Beda Bangsa, Beda Cara?

By nova.id, Selasa, 27 Juli 2010 | 17:18 WIB
Beda Bangsa Beda Cara (nova.id)

Beda Bangsa Beda Cara (nova.id)

"Foto: Eng Naftali "

Setiap pernikahan adalah proses menyatukan dua individu berbeda sehingga dapat dikatakan sebagai proses adaptasi yang tidak mudah. Bila pasangan yang dinikahi berlatar belakang budaya jauh berbeda (pola komunikasi, bahasa, kebiasaan, pola pikir, pandangan, selera), tentu membuat tantangan terasa lebih berat dan banyak lagi rentan terjadi perselisihan.

"Tak perlu beda bangsa, setiap pasangan yang baru menikah pasti akan menemukan perbedaan. Namun, semuanya pasti bisa dibicarakan dan dicarikan jalan keluar," demikian yang dipaparkan psikolog Nisfie M.H. Salanto, Psi dari LPTUI (Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia).

Lebih lengkapnya ikuti tips menjaga hamonisasi hubungan dengan pasangan berbeda bangsa berikut!

Utamakan Bahasa dan Budaya

Mengapa bahasa menjadi penting? Pertama, kesulitan mengungkap maksud maupun kesalahan dalam penggunaan kata bisa membuat pasangan salah mengerti. Ingat, bahasa juga merupakan produk budaya. Setiap suku atau bangsa memiliki kebiasaan dalam penggunaan bahasa, terutama dalam bahasa percakapan. Kita tidak bisa hanya mengalihbahasakan kata-kata ke dalam bahasa asing. Di beberapa kalimat, kata yang digunakan dapat memiliki perbedaan makna.

Kedua, penyampaian dengan logat, intonasi, ritme dan sikap bicara yang kurang tepat, juga bisa mendatangkan penafsiran yang salah oleh pasangan.

Kuncinya, pahami cara berkomunikasi verbal dan non-verbal dengan baik. Pandai-pandailah memahami makna dan cara penyampaian yang baik sesuai dengan bahasa yang digunakan.

Ingat, komunikasi sangat penting karena merupakan jembatan utama untuk mengatasi perbedaan. Bila perlu, sebelum memutuskan untuk menikah, pelajari baik-baik bahasa yang memersatukan Anda dengan pasangan.

Prinsip Sampai Sepele

Anda mungkin terkaget-kaget dengan pasangan yang gemar bicara blak-blakan, tidak senang dengan pasangan yang suka bangun kesiangan, merasa bingung memenuhi selera makan pasangan.

Semua perbedaan ini memang bisa saja terjadi pada pasangan beda bangsa, namun jika masalah yang dihadapi bukan prinsip (misal, agama) masih dapat dicari kesepakatan. Masalah selera makan, itu hanya masalah penyesuaian. Jika komunikasi bagus, umumnya bisa selesai dengan pola komunikasi yang baik dengan pasangan.

Nah, untuk menghadapi masalah yang prinsip, sebaiknya disikapi lebih bijak. Kita tidak bisa meminta pasangan mengubah prinsip hidupnya. Namun cobalah untuk mencari kesamaan dengan pasangan. Selain itu, tanamkan dalam diri untuk meluweskan prinsip-prinsip Anda agar selaras dengan pasangan.

Hindari sikap saling menuntut, sembari saling belajar mengenai prinsip-prinsip pasangan. "Jika perbedaannya adalah prinsip seperti kultur atau kebiasaan, cara mengubahnya adalah dengan belajar dan saling menerima!" ungkap Nisfie menjelaskan.

Ungkapkan dengan Baik

Bila sesekali perbedaan itu mem­buat tak nyaman, utarakan pada pasangan segera. Jangan men­diamkan atau memendam dalam hati.

Namun ketika mengutarakan kritik, tetaplah berpegang pada prinsip menjaga relasi. Perhatikan situasi, timing, dan suasana hati pasangan saat mengutarakan keluhan. Misal, jangan mengutarakan ketika pasangan sedang sibuk, marah, sedih, ataupun kelelahan.

Selain itu, perhatikan pemilihan kata-kata agar tidak timbul salah persepsi. Kesalahan dalam pemilihan kata, bisa membuat pasangan tidak menangkap maksud Anda. Ujung-ujungnya, Anda tidak mendapat solusi yang diinginkan.

Testimoni Mereka

Tatie Sri Wulandari (Istri Gregor Gorjan)

Menikah dengan pria asing tidak selalu berbuah manis bagi Tatie. Sekali waktu ia pernah dituduh sedang "melayani" tamunya.

Namun secara keseluruhan, Tatie beruntung menikahi Gregor yang sangat menghargai pendapatnya. Ia pun senang karena suami tidak melulu minta dilayani, justru senang menyiapkan sarapan dan pakaiannya sendiri.

Kendati ada beberapa kendala akibat dua bahasa sehari-hari digunakan Gregor, namun Tatie pun mencoba semampunya menggunakan bahasa lokal, terutama dengan mertua.

Soal kebiasaan dan budaya, Tatie merasa beruntung, silaturahmi dan tata krama orang di Slovenia hampir tak jauh beda. Hanya, mereka lebih liberal dan suka bicara blak blakan juga (terkadang) agak keras. Namun lama kelamaan, Tatie paham, bila suara keras dan kata-kata itu bukan bermaksud kasar seperti anggapannya.

Meski bahagia di negeri orang, Tatie tak dapat menafikan rasa rindu pada kampung halaman. "Pernah sekali waktu aku masak sambel terasi, terus kata suamiku baunya kayak kaus kaki belom dicuci. Tapi, kalau ikutan makan sambal atau tumis, suami ikutan makan juga. Katanya, 'Rasanya aneh tapi it's okay.' Haha," ujar Tatie.

Ita Sirait (istri Richard Bailey)

Menikah dengan pria bule, bagi Ita Sirait, tidak membuat sebuah perbedaan besar dalam hidupnya. Ita memang sudah berpengalaman menjalin hubungan sosial dengan tamu bule yang belajar gamelan dan bahasa Indonesia di kampusnya. Apalagi nilai agama dan budaya yang dimiliki Richard tak bertolak belakang dengannya. Meski demikian, Ita mengakui tetap memiliki sedikit ganjalan di hati yaitu keinginannya agar suami menguasai bahasa daerah.

"Ngajarin bahasa daerah itu ada kebanggaan tersendiri dari orang Batak, apalagi kalo suami bisa bahasa Batak," ujar Ita.

Mengenai penerimaan pasangan, Ita juga merasakan banyak hal positif dari Richard. Suaminya terbuka dan dirasa pas dengan kepribadiannya yang juga senang blak-blakan. Lebih memudahkan lagi, lingkungan sekitar Ita juga mudah menerima keberadaan mereka. Kini berkat suaminya yang berkebangsaan Amerika, Ita makin semangat belajar bahasa Inggris.

Laili Damayanti

model: Yana, Sindhunata

make-up: Ari Sebastian (0819 111 711/0856 227 3111)