Jangan Biarkan Ia Merebut Milik Orang Lain

By nova.id, Senin, 10 Januari 2011 | 17:01 WIB
Jangan Biarkan Ia Merebut Milik Orang Lain (nova.id)

Lagi pula, dengan kita minta si kakak atau anak yang lebih besar untuk mengalah, dampaknya juga tak bagus buat si kakak. Ia merasa diperlakukan tidak adil, misal. Jadi, jangan pernah terpancing untuk "memenangkan" si adik, ya, Bu-Pak.

AJARKAN EMPATI

Begitu pun bila si kecil menginginkan mainan temannya, kita tak boleh berpihak kepadanya. Ingatkan dia untuk minta ijin dulu pada temannya. Ia pun harus diajarkan untuk juga meminjamkan mainannya. Bila ia cuma mau pinjam tanpa mau meminjamkan, kita harus berani bersikap tegas. Tapi bukan dengan cara memarahinya di depan si teman, lo, melainkan beri ia pilihan, "Kita pulang saja dan Adik hanya boleh main kalau enggak mengambil mainan teman."

Pada si kecil perlu pula diajarkan untuk berempati, "Bunda pingin tahu, deh, gimana, sih, perasaan Adik kalau mainan kesayanganmu Bunda ambil. Pasti Adik sedih dan ingin marah, kan? Nah, begitu juga teman Adik." Contoh sederhana ini, menurut Itje, biasanya lebih mudah. "Jelaskan juga, tentunya dengan bahasa yang mudah dimengerti anak, kalau ia merebut terus, tak akan ada yang mau main dengannya."

Strategi lain perlu diterapkan bila si kecil dan temannya sama-sama berusia batita, sama-sama keras dan tak ada yang mau mengalah, yakni alihkan pada permainan lain yang lebih mengutamakan kebersamaan. Misal, "Kita main kereta-keretaan aja, yuk. Adik tunggu di sana dan Iwan di sini." Dengan begitu, si kecil dan temannya akan lupa pada "percekcokan" mereka, sementara kepuasan bermain bisa tetap terpenuhi.

Bila si kecil sudah terlanjur merebut mainan teman, apalagi ia juga menolak kala diminta mengembalikan mainan itu dan malah mengamuk, mau tak mau kita harus bicara dengan orang tua si teman. "Minta maaf kepada si orang tua dan tanyakan, boleh-tidak mainannya dipinjam sebentar." Tapi sesudahnya, segera kembalikan bila si kecil sudah lupa pada mainan itu.

Bila setelah dikembalikan ternyata si kecil ingat lagi pada mainan itu, "katakan terus dan jangan bohongi mainan itu dimakan tikus, misal. Kemudian alihkan perhatiannya dengan melakukan aktivitas yang disukai anak semisal baca cerita." Pesan Itje, jangan sekali-kali mengalihkan perhatian si kecil dengan menjelek-jelekkan atau membanding-bandingkan semisal, "Ah, mainan jelek kayak gitu aja dimauin. Mainan kamu, kan, lebih bagus dari mainan dia." Cara begini cuma menimbulkan persaingan tak sehat. Lebih baik, unggulkan saja miliknya tanpa harus dibanding-bandingkan, "Adik, kan, juga punya mobil-mobilan. Mobil-mobilan Adik bagus, lo. Lihat, nih, pintunya bisa dibuka. Bagus, kan?"

GALI PERASAAN ANAK

Hal lain yang harus diperhatikan, bukan tak mungkin perilaku si kecil yang seperti itu lantaran ia ingin mendapat perhatian. Bila demikian, saran Itje, kita harus introspeksi diri; apakah perhatian kita lebih tercurah pada hal lain ketimbang dirinya hingga ia merasa tak diperhatikan lalu berulah dengan merebut milik teman/saudaranya. Hati-hati, lo, sekali ia berulah begitu dan mendapat perhatian, ia akan mengulanginya. Ia belajar, "Oh, lewat cara ini, ternyata Ayah dan Bunda jadi perhatiinaku."

Di sini, kepekaan kita diperlukan untuk menentukan sejauh mana perilaku si kecil bisa ditolerir. "Kan, kita bisa menilai, kenapa dan ada apa sebenarnya dengan anak; kapan terjadi dan bagaimana frekuensinya, dalam arti baru kali ini atau sudah ke sekian." Selain, kita perlu menjajaki perasaannya hingga alasannya mengambil mainan teman bisa terungkap jelas. Misal, "Sebenarnya kenapa, sih, Adik? Lagi kesel, ya, sama Bunda?" Lewat dialog ini, kita sekaligus mengajak ia mengenali emosinya karena anak usia ini, kan, belum bisa membedakan kapan ia tengah marah, kesal, atau sedih.

Ajarkan pula bagaimana ia harus mengelola gejolak emosinya, "Kalau Adik kesal sama Bunda, bukan begitu caranya.", atau, "Kalau Adik pingin sesuatu, bilang, dong, sama Bunda, bukan malah ngamuk atau diem begitu."

Bila ia sempat ngamuk, cobalah tenangkan dirinya dengan memeluknya, misal. Akan sia-sia, Bu-Pak, bila di saat si kecil nangis, kita malah repot tanya segala macem atau sambil marah-marah.