Jika potensinya dioptimalkan, mereka mampu, kok, mengurus diri sendiri. Kuncinya, beri ia banyak rangsangan dan latihan sedari dini.
Selama ini ada anggapan di masyarakat, bila punya anak dengan kelainan, termasuk down syndrome atau sindrom down, merupakan kutukan atau dosa. Bahkan, istri atau suami pun dituding sebagai biang keladinya. Tentu anggapan tersebut bisa bikin konflik dalam keluarga. Bisa saja, kan, suami-istri saling tuding ataupun menyalahkan diri sendiri? Padahal, anggapan tersebut sama sekali tak benar.
"Nggak ada yang salah, kok, pada suami maupun istri. Juga bukan lantaran kutukan apalagi dosa. Semua itu enggak ada hubungannya sama sekali dengan penyakit sindrom down," tegas Dr.Bambang Tridjaja AAP, SpA., Mmpaed., dari bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Ciptomangunkusumo, Jakarta. Sindrom down, terangnya, semata-mata disebabkan kelainan kromosom.
Sindrom berarti kumpulan gejala; sedangkan down diambil dari nama penemunya, yaitu Langdon Down, dokter berkebangsaan Inggris. Penyakit ini ditemukan Down pada 1866, tapi baru pada 1959 dibuktikan ada kelainan kromosom sebagai penyebab. Kelainan ini diderita oleh lelaki maupun perempuan sama banyak.
RETARDASI MOTORIK DAN MENTAL
Kromosom, terang Bambang, merupakan tempat DNA atau zat dasar, yaitu blue print-nya manusia. Setiap orang, normalnya punya 46 kromosom; terdiri 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom seks yang menentukan jenis kelamin laki-laki (Y) dan perempuan (X). Jadi, pada perempuan ada 46 XX dan lelaki 46 XY. "Namun pada sindrom down, autosom 21 yang biasanya sepasang, ternyata ada 3 buah. Jadi, kelebihan 1, hingga disebut trisomi 21."
Ada 3 tipe kelainan kromosom yang menyebabkan sindrom down. Pertama, nondisjunction; paling sering ditemui, sekitar 92-95 persen. Kedua, mosaic (mosaik) atau postzygotic nondisjunction. Secara klinis, boleh dibilang tipe ini yang ringan. Soalnya, meski mengandung trisomi, tapi masih ada sel-sel yang normal berdamping. Jadi, ada sel yang normal dan abnormal. Sedangkan tipe ketiga, translocation (translokasi). Kelainan ini disebabkan sewaktu perpindahan kromosom terjadi salah pindah kromosom 21 ke 14. Baik tipe ketiga maupun kedua, ditemukan masing-masing sekitar 2-4 persen.
Kendati dari ketiga tipe sindrom down ini ada yang ringan, tapi sebetulnya sama tingkatannya. Dikatakan ringan lebih karena pada penderita tipe mosaik, gerak tangannya tak terlalu ngeplek atau lemah sekali. Namun secara klinis, semua tipe kelainan kromosom ini akan tampak secara fisik tanpa ada bedanya. "Wajahnya yang khas seperti ras Mongoloid, lidahnya besar dan menjulur, matanya ada strabismus atau jereng ke atas dan geraknya pun tak terkoordinir. Jarak antara kedua mata relatif lebar, kepala kecil, dan hidung pesek. Kadang tapak tangannya hanya punya satu garis tangan yang memotong melintang, dikenal dengan Simian Crease. Tonus atau kekuatan ototnya lemah seperti lentur gerak tangannya," papar Bambang.
Bila dilihat dari tingkat inteligensinya, tambah Babang, penderita mempunyai keterlambatan atau keterbelakangan pertumbuhan mental dibanding anak normal. "Tingkat IQ-nya rata-rata 70." Dengan demikian, secara umum penderita sindrom down mengalami retardasi motorik maupun mental.
