Benarkah Ngidam Cuma Mitos?

By nova.id, Rabu, 7 April 2010 | 17:52 WIB
Benarkah Ngidam Cuma Mitos (nova.id)

Korelasi yang biasanya muncul adalah jika selama hamil si calon ibu mengalami gangguan emosional, maka anak yang lahir berat badannya akan kurang dibanding berat badan bayi lain. "Padahal, berat badan bayi sangat penting. Penelitian di Jepang menunjukkan, apakah anak itu akan tumbuh menjadi bayi yang sehat atau tidak, tergantung juga pada berat badan waktu lahir," tutur Dharmayati.

Jadi, tegas Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi UI ini, sifatnya korelasional, bukan sebab-akibat. "Mungkin ada faktor lain yang kita tak tahu. Tapi bayangkan, jika orang depresi, biasanya ia tak mau makan. Nah, ini, kan, menganggu pertumbuhan janin. Misalnya lagi karena depresi lantas ingin tidur terus atau tak bisa tidur dan minum obat tidur. Kan, dampaknya bisa ke bayi juga."

Lantaran itulah Nasdaldy menekankan perlunya penjelasan dokter tentang proses kehamilan dan dampak yang harus dihadapi sehingga ia mengerti, kehamilan ialah proses alamiah yang tak perlu ditakutkan. "Cuma, pada awal kehamilan memang muncul gejala yang tak menyenangkan. Tapi itu bukan suatu kelainan dan tak perlu ditakutkan karena bisa diatasi."

CUMA MITOS

Sayangnya, masyarakat terlanjur percaya bahwa wanita hamil pasti mengidam. Maka kalau ada yang tak mengidam, orang malah bingung. "Ini cuma masalah persepsi. Orang menganggap, kalau hamil harus ngidam. Padahal tidak," tukas Nasdaldy. Apalagi jika pasangan, terutama si istri sudah siap menyambut kehamilan, umumnya tak akan mengidam.

Mengidam, menurut Nasdaldy, tak ada sisi positifnya. Malah merepotkan. "Yang ada cuma efek yang tak menguntungkan." Misalnya, ibu hamil minta sesuatu tapi si suami tak mendapatkan. "Bisa saja ia merasa kesal dengan segala efeknya. Misalnya, jadi malas makan atau muncul perasaan menolak kehamilan. Akibatnya tentu akan berpengaruh pada janin yang tengah dikandungnya."

Nasdaldy malah menegaskan, "Mengidam itu sebetulnya cuma mitos." Misalnya ibu hamil ngidam makan makanan pedas, maka anaknya kelak laki-laki. Padahal, "Jenis kelamin sudah ketahuan begitu terjadi pembuahan. Itu, kan, cuma kata orang." Begitupun bila dikatakan, "Ini permintaan si jabang bayi." Bahkan ada yang ngidam ingin mengelus kepala botak orang lain. "Itu, kan, enggak logis!"

Dharmayati menganjurkan, wanita hamil sebaiknya bertanya kepada dirinya jika muncul pikiran yang aneh-aneh di benaknya. "Apa-apaan, sih, kok, saya mikirnya jadi begini?" Kalau memang capek, ya, kurangilah aktivitas. Yang penting, "Berusahalah untuk tak membawa pikiran negatif."

Jadi, berpikirlah positif. Misalnya, "Sekian juta wanita hamil bisa menjalani kehamilannya dan melahirkan dengan baik, kenapa saya tidak?" Atau, "Bila saya enggak mau makan, nanti saya tak sehat. Kasihan bayi saya. Makanya saya harus makan." Dengan demikian, wanita hamil akan siap secara psikologis. "Kalau lebih siap secara psikologis, maka tak akan ngidam yang aneh-aneh."

Dharmayati juga menyarankan, wanita hamil sebaiknya mengendalikan diri. Dalam arti agar suasananya enak, termasuk hubungannya dengan si bayi yang tengah dikandung. Lagipula, "Jika keinginannya aneh-aneh, tentu bisa menimbulkan konflik dengan pasangan, kan?"

EKSTRA SABAR

Yang terpenting dalam kehamilan, seperti ditekankan Nasdaldy dan Dharmayati, ialah peran suami. "Suami harus memahami bahwa wanita yang sedang hamil itu temperamental. Kadang ada suami yang tak menyadari dan malah ikut-ikutan emosi," tutur Nasdaldy.