". Yang bersangkutan merasa lebih nyaman kalau hal-hal semacam itu tidak terlalu diekspos untuk umum. "Selama yang punya badan tidak keberatan untuk 'menyembunyikan' kelebihannya, ya tidak masalah juga," tambah Clara. Intinya, lagi-lagi kesepakatan kedua belah pihak untuk menentukan satu sikap yang sama.
BILA ADA PERBEDAAN SIKAP
Selama keduanya tidak ada perbedaan sikap, sebenarnya dijamin tidak akan muncul konflik. Masalah baru muncul kalau ada perbedaan. Beberapa hal berikut disarankan Clara bila ada batu sandungan sehubungan dengan masalah ini.
* Bicara terbuka
Ajak bicara pasangan. Galilah apa saja yang menjadi keberatannya. Utarakan juga keinginan pribadi kita. Sampaikan secara terbuka semua hal yang harus diketahui oleh pasangan.
* Kompromi
Setelah saling mengutarakan isi pikiran, cobalah cari titik kompromi. Bisa jadi titik kompromi ini tidak memuaskan kedua belah pihak, tapi itu merupakan jalan tengah yang paling sedikit risikonya.
* Jangan main paksa
Bila pasangan belum mau mengubah persepsinya, jangan pernah memaksakan kehendak. Misalnya pasangan dipaksa melupakan rok mini yang selama ini menjadi "kostum kebesarannya". Dikhawatirkan pemaksaan seperti itu justru menimbulkan kepalsuan. Kalau ada suaminya dia akan menurut, tapi di belakangnya justru makin menjadi-jadi.
* Luruskan pandangan
Bisa jadi masalah ini muncul karena persepsi yang salah. Oleh sebab itu, luruskan persepsi tersebut. Misalnya rasa takut kehilangan bisa dinetralisir dengan berkata tegas, "Memang benar banyak orang yang melihat penampilan fisikku, tapi itu tidak berarti aku menjadi milik mereka, kan? Aku tetap istri/suami kamu terlepas dari pandangan semua orang."
GANGGU KEHANGATAN RANJANG
Bisa jadi karena setiap hari merasa tubuh pasangan yang "aduhai" dijadikan santapan banyak mata, suami/istri lantas kehilangan gairah seksualnya. Benarkah demikian? "Sebenarnya tidak otomatis seperti itu," ungkap Clara.
Gangguan tersebut muncul karena secara psikologis pasangan tersebut merasa "ditinggal". "Tiap jalan berdua yang diperhatikan hanya salah satunya saja. Lama-lama akan muncul perasaan tidak nyaman dan akhirnya yang bersangkutan merasa terabaikan. Perasaan seperti ini bila dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada kehidupan seksual mereka."
Kemungkinan lain adalah akan muncul perasaan tidak setara. Baru mau "menyentuh" sudah muncul perasaan minder, karena tubuh pasangannya terlihat sangat sempurna, sedangkan dia biasa-biasa saja. Akan muncul keragu-raguan dalam hati, "Jangan-jangan pasanganku tidak bisa menikmati bentuk tubuhku." Perasaan-perasaan seperti ini bila dibiarkan, dalam jangka panjang tentu akan memunculkan efek. Salah satunya adalah memudarnya kehangatan di atas ranjang.
Oleh sebab itu, saran Clara, kompromi merupakan jalan mutlak yang harus ditempuh oleh suami-istri. Jangan sampai komunikasi macet atau malah terputus hingga menimbulkan masalah yang sebenarnya tidak perlu muncul, seperti menurunnya gairah seksual tadi. Keindahan tubuh pasangan merupakan anugerah yang seharusnya disyukuri dan dinikmati. "Justru jadikan hal ini sebagai bonus yang bisa meningkatkan kualitas hubungan seksual dan bukan sebaliknya," tandasnya.
DULU TERTARIK KINI INGIN MENGUASAI
ADA juga kasus lain, sewaktu kenal pertama dulu suami/istri tertarik pada kondisi fisik pasangannya, entah karena keseksiannya atau kekekarannya. Yang bersangkutan sadar betul bahwa itu adalah "modal" yang membuat pasangannya dilirik banyak mata. Namun setelah menikah, suami/istri tentu saja tak rela lagi kalau kondisi fisik pasangannya masih "dinikmati" orang lain. "Itu namanya cinta yang obsesif. Ia ingin menguasai pasangannya sepenuhnya. Lo kalau sedang berjalan di tempat umum, apa iya orang lain tidak boleh melihat sama sekali?" tukas Clara. Di sinilah dibutuhkan kepercayaan dari kedua belah pihak. Dilihat boleh, disentuh jangan!
Marfuah Panji Astuti