"Ceritanya Yang Kemarin Lagi, Ya, Pa"

By nova.id, Rabu, 5 Januari 2011 | 17:00 WIB
Ceritanya Yang Kemarin Lagi Ya Pa (nova.id)

Menghadapi anak yang demikian, saran Lusi, sebelum Anda mendongeng/membacakan sesuatu cerita untuknya, buatlah jadwal. Misal, hari ke-1 sampai ke-3 mendongeng yang disukai anak; hari ke-4 sampai ke-5, Anda dan anak melakukan tanya-jawab seputar dongeng/cerita tersebut; hari ke-6 dan ke-7, minta anak untuk menceritakan kembali dongeng tersebut menurut versinya. "Dari jadwal itu, Anda bisa memperoleh data mengenai penguasaan anak terhadap dongeng atau cerita tersebut."

Selanjutnya, bila ia sudah menguasai dongeng/cerita itu, mulailah mendongeng/bercerita tema lain. Tentu pengalihannya enggak mendadak, ya, Bu-Pak.

"Diskusikan dulu dengan anak sambil merayunya agar ia mau menerima cerita yang baru." Misal, "Wah, Adek hebat, nih, sudah tahu semua cerita Kancil dan Buaya. Sampai hapal lagi. Nah, gimana kalau sekarang Adek dengerin cerita Malin Kundang. Ceritanya juga bagus, lo."

Sebaliknya, jika ia belum menguasai cerita/dongeng terdahulu, hendaknya Anda mengevaluasi cara atau teknik Anda sewaktu menyampaikan dongeng/cerita itu. "Ceritakan kembali dongeng itu dengan cara dan teknik yang berbeda-beda, satu sampai tiga hari." Yang harus diperhatikan, jangan sampai anak tertidur sewaktu didongengkan. "Jadinya malah enggak efektif. Cerita yang Anda sampaikan tak semuanya dapat tertangkap oleh anak dengan baik, sehingga apa yang Anda sampaikan akan sia-sia." Menurut Lusi, lama mendongeng yang pas adalah 10-15 menit.

BUAT PERJANJIAN

Tapi jangan kecewa, lho, Bu-Pak, bila si kecil menolak diceritakan dongeng yang baru. Jangan pula dimarahi atau diancam semisal, "Pokoknya, Bunda enggak mau lagi bacain cerita kalau Adek enggak mau dibacain dongeng yang baru."

Soalnya, terang Lusi, perilaku demikian tak ada faedahnya, malahan menyebabkan anak jadi minder, "karena sewaktu diancam, timbul perasaan bersalah dalam dirinya atau ia merasa apa yang dilakukannya pasti enggak baik dan selalu salah." Kalau sudah begitu, bisa-bisa perasaan minder ini akan terbawa terus sampai dewasa.

Memang, aku Lusi, ada segi negatifnya juga bila anak hanya mendengarkan dongeng/cerita yang itu-itu saja, yaitu pengetahuan dan wawasannya jadi tak bertambah luas. Nah, agar dampak negatif ini dapat terhindar dan anak pun mau mendengarkan cerita/dongeng yang baru, sarannya, buatlah perjanjian dengan anak. Misal, "Sekarang Bunda akan ceritain dongeng yang Adek mau. Nah, besok giliran Adek mendengarkan dongeng baru. Bunda punya cerita tentang boneka kayu yang hidungnya panjang, yang oleh peri cantik dibikin hidup jadi manusia. Bagus, lho, ceritanya."

Dari pengalaman, Lusi yakin, bila cara tersebut dilakukan dengan bijak, anak pasti akan dapat menerimanya. Jadi, tergantung pintar-pintarnya Ibu-Bapak membujuk dan merayu si kecil, ya.

Julie / Gazali Solahuddin  

MINTA DIPUTARKAN LAGU YANG SAMA

Seperti halnya minta didongengkan/diceritakan yang itu-itu lagi, kebiasaan ini juga bisa disebabkan berbagai hal. Diantaranya, anak belum hapal lagu tersebut atau belum puas mendengarkannya.

Menurut Lusi, lagu sangat baik untuk perkembangan anak karena ia bisa belajar mengenai nada, kata-kata, dan sebagainya. Jadi, "sebagaimana pengulangan dongeng/cerita, sewaktu mendengarkan lagu pun, ia tengah berusaha meningkatkan pemahamannya akan arti lagu tersebut." Bukankah sewaktu kecil kita juga hanya mengikuti saja lagu, misal, Bintang Kecil, tanpa mengetahui arti atau maksud dari lagu tersebut?

Itulah mengapa, Lusi juga tak menganjurkan Anda melarang anak mendengarkan lagu yang itu-itu lagi. Apalagi, lewat lagu, anak juga bisa belajar kata-kata yang benar. Misal, pada awalnya anak menyebut "pelangi-pelangi" dalam lagu Pelangi dengan "pelangit-pelangit". Tapi setelah lagu tersebut sering didengarnya, maka ia pun sadar, "Oh, bukannya pelangit-pelangit, tapi pelangi-pelangi."

Sekalipun manfaatnya banyak, namun Ibu-Bapak tak boleh membiarkan si kecil dengan kebiasaannya itu. Selain pengetahuan dan wawasannya enggak bertambah lantaran ia cuma tahu lagu itu saja, "kemungkinan ekspresinya juga tak akan terlatih secara baik." Misal, ia hanya suka lagu Pelangi, maka ia hanya mampu mengekspresikan lagu tersebut.

Jadi, selain ia diberi kesempatan mendengarkan lagu yang itu-itu saja, ia pun harus diberi kesempatan untuk mendengarkan lagu-lagu lain. Caranya, tak beda dengan memperkenalkannya pada dongeng/cerita baru. Yang penting diperhatikan, pilihlah lagu-lagu yang edukatif. Apalagi lagu-lagu anak sekarang yang kerap ditayangkan di TV maupun radio, menurut Lusi, kurang variatif dan cenderung monoton. "Kebanyakan arahnya cenderung komersial dan hanya mode pada saat itu, sementara segi edukatifnya dikesampingkan."

Sebaiknya, lanjut Lusi, anak lebih sering diperkenalkan dengan lagu-lagu anak klasik semisal karya A.T. Mahmud. Selain bersifat edukatif, juga mudah dicerna dan dipahami oleh anak, serta sangat baik untuk mengasah emosi anak.

CERITAKAN PENGALAMAN ANDA SEWAKTU KECIL

Bapak-Ibu pastilah punya pengalaman pribadi yang menarik sewaktu kecil. Misal, mandi di sungai setiap pagi bersama teman-teman. "Ini akan sangat membantu anak dalam memperkaya wawasan dan imajinasinya, lho," ujar Lusi. Bukankah dengan sering mendengarkan cerita itu, anak akan mencoba membayangkan sungai yang selalu dijadikan tempat mandi oleh ayah/ibunya, "Wah, pasti sungainya sangat bersih dan jernih airnya. Pemandangannya juga indah sekali, banyak pohonnya, banyak bunga-bunganya, banyak burung bernyanyi, dan udara sekitarnya pun pasti sangat sejuk." Secara tak langsung, lanjut Lusi, Anda telah menanamkan pada anak akan kecintaan terhadap lingkungan. "Anak pun akan menginginkan suasana demikian karena selama ini hal tersebut belum pernah ia alami, apalagi bagi anak-anak yang mukim di perkotaan."