Tentu, selain mengikuti latihan di tempat terapi, si kecil juga harus dilatih lagi di rumah, lo. Jadi, bisa dibayangkan betapa berat tugas orang tua dari anak sindrom down; dalam keadaan sedih masih harus melatih si kecil. Secara psikologis pun mungkin ada orang tua yang malu membawa anaknya ke mana-mana. Ini bisa dipahami.
Nah, untuk mengurangi beban berat ini, Bambang menyarankan agar melakukan kontak dengan sesama orang tua yang punya anak sindrom down ataupun orang yang dirasa sreg untuk berbagi cerita. "Bukalah percakapan dengan sering mengobrol dan saling berbagi cerita serta pengalaman. Dari sini akan didapat banyak hal, baik trik dan tips mengenai pengalaman orang lain yang berguna untuk menghadapi anak kelak."
Jadi, tandas Bambang, minimal networkingnya dibuka antar orang tua agar bisa berbagi. "Sangat sulit, lo, menanggung perasaan bila tak ada dukungan dalam keluarga. Setidaknya, minimal orang tua mendapat dukungan dari teman-teman senasibnya. Dengan dukungan akan dirasakan lebih mantap. Orang tua pun merasa tak sendirian, hingga energi yang berat itu tak terasa."
Di Jakarta, misal, sudah ada Ikatan Sindrom Down Indonesia (baca rubrik Teropong nomor ini, Red.), selain Persatuan Orang Tua Down's Syndrome RSAB Harapan Kita yang Minggu kemarin (5/11) mengadakan acara gerak jalan untuk para penderita sindrom down dan acara senam serta seni tari yang diperagakan oleh mereka di Lapangan Monas, Jakarta.
Nah, terbukti, kan, Bu-Pak? Bila diintervensi sedari dini, penderita sindrom down pun bisa punya keterampilan tertentu sebagaimana orang normal.
Julie/Dedeh Kurniasih/nakita