"Wah, Kok, Diagnosisnya Beda, Sih?

By nova.id, Kamis, 7 April 2011 | 17:06 WIB
Wah Kok Diagnosisnya Beda Sih (nova.id)

* Waktu Pemeriksaan

Selang waktu sedikit saja di antara konsultasi pertama dan kedua, memungkinkan terjadinya perubahan kondisi kesehatan pasien. Misalnya di hari pertama saat pasien merasa mual biasa, oleh dokter besar kemungkinan ia dinyatakan terkena sakit mag. Namun karena penyakitnya tak kunjung sembuh, anak pun dibawa lagi ke dokter lain 2-3 hari berikutnya. Keluhan mual yang dirasakannya kini sudah berbeda, yakni terasa lebih berat dibarengi perasaan tertusuk di perut sebelah kanan. Dengan keterangan seperti itu, dokter diarahkan untuk memeriksa usus buntunya, sehingga diketahui bahwa penyakitnya adalah radang usus buntu.

LANGKAH PENDUKUNG KETEPATAN DIAGNOSIS

Menurut Muljono, setidaknya ada 3 langkah pendukung ketepatan diagnosis seperti yang dijelaskannya berikut:

1. Anamnesis

Pada tahap ini, dokter akan mengajukan sederet pertanyaan, semisal apa saja yang dirasakan, bagaimana dan kapan ia merasakan keluhan sakit tersebut. Bila pasien jujur, tidak lupa, mengatakannya secara detail dan jelas, biasanya diagnosis akan berhasil ditegakkan dengan baik. Sayangnya, tidak sedikit pasien yang justru tidak jujur, lupa, malu atau memang tidak bisa mengungkapkannya secara jelas. Akibatnya, besar kemungkinan hasil diagnosis sulit ditegakkan atau diagnosisnya kurang tepat. Menurut Muljono, perbedaan diagnosis biasanya terjadi pada tahap ini. Pada pasien anak kecil, contohnya, bukan hal mudah untuk mengorek keterangan apa yang sebenarnya dirasakan. Di sinilah pentingnya kemahiran dokter dalam menggali informasi dari pasien ciliknya agar bisa mendiagnosis secara tepat.

Biasanya, penyakit berbeda yang memiliki keluhan sama sering didiagnosis salah. Contohnya mag dan usus buntu. Terlebih bila dokter yang menegakkan diagnosis kurang berpengalaman atau pemeriksaan dilakukan secara kurang mendetail. Sama halnya dengan penyakit paru-paru yang harus ditelusuri apakah masih tergolong peradangan ringan, sudah berat atau malah mengarah ke TBC.

2. Pemeriksaan Fisik

Untuk memperkuat hasil anamnesis, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik. Salah satunya dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan semacam ini diperlukan untuk membuktikan sekaligus menguatkan dugaan yang muncul saat anamnesis. Jika di saat anamnesis pasien mengaku demam, dan sering batuk disertai keluhan pusing, maka yang segera muncul di benak dokter pastilah radang paru. Nah, untuk mengetahui lebih mendalam benar tidaknya radang paru, dan apakah sudah kronis atau belum, digunakanlah stetoskop.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Yang termasuk di sini adalah foto rontgen, pemeriksaan urin, darah, dan sejenisnya. Bila hasil pemeriksaan dengan stetoskop dianggap belum bisa memastikan tingkat bahaya penyakit tersebut, biasanya pasien diminta melakukan pemeriksaan laboratorium. Dengan demikian, semakin banyak data yang diperoleh, hasilnya pun diharapkan akan semakin akurat. Namun tidak jarang, data yang kian banyak dan mungkin menunjukkan kontradiksi malah akan membingungkan. Hal ini biasanya terjadi pada pasien yang mengidap penyakit "misterius".

Dengan kelengkapan pemeriksaan seperti ini, biasanya perbedaan diagnosis antara dokter yang satu dengan yang lain, tipis kemungkinan akan terjadi. Berbeda halnya bila pemeriksaan dilakukan seadanya dan asal-asalan tanpa ditanya apa keluhan yang dirasakannya, tapi langsung diperiksa fisik yang sama sekali tak terkait.