DITEMUKAN KOMPLIKASI
Tak hanya itu, sistem kekebalan atau daya tahan tubuh si penderita pun lebih lamban dan lemah dari anak normal. Hingga, ada risiko-risiko tertentu dan sedikit rentan terhadap penyakit. Bila terkena batuk pilek, misal, sembuh totalnya lebih lama dibanding anak normal.
Nah, dengan kondisinya yang demikian, kadang ditemui pula komplikasi penyakit pada si penderita. "Komplikasinya bisa bermacam-macam dan bervariasi, lantaran pembentukan organ tubuhnya tak sinkron," terang Bambang. Namun komplikasinya tentu berbeda pada pada setiap penderita; ada yang punya penyakit jantung bawaan, penyakit hormon atau hipotiroid dimana kadar hormon tiroksinnya rendah, ada pula yang fungsi pendengarannya tak baik lantaran terakumulasinya cairan pada tube eustachius-nya yang menyempit. Sementara pada fungsi penglihatan, sering ditemui ada myopi atau presbiopi dan mata jereng. "Bisa juga terjadi katarak atau lensa jadi keruh di usia lebih dini saat dewasa."
Sering pula ditemui penyakit gangguan pencernaan. "Bisa karena bentuk saluran cernanya tak sempurna, bisa pula lantaran ada masalah di atresia duodeni atau usus kecil dan atresia ani." Selain, sering ditemukan infeksi paru-paru, sinus, bahkan leukimia.
OPTIMALKAN KEMAMPUAN ANAK
Dari penyebabnya jelaslah bahwa kelainan ini tak bisa sembuh total. Rata-rata usia harapan hidupnya pun lebih rendah 10 tahun dibanding orang-orang normal. Namun jangan langsung pesimis, ya, Bu-Pak, hingga tak melakukan tindak apa pun. Soalnya, si kecil yang mengalami sindrom down, bila ditangani secara optimal, perkembangannya bisa lebih cepat. Meski tetap tak bisa menyusul perkembangan teman-teman sebayanya yang normal, toh, itu sudah merupakan sebuah kemajuan yang amat berarti. Kita patut bangga dan mensyukurinya. Begitu, kan, Bu-Pak?
Jadi, penanganannya dengan mengoptimalkan potensi atau kemampuan anak lewat intervensi rehabilitasi. Misal, mengajarinya tengkurap, berdiri, mengancingkan baju, dan lainnya sesuai tonggak-tonggak perkembangannya. Tak beda dengan mengajari anak-anak normal, kan? Namun ingat, ya, Bu-Pak, karena anak penderita down sindrom akan terlambat dari tonggak perkembangan yang semestinya, maka mereka punya kurva perkembangan sendiri. Dengan demikian, kita harus lebih sabar dan telaten dalam menghadapinya. "Pembelajaran pada anak sindrom down ini memang lama," tandas Bambang.
Bila sedari usia dini si kecil yang sindrom down diberi banyak rangsangan atau latihan, tentu otaknya makin terlatih hingga perkembangannya pun makin baik. Minimal sejak si kecil usia 3 bulan sudah mulai dilakukan intervensi semisal dalam perkembangan motoriknya. "Kalau sejak usia itu sudah dilatih tengkurap, misal, mungkin ia sudah bisa tengkurap di usia 9 bulan." Sebaliknya, bila didiamkan saja, mungkin ia baru bisa tengkurap di usia 2 tahun.
Dengan demikian, makin dini intervensinya, makin ia tak terlalu jauh ketinggalan dari anak-anak normal yang seusia. Namun bila tak diintervensi, keterlambatannya makin parah hingga akhirnya sulit diatasi. Begitu pun perkembangan mentalnya, harus juga diintervensi sejak dini. Misal, dirangsang dengan sering mengajak bicara. Yang penting, tekan Bambang, "perlakukan anak penderita sindrom down sebagai anak biasa yang punya kekurangan, namun dengan menyadari bahwa penerimaannya memang jauh lebih lambat."
