Waspada Bahaya di Balik Implan Bokong yang Sedang Jadi Favorit!

By nova.id, Rabu, 3 Desember 2014 | 01:36 WIB
Waspada Bahaya di Balik Implan Bokong yang Sedang Jadi Favorit (nova.id)

TabloidNova.com - Seorang konsultan dan ahli bedah plastik anggota BAAPS (British Association of Aesthetic Plastic Surgeons), Nilesh Sojitra, mengaku tidak terkejut melihat fenomena pembesaran bokong pada perempuan Inggris.

Menurutnya, sudah ada peningkatan tajam jumlah perempuan Inggris usia 18-30 tahun yang meminta prosedur pembesaran bokong, setelah di Amerika Selatan sangat populer selama bertahun-tahun. Namun, konsumen perlu waspada bahaya di balik operasi bokong yang sedang jadi favorit ini.

Seorang profesor dan ahli bedah plastik Dr Fuat Yuksel baru-baru ini melakukan penelitian sendiri dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 200 persen kenaikan jumlah permintaan untuk operasi pembesaran bokong selama 12 bulan terakhir di Inggris.

"Telah lama dibicarakan di industri operasi plastik di Inggris bahwa operasi pembesaran bokong akan menjadi tren berikutnya," terang Fuat menegaskan Nilesh. "Operasi ini menjadi populer akibat banyaknya selebritas yang memiliki basis penggemar banyak memperlihatkan kebiasaan baru mereka (belfie), sehingga memengaruhi para penggemar untuk memiliki obsesi memiliki penampilan seperti mereka."

Kendati demikian, lanjut Fuat, banyak ahli bedah plastik di Inggris yang memutuskan untuk menolak dengan tegas melakukan prosedur itu. Mereka berpikir, kata Fuat, hasilnya tidak akan cukup terlihat baik dibandingkan risikonya, atau benar-benar menganggap tidak aman sama sekali.

Di sisi lain, biaya untuk melakukan suntik transfer lemak ke bokong ini sangat mahal. Mulai dari 3.000 hingga 7.000 poundsterling (sekitar Rp 57 juta - Rp 134 juta). Oleh karena itu, Fuat menduga, banyak wanita Inggris yang mencari solusi ke luar negeri dengan harapan mendapatkan prosedur yang sama namun dengan harga yang jauh lebih murah.

Padahal, tidak ada jaminan melakukan operasi di luar negeri akan lebih aman; bahkan justru sebaliknya. Seperti yang dikatakan oleh konsultan dan ahli bedah kosmetik Paul Banwell dari The Banwel Clinic, "Hampir semua implan harus diambil di beberapa titik. Bentuknya padat, tidak seperti implan lembut yang biasa digunakan untuk pembesaran payudara. Maka, pasien untuk pembesaran bokong akan sering terinfeksi."

Nilesh menyetujui pendapat Paul. "Di NHS (National Health Service), seringkali kami lihat wanita yang telah memiliki prosedur di luar negeri datang ke sini dengan implan mereka yang terangkat. Bayangkan saja, setelah operasi mereka harus kembali ke negaranya selama 14 jam dan berharap menjadi oke. Tapi ternyata, mereka harus kembali dirawat di rumah sakit minimal empat minggu."

Nilesh juga mengatakan, "Itulah mengapa ada istilah, 'Anda akan mendapatkan apa yang Anda bayar.' Jadi seperti itulah yang mereka dapatkan dengan biaya operasi yang murah. Ditambah lagi, hampir semua wisata medis, tak punya tindakan aftercare yang dapat diandalkan."

Prosedur ini, lanjut Nilesh, seringkali dijual oleh klinik di luar negeri pada masa liburan. "Bayangkan saja jika Anda melakukannya, Anda akan dibuang di sebuah hotel di suatu tempat yang belum tentu kita tahu lokasinya. Para perawatnya pun tak berbicara dalam bahasa Inggris, sehingga sulit untuk meminta bantuan jika Anda sakit parah."

Lebih berbahayanya lagi, kata Nilesh, "Anda tidak tahu apa yang digunakan dokter dan perawatnya. Obat-obatan yang diberikan bisa saja sudah kadaluarsa," imbuh Nilesh, seraya mengutip kasus penari Claudia Aderotimi yang meninggal pada 2011 setelah diduga melakukan implan silikon yang menyebabkan pembekuan darah pada dirinya.

Intan Y. Septiani/The Telegraph