Sebetulnya alamiah, kok, jika hormon seks berkurang. Yang jadi masalah jika hal itu terjadi sebelum waktunya.
Bicara mengenai seks, perbedaan alat seksual antara wanita dan pria, libido, dan sebagainya, tentunya tak bisa dilepaskan dari hormon-hormon seksual. Hormon-hormon seks ini akan berfungsi bila pria atau wanita sudah akil baliq.
Seperti diketahui, pria memiliki hormon seks yang disebut testosteron. "Hormon ini dikeluarkan oleh buah zakar atau testis dan dilepaskan masuk ke dalam darah," terang Prof. Dr. H. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D., SpAnd., dari FKUI. Dengan adanya hormon ini akan terlihat sifat-sifat seks sekunder, semisal keluar jakun, berjanggut, berkumis, suaranya dalam, berotot, serta timbul gairah seks/libido. Selain itu, hormon ini juga akan mempengaruhi buah zakar dan testis untuk mengeluarkan bibit jantan atau sperma di dalam testis.
Pada wanita, hormon seks terdiri atas hormon esterogen dan progesteron, yang menyebabkan sifat-sifat seks sekunder, seperti bersuara lembut, lebih menonjol kewanitaannya, payudaranya besar, pahanya montok, dan sebagainya. Hormon ini juga mengatur ovarium atau indung telur agar matang dan mengeluarkan ovum, sampai akhirnya terjadi ovulasi dan keluar di rahim. Juga, mematangkan dinding rahim untuk persiapan menerima janin atau embrio. "Jadi, kalau ada sperma masuk dan bertemu setelah persetubuhan, akan terjadi fertilisasi, lalu jadi zygote, dan kemudian embrio. Seandainya tak ada sperma masuk, maka semuanya ini, akan dikuras dan terjadi menstruasi."
Pada wanita pun ada hormon testosteron, hanya saja dalam jumlah yang rendah. Bila hormon laki-laki ini atau testosteronnya kelebihan, maka bisa menyebabkan si wanita berkumis dan berbulu banyak. Sebaliknya, pada laki-laki ada pula hormon estrogen dan progesteronnya, juga dalam jumlah yang rendah. Kalau ini kelebihan, maka si pria akan mempunyai buah dada yang besar dan suaranya pun lembut seperti wanita.
MENOPAUSE DAN ANDROPAUSE
Nah, karena adanya hormon seks ini akan memunculkan sifat-sifat seks sekunder, yang salah satunya adalah gairah seks, maka tak heran jika hormon seks terganggu akan berakibat pula pada gairah seks. Adapun yang dimaksud hormon seks terganggu ialah bila hormon tersebut mengalami penurunan atau berkurang. "Sebenarnya, dengan bertambahnya usia seseorang, maka hormon-hormon seks pun akan berkurang secara pasti," kata Arjatmo.
Berkurangnya hormon-hormon seks lantaran usia yang bertambah inilah yang disebut menopause bagi wanita dan andropause bagi pria. Jadi, sifatnya alamiah sekali, ya, Bu-Pak. Umumnya, menopause muncul sekitar usia 45-50 tahun, sedangkan andropause di usia sekitar 50-60 tahun. Yang berkurang adalah hormon estrogen pada wanita dan hormon testosteron pada pria.
Kendati alamiah, tak semua pria-wanita mau menerima kenyataan tersebut. "Umumnya laki-laki ingin jantan lagi dan ibu-ibu takut ditinggalin suami karena kekurangan hormon ini." Juga yang paling ditakuti, adanya osteoporosis atau keropos tulang. Sehingga muncullah apa yang dinamakan estrogen/testosteron replacement therapy untuk mengatasi hal ini. Walaupun demikian, tak selalu kekurangan hormon ini bisa diatasi dengan minum vitamin-vitamin pengganti hormon ini. "Apalagi bila jaringan selnya memang sudah rusak, sangatlah sulit."
TERJADI LEBIH DINI
Yang jadi persoalan, jika hormon-hormon seks berkurang, justru sebelum waktunya alias lebih dini. Pasalnya, jika terjadi menopause/andropause dini, "bisa dipastikan gairah seks jadi menurun, bahkan ada yang tak mau berhubungan seks lagi," ungkap Arjatmo. Tentunya hal ini akan menimbulkan masalah jika salah satu pihak ternyata mengalami menopause/andropause dini.
Tak hanya itu, dengan munculnya menopause/andropause dini, baik pria maupun wanita yang bersangkutan, tak bakalan bisa punya anak. Sebab, tak ada lagi sel telur/spermanya. Bukankah dengan munculnya menopause, maka si wanita tak mengalami menstruasi lagi atau sel telurnya tak keluar? "Ada juga yang menstruasinya positif tapi sel telurnya tidak ada atau negatif." Hanya saja, secara fisik hal ini tak bakalan ketahuan, harus lewat pemeriksaan dengan USG. Yang bisa ditandai secara fisik hanyalah orang tersebut jadi sering marah, tubuh terasa lemas, kurang bergairah, cepat capek, loyo, tidak bersemangat atau turun semangatnya.
Sementara pada pria, andropause ditandai dengan keluarnya air mani tapi spermanya negatif. "Dia bisa melakukan hubungan seks, tapi tak bisa membuahi. Ibaratnya senjata api, tapi tanpa peluru. Jadi dia bisa berhubungan, tapi spermanya tidak ada." Ini pun orang awam tak bisa melihat, kecuali kalau air maninya diperiksa di bawah mikroskop. "Biasanya kalau pria tersebut andropause, air maninya putih bening tidak keruh."
Dengan demikian, jika salah satunya normal, misal ada sel telurnya tapi tak ada spermanya, atau sel telurnya tak ada tapi spermanya ada, tetap saja tak bakalan membuahkan anak meski sudah berintim-intim puluhan kali.
KELAINAN GENETIK
Biasanya, jika hormon-hormon seks berkurang di usia produktif atau lebih dini, penyebabnya adalah faktor kelainan genetik. "Kita juga bisa tahu dari bentuk tubuhnya, kok. Misal, buah dadanya tak berkembang," papar Arjatmo. Sayangnya, kelainan ini sudah dari sananya alias susah dicari penyebabnya. "Kalau, toh, ketahuan karena adanya kelainan kromosom, pengobatannya juga akan susah."
Ada juga yang bukan lantaran kelainan. Jadi, memang tubuhnya biasa saja, hanya hormon-hormonnya saja yang rendah. "Mungkin karena pengaruh makanan yang tak sehat, misalnya kebiasaan makan makanan tak seimbang atau tak mencukupi 4 sehat 5 sempurna."
Bisa juga karena pengaruh kebiasaan-kebiasaan hidup, seperti merokok, kelelahan, pengaruh dari polusi, dan sebagainya, yang bisa menghancurkan jaringan dan sel sehingga sel akan keropos dan berkarat. "Ini bisa dicegah dengan minum vitamin-vitamin yang bersifat antioksidan, yang berisi vitamin A, vitamin C, vitamin E." Nah, Bu-Pak, mengingat gejalanya tak kasat mata, tak ada salahnya kita memeriksakan diri ke dokter jika libido dirasakan mulai menurun.
Dedeh