Siapa bilang kehamilan urusan istri semata? Para suami juga dituntut untuk memahaminya. Dengan demikian si calon ibu akan lebih mantap menjalani hari-harinya bersama si jabang bayi.
Wanita mana yang tak bahagia jika suami tercinta begitu setia mendampingi, mulai dari saat kehamilan sampai persalinan? Apalagi jika si wanita baru pertama kalinya mengalami kehamilan. Pengalaman ini, selain menyenangkan, tentulah juga menimbulkan kecemasan-kecemasan.
Sebagaimana diketahui, kehamilan menimbulkan banyak perubahan pada diri wanita. Mau tak mau, si calon ibu harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Ini tentunya tak mudah, khususnya bagi yang baru pertama kalinya hamil. Apalagi jika si calon ibu juga tak siap dengan kehamilannya, sehingga akan menimbulkan kegelisahan secara psikologis. Nah, jika suami bersikap acuh tak acuh atau malah tak peduli sama sekali, tentunya akan makin memperparah kondisi psikologis istrinya.
Memang, calon ibu dapat berkonsultasi kepada dokternya. Ia pun dapat meminta bantuan atau dukungan dari orang lain semisal ibunya. Tapi peran suami tetaplah dibutuhkan. Karena suami adalah orang yang paling dekat dan lebih memahami apa yang dibutuhkan istrinya, ketimbang orang lain ataupun dokter.
Sejumlah penelitian membuktikan, kurangnya dukungan dari suami selama kehamilan merupakan faktor yang paling sering menimbulkan post-partum blues atau kesedihan pasca persalinan. (nakita No. 05/I/8 Mei 1999, hlm. 6-7.) Anda tentu tak ingin istri tercinta mengalaminya, bukan?
MENDAMPINGI KE DOKTER
Ingatlah, masalah kehamilan bukan semata-mata menjadi urusan istri. Seperti ditegaskan dr. Nanang Hasani, Sp.OG dari RSIA Hermina Podomoro, "Kehamilan adalah urusan suami dan istri. Dorongan yang diberikan suami pada istrinya yang sedang hamil sangat berperan."
Namun begitu, Nanang tak mengingkari bahwa para suami masih sangat kurang berperan dalam hal ini. Paling tidak, dari pengalaman prakteknya selama menjadi dokter spesialis kebidanan dan kandungan, telah membuktikan hal itu. "Umumnya yang datang ke dokter untuk memeriksakan kandungan hanyalah calon ibu, tanpa didampingi suami. Perawatan kehamilan oleh sang calon ayah masih sangat kurang," katanya.
Padahal, lanjut Nanang, mendampingi istri melakukan pemeriksaan rutin ke dokter sangatlah penting. "Tanpa kehadiran suami, kita kadang-kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan medis, karena terpaksa harus menunggu suaminya datang. Apalagi kalau itu menyangkut darurat kebidanan, seperti eklampsia, perdarahan, dan sebagainya. Padahal, dalam keadaan seperti itu, dibutuhkan tindakan cepat," tutur lulusan Fakultas Kedokteran UI ini.
Itu sebabnya Nanang menganjurkan para suami agar selalu mendampingi istrinya setiap kali berkunjung ke dokter. Bahkan sejak awal kehamilan. "Kalau ada apa-apa, kita, kan, bisa segera melakukan tindakan. Soalnya, istri, kan, tak bisa memutuskan sendiri jika terjadi sesuatu. Ia selalu akan memberi tahu suami. Nah, dengan selalu menemani istri berkunjung ke dokter, maka keputusan dapat cepat diambil," katanya.
Tapi tentu saja bukan hanya lantaran itu, maka Nanang meminta kesediaan suami untuk mendampingi istrinya. Dari kunjungan itu, terangnya, "Si calon ayah juga akan mengetahui keadaan sang istri dan janin yang ada di kandungan. Ini penting. Karena, bagaimana dia bisa mendukung istrinya kalau dia enggak tahu kondisi istrinya?
Jangan sia-siakan kesempatan mendampingi istri berkunjung ke dokter. Tanyakan kepada dokter apa yang ingin dan perlu Anda ketahui. Mintalah nasihat tentang bagaimana seharusnya merawat kandungan. Umumnya dokter akan dengan senang memberikan penjelasan.