Bapak-Ibu, waspadalah bila si kecil memboyong semua mainannya ke "sekolah". Perilakunya yang suka pamer ini menunjukkan, ia ingin "membeli" perhatian teman-temannya agar bisa punya teman.
Sering kita saksikan anak usia ini membawa mainannya ke "sekolah". Kalau cuma satu-dua, kita masih maklum, deh, karena ia mungkin bosan dengan mainan yang disediakan "sekolah"nya. Lain hal bila mainan yang dibawanya banyak sekali hingga terkesan seperti boyongan, "itu sudah tak wajar lagi. Ada indikasi anak ingin pamer," ujar dra. Zamralita. "Ia punya banyak benda dan benda itu sangat bagus-bagus. Jadi, ia punya sesuatu yang menurutnya adalah kelebihannya."
Perilaku pamer, terang psikolog yang akrab disapa Lita ini, bisa jadi merupakan bentuk perwujudan identitas diri, "Ini, lo, barang-barang yang aku punya." Jadi, dari barang atau mainan yang dibawa, ia menunjukkan "saya ini siapa" bahwa "saya punya sesuatu yang lebih dari teman-teman saya."
Bisa juga, perilaku pamer ditiru anak dari orang tua. "Tanpa disadari, orang tua suka memamerkan barang-barangnya atau perhiasannya pada orang lain saat arisan atau berkunjung ke rumah famili, misal." Ingat, anak adalah pengamat paling peka. Bila orang tua kerap berperilaku pamer, tak heran jika anaknya meniru.
INGIN DITERIMA KELOMPOK
Dalam kaitan dengan perkembangan sosial, terang Lita, perilaku pamer merupakan cara agar diakui atau diterima kelompok. "Teman-temannya bisa diajak main dengan cara ia membawa fasilitas mainan yang banyak." Jadi, dasarnya karena ia ingin diterima teman-temannya. Penyebabnya, boleh jadi awalnya ia tak mungkin bisa diterima teman-temannya bila tak membawa barang-barang itu.
Penerimaan sosial, terangnya lebih lanjut, merupakan ukuran sukses bagi seorang anak, termasuk anak usia prasekolah. "Dengan punya banyak teman, ia merasa paling berhasil dalam lingkungan sosial." Bukankah di rumah, tanpa melakukan usaha apapun, semua fokus orang pasti tertuju pada dirinya? Entah perhatian orang tua, kakek-nenek, atau saudara-saudaranya. "Nah, saat 'sekolah', mulailah ia merasakan ada suatu lingkungan lain yang tak seperti di rumah. Di lingkungan ini, bila ia tak berbuat apa-apa, ia tak akan jadi fokus. Jadilah ia menggunakan cara dengan membawa semua barang mainannya sebagai alat untuk mendapatkan perhatian itu."
Terlebih lagi di usia prasekolah, anak cepat sekali tertarik pada mainan yang baru atau sesuatu yang unik, hingga usaha pamer untuk mendapat perhatian pasti berhasil. "Bila temannya ada yang pinjam mainannya, tentu sesuatu yang membanggakan buat anak yang memang bertujuan pamer. Ia merasa dibutuhkan atau eksis dalam kelompok itu," tutur staf pengajar pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta, ini.
Di sisi lain, anak yang kurang perhatian di rumah, juga akan berusaha keras mendapat perhatian dari orang lain dan teman-temannya.
BANYAK TUNTUTAN
Jadi, Bu-Pak, bila si kecil kerap memboyong mainannya ke "sekolah", waspadalah, karena berarti ada sesuatu yang kurang pada dirinya. Tentu saja hal ini tak bisa dibiarkan terus berlanjut. "Sebelum berangkat ke 'sekolah', kala ia memasukkan barang-barangnya ke tas, bujuklah agar ia mengurangi bawaannya," anjur Lita. Paling tidak, usahakan agar perilakunya tak berkembang lebih jauh.
Soalnya, bila dibiarkan terus berlanjut akan berdampak jelek. "Ia bisa berkembang jadi banyak tuntutan pada orang tua," ujar Lita. Misal, ingin dibelikan sesuatu barang yang baru terus agar bisa jadi yang paling pertama atau paling unggul dibanding teman-temannya. Bukankah ia mendapat perhatian dari teman-temannya karena barang-barangnya? Jadi, ia ingin selalu lebih, dong, agar mendapat perhatian terus.