Si Kecil Ingin Pamer

By nova.id, Senin, 31 Januari 2011 | 17:00 WIB
Si Kecil Ingin Pamer (nova.id)

Selain itu, bukan tak mungkin akan berkembang ke arah suka memberikan mainan yang dibawanya pada teman-temannya. Apalagi tujuannya kalau bukan untuk mendapat nilai lebih di mata teman-temannya. Tentu mereka akan lebih menilainya positif jika mendapatkan barang itu dibanding sekadar pinjam, bukan? Nah, ini, kan, sama saja dengan memanipulasi teman-teman dan persahabatan itu sendiri. Bila dibiarkan bisa keterusan hingga besar, lo. "Ia akan selalu membeli perhatian teman-temannya dengan cara yang sama seperti mentraktir, membelikan barang-barang keperluan mereka, dan sebagainya." Padahal, dalam pergaulan orang dewasa, perilaku pamer paling tak disukai. Yang disukai justru orang-orang yang bisa menunjukkan prestasi atau sesuatu yang sudah melekat dalam dirinya. Kalau yang suka pamer, sih, malah dijauhi. Iya, kan?

Jeleknya lagi, tambah Lita, karena mainannya sudah diberikan pada teman-temannya, ia jadi punya tuntutan lain pada orang tuanya, yaitu minta "ganti rugi" atas barang-barang tersebut. Nah, ini, kan memberatkan orang tua. Itulah mengapa, tegas Lita, perilaku pamer harus dihentikan.

CARI TAHU MOTIVASINYA

Yang pertama harus kita lakukan, cari tahu motivasi si kecil membawa barang-barangnya begitu banyak ke "sekolah". "Bila jawabannya untuk main, kita, kan, bisa bilang bahwa satu atau dua mainan saja sudah cukup untuk dipakai main saat jam istirahat." Soalnya, bila tujuannya bukan pamer, yang dibawanya memang cuma satu-dua jenis mainan saja.

Bila jawabannya tak masuk akal atau ia malah tak bisa jawab, disinilah kita harus waspada, "Ada apa dengan si kecil?", karena berarti ia punya tujuan lain. Nah, kita harus bisa menggali, kebutuhan apa yang ia perlukan. "Bisa jadi demi memenuhi perasaan kurang mendapat perhatian di rumah."

Kemudian, cari tahu pula tanggapan teman-temannya. Misal, ia mengatakan teman-temannya suka, tanyakan, "Sukanya itu sama Kakak atau sama mainan Kakak?" Menurut Lita, anak usia prasekolah sudah bisa merasakan bila perhatian teman-temannya ternyata enggak tulus, hingga ia pun biasanya dengan polos bisa mengungkapkan, "Sukanya sama mainanku. Soalnya, kalau aku enggak bawa boneka, aku enggak ditemenin."

Nah, dari situ kita bisa sekaligus mengajarinya bahwa lingkungan memang tak selamanya sesuai dengan kehendak kita, yaitu selamanya baik pada kita. "Ada orang baik, ada orang ramah, ada pula orang yang mengharapkan sesuatu dari kita. Jadi, kadang memang ada lingkungan yang enggak menyenangkan."

Selanjutnya, kasih pengertian, untuk mendapatkan teman tak harus lewat mainan-mainannya namun bisa dengan menunjukkan prestasinya, bakatnya, atau sesuatu yang melekat pada dirinya seperti ramah tamah, baik hati, dan sebagainya. Jadi, katakan, "Kakak bisa, kok, bermain sama teman-teman tanpa Kakak harus bawa barang-barang itu. Asalkan Kakak baik, ramah, enggak suka ngomong kasar, apalagi sampai menyakiti teman. Pasti, deh, teman-teman akan suka berteman sama Kakak."

Itulah mengapa, bilang Lita, kita seharusnya menggali bakat anak. Misal, dengan memasukkannya ke klub tertentu yang bisa mengasah bakat anak seperti klub melukis, menyanyi, atau klub olahraga. "Berilah pengertian padanya, dengan kelebihan pada bakat atau prestasinya ini, teman-teman pasti akan dengan sendirinya berdatangan. Terlebih lagi bila diimbangi pula dengan sifat-sifatnya yang baik." Toh, bila anak punya kelebihan, juga memupuk rasa percaya dirinya. "Jika ada cara di 'sekolah'nya, pasti ia akan ditunjuk. Nah, itu, kan, berarti penerimaan sosialnya juga baik."

Jadi, si kecil harus belajar menempatkan diri pada lingkungan di mana pun tanpa perlu "membeli" perhatian teman-teman lewat barang-barang miliknya, ya, Bu-Pak.

HARUS DIBAWA PULANG LAGI

Tentunya si kecil juga harus diajarkan tanggung jawab atas perbuatannya, yaitu membereskan barang-barangnya kembali dan membawanya pulang. "Sebelum berangkat, minta ia mencatat barang-barang yang dibawanya. Jadi, ketika pulang, sejumlah itu pula yang harus kembali. Dengan demikian kita mengajarinya bertanggung jawab terhadap barang-barangnya," tutur Lita.