CARI PUSAT PELATIHAN
Bagaimanapun, peran orang tua terhadap anak memang sangat besar artinya, ya, Bu-Pak. Buat anak normal saja peran orang tua sangat penting, apalagi buat anak yang mengalami kelainan semisal penderita sindrom down ini. Itulah mengapa, pesan Bambang, jangan sampai orang tua terlalu lama bersedih atau marah dengan keadaan ini. "Bukan berarti enggak boleh sedih atau marah, ya. Perasaan itu wajar dan amat manusiawi. Hanya jangan sampai anak terlantar hingga potensinya tak berkembang."
Ingat, lo, kita pun harus memikirkan masa depannya. Coba, bagaimana kelak seandainya kita sudah tiada bila si kecil tak pernah dilatih mengurus dirinya sendiri? Padahal, kemampuan mengurus diri sendiri merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan manusia. Nah, kalau ia tak punya kemampuan itu, siapa yang mau mengurusnya kelak sementara kita sudah tiada?
Saran Bambang, segera konsultasi ke dokter anak bila tahu ada kelainan pada anak. "Minta arahan untuk mencari pusat-pusat pelatihan dan pendidikan bagi anak sindrom down yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal." Setiap tempat terapi punya program tersendiri yang disesuaikan berat-ringan si penderita dan kemajuannya.
Jadi, sifatnya individual dan pelatihannya juga tak terikat batas waktu. "Bila sudah dianggap mampu pada satu keterampilan, maka meningkat lagi pada keterampilan lebih tinggi. Tentu dilakukan secara bertahap sesuai tahapan perkembangan." Adapun target yang dicapai, anak bisa mengurus dirinya sendiri seperti mandi, sikat gigi, buka pakai baju dan celana, makan-minum, dan lainnya. "Meski IQ-nya cuma berkisar 70, anak sindrom down tetap bisa, kok, mengurus dirinya sendiri bila ia dilatih."
IKUT PERKUMPULAN
Tentu, selain mengikuti latihan di tempat terapi, si kecil juga harus dilatih lagi di rumah, lo. Jadi, bisa dibayangkan betapa berat tugas orang tua dari anak sindrom down; dalam keadaan sedih masih harus melatih si kecil. Secara psikologis pun mungkin ada orang tua yang malu membawa anaknya ke mana-mana. Ini bisa dipahami.
Nah, untuk mengurangi beban berat ini, Bambang menyarankan agar melakukan kontak dengan sesama orang tua yang punya anak sindrom down ataupun orang yang dirasa sreg untuk berbagi cerita. "Bukalah percakapan dengan sering mengobrol dan saling berbagi cerita serta pengalaman. Dari sini akan didapat banyak hal, baik trik dan tips mengenai pengalaman orang lain yang berguna untuk menghadapi anak kelak."
Jadi, tandas Bambang, minimal networkingnya dibuka antar orang tua agar bisa berbagi. "Sangat sulit, lo, menanggung perasaan bila tak ada dukungan dalam keluarga. Setidaknya, minimal orang tua mendapat dukungan dari teman-teman senasibnya. Dengan dukungan akan dirasakan lebih mantap. Orang tua pun merasa tak sendirian, hingga energi yang berat itu tak terasa."
Di Jakarta, misal, sudah ada Ikatan Sindrom Down Indonesia (baca rubrik Teropong nomor ini, Red.), selain Persatuan Orang Tua Down's Syndrome RSAB Harapan Kita yang Minggu kemarin (5/11) mengadakan acara gerak jalan untuk para penderita sindrom down dan acara senam serta seni tari yang diperagakan oleh mereka di Lapangan Monas, Jakarta.
Nah, terbukti, kan, Bu-Pak? Bila diintervensi sedari dini, penderita sindrom down pun bisa punya keterampilan tertentu sebagaimana orang normal.
Julie/Dedeh Kurniasih/nakita