Tak perlu buru-buru berambisi mengubah pasangan Anda bila ia tipe pendiam. Anda juga tetap bisa ngobrol, kok. Kiatnya cuma komunikasi yang efektif.
Kala Irma yang "heboh" dan cerewet menikah dengan Gatot yang pendiam dan kalem, banyak yang menyangsikan kelanggengan perkawinan mereka. Benarkah mereka bisa saling cocok dengan sifat mereka yang bertolak belakang ini? Apakah Gatot tak terganggu dengan kecerewetan Irma, apakah Irma bisa betah ngobrol dengan Gatot yang bak "patung", dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.
Sebenarnya, cocok tidaknya pasangan dengan diri kita sangat tergantung pada kebutuhan masing-masing. Dalam memilih pasangan, kerap diterapkan dua cara. Yang pertama, similarity, yaitu mencari pasangan yang cara berpikirnya atau gayanya sama. Pokoknya menginginkan gaya kesamaan. Yang kedua, complimenter atau menambah apa yang dirasanya bisa menjadi pelengkap dirinya. Misalnya, si pemalu memilih pasangan yang pintar bergaul, si pendiam memilih yang cerewet. Tujuannya agar bisa saling mengisi. Jadi, kalau si cerewet mencari si pendiam atau si pendiam mencari si cerewet, mungkin memang itu yang dicarinya. "Kalau memang itu yang diperlukan, ya, tak jadi masalah," ujar psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI, Dra. Livia Iskandar-Darmawan, MSc.
HASIL SOSIALISASI
Pendiamnya seseorang, terang Livia, bisa jadi karena memang bawaannya demikian. "Bisa juga merupakan hasil dari pengalaman interaksinya." Misalnya, karena sejak kecil ia tak banyak punya kesempatan bicara atau mengemukakan pendapat, maka ia memilih berkembang menjadi anak yang pendiam. "Bisa juga karena berdasarkan pengalamannya, tanpa harus banyak bicara pun keinginan komunikasinya tetap tercapai."
Diakui Livia, lelaki kerap lebih pendiam dibandingkan wanita. Semua ini berkaitan dengan pola asuh. "Sejak awal anak lelaki tak diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya lebih sering. Mereka tak didorong untuk terbuka seperti anak perempuan. Contohnya, kalau anak lelaki menangis, pasti sudah dilarang," tuturnya.
Sebaliknya, perempuan dituntut untuk mempunyai sifat nurturing, yaitu merawat dan memperhatikan perasaan orang lain, sehingga ia lebih banyak punya kesempatan berkomunikasi. Ia jadi terbiasa mengekspresikan perasaan dan pemikirannya secara verbal. Meski ada juga perempuan yang pendiam. "Biasanya, sifat pendiamnya dibentuk karena proses interaksi," jelas Livia.
STRATEGI KOMUNIKASI
Yang penting dilakukan jika pasangan kita pendiam adalah merancang strategi komunikasi agar komunikasi di antara pasangan tetap berjalan baik. Dengan demikian tak terjadi salah pengertian akibat ketidakmampuan menangkap pesan. "Caranya, diskusikan berdua untuk menemukan titik temu tentang cara berkomunikasi atau bagaimana nanti pola komunikasi di dalam keluarga," terang Livia. Jadi, kalau sejak awal sudah diketahui pasangan kita tak banyak omong, jangan menuntutnya untuk berubah menjadi banyak omong. "Lebih baik yang kita pikirkan adalah bagaimana supaya kita berdua bisa tetap berkomunikasi dengan baik."
Komunikasi pun tak melulu harus berupa kata-kata. Bisa juga dilakukan dalam bentuk non verbal. Entah dengan bahasa tubuh, gerak-gerik, atau mimik muka. "Bila suami atau istri mampu menangkap bahasa non verbal dari pasangannya, entah dari cara bicaranya atau bahasa tubuhnya, maka bisa saja pasangannya tak perlu omong terlalu banyak. Toh, mereka sudah bisa menangkap artinya." Bahkan ini kerap kali merupakan komunikasi yang efektif. "Jadi tak perlu memaksa salah satu pihak untuk berbicara sama banyaknya dengan kita."
Begitupun kalau keduanya pendiam. Sepanjang mereka mempunyai cara komunikasi yang baik, tak akan menimbulkan masalah. "Jangan mengira karena sama-sama pendiam lantas tak ada komunikasi sama sekali. Mereka berkomunikasi dengan cara dan strategi tersendiri yang mereka anggap baik dan membuat mereka saling mengerti." Jangan lupa, dua orang yang saling terlibat satu sama lain itu setiap harinya, pasti bisa saling mengerti apa yang dimaksud. "Walaupun caranya mungkin lain daripada orang-orang pada umumnya, mengapa tidak. Itu, kan, tergantung perjanjian antara dua orang dalam satu rumah yang terlibat sehari-harinya. Buat orang lain mungkin strategi mereka tak berfungsi."
Sebaliknya, dua orang yang ramai dan sama-sama heboh tinggal dalam satu rumah pun tak berarti bisa melakukan komunikasi yang baik. Tetap saja mereka perlu memikirkan pola komunikasi yang akan dipakai untuk kelancaran berkomunikasi di dalam rumah tangga. "Ada tendensi, orang yang cerewet memang senangnya ngomong terus. Kadang-kadang lupa, kalau suatu saat dia juga harus menjadi pendengar." Karena mendengar pun, yang dikategorikan sebagai active listening atau mendengar aktif, adalah bagian dari komunikasi yang efektif.