Vaksin kombinasi adalah beberapa jenis vaksin yang disuntikkan sekaligus. Sebetulnya, vaksin kombinasi bukan hal yang baru di negara kita, contohnya vaksin DPT, yang merupakan kombinasi vaksin difteri, pertusis, dan tetanus.
Menurut Dr. Jose RL Batubara, Sp.AK, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dengan adanya globalisasi, maka semakin banyak vaksin kombinasi yang akan masuk ke Indonesia. Salah satunya yang baru saja diperkenalkan adalah vaksin DTPw-HB atau Tritanrix yang menggabungkan antigen untuk difteri, tetanus, pertusis (DTP) dan Hepatitis B (HB).
Hasil studi terhadap vaksin yang dikembangkan perusahaan farmasi terbesar di dunia, SmithKline Beecham ini, memperlihatkan kombinasi DTPw-HB sangat efektif dan merangsang respon imun bayi satu bulan setelah menyelesaikan tiga dosis vaksinasi dasar. Respon imun yang diperoleh; antibodi anti-difteri 99,7 persen, antibodi anti-tetanus 100 persen, antibodi anti-pertusis 97,7 persen, dan antibodi anti-HB 99,2 persen. E
FEKTIVITAS VAKSIN
Sebetulnya penyakit DPT dan Hepatitis B sudah enggak asing bagi telinga kita. Betul, kan, Bu-Pak? Sehingga penyakit ini memang menjadi salah satu jenis penyakit yang harus diberantas. Nah, imunisasi sendiri bertujuan untuk mencegah munculnya penyakit. Kenyataannya memang banyak penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan imunisasi. Imunisasi sendiri terbagi dua; imunisasi aktif dan pasif. Pada imunisasi aktif tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas).
Sedangkan pada yang pasif tubuh tidak dengan sendirinya membentuk kekebalan, tapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar. Nah, umumnya bayi dan anak diberi imunisasi aktif karena jenis ini memberikan kekebalan lebih lama. Efektivitas imunisasi aktif diukur dengan memeriksa adanya proteksi terhadap suatu penyakit yang dituju. Pemeriksaan imunoglobin dipakai untuk membuktikan adanya proteksi tersebut. Tapi, ini bukan jaminan mutlak karena pada keadaan tertentu kadar imunoglobin tidak dapat dijadikan patokan terjadinya proteksi.
Nah, imunisasi penyakit Hepatitis B bertujuan untuk memutuskan rantai. "Kalau seorang ibu menderita Hepatitis B, dalam hal ini sebagai carier atau pembawa, pada waktu ia melahirkan, baik lewat darah maupun waktu lahir, Hepatitis B ini akan masuk ke darah bayi. Ini yang harus kita putus," terang Prof. Dr. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Sp.A(K), Ketua Satgas Imunisasi IDAI. Sedangkan imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit difteri, pertusis (batuk rejan) dan tetanus.
Hasil studi terhadap kombinasi vaksin ini sudah bisa dibuktikan. Penelitian menunjukkan, terang Sri, efektivitasnya hampir di atas 90 persen. "Dengan begitu vaksin kombinasi cukup memadai." Kemudian efek sampingnya tidak berbeda jika diberikan secara terpisah. Karena isinya DPT dan Hepatitis B, maka efek sampingnya kurang lebih sama dengan yang dialami pada pemberian DPT.
"Mungkin anak demam sedikit atau sedikit rewel setelah diimunisasi. Atau nyeri sedikit pada bekas suntikan," lanjut Sri. Vaksin DPTw-HB diberikan saat anak berusia 2, 4, dan 6 bulan. Jadwal pemberian imunisasi diberikan dengan melihat beberapa aspek, yaitu usia berapa seorang anak memiliki respon imunologi (respon untuk membentuk antibodi) yang paling tepat. Sampai usia 2 bulan, bayi masih memiliki antibodi ibu (maternal antibodi) yang disalurkan lewat ASI. "Antibodinya masih tinggi, sehingga jika anak diberi antibodi terlalu dini enggak akan efektif. Minimal di usia 2 bulan baru vaksin ini diberikan," terang Sri.
Hal lain yang harus diperhatikan; dosis dan jarak imunisasi. Interval dan cara pemberian yang benar sangat penting untuk efektifitas vaksin. "Jadwalnya juga harus ditepati, lo. Sering sekali terjadi, kebiasaan masyarakat Indonesia, kalau orang tua enggak bisa hari ini, ya sudah ditunda saja besok.
Jadi, pengetahuan dan kesadaran masyarakat juga harus ditingkatkan." Efektivitas vaksin pun harus memperhatikan usia berapa umumnya anak terpapar pada penyakit tersebut. "Kombinasi pemberian di usia 2, 4, dan 6 bulan memang ditentukan karena populasi anak yang terpapar terbanyak di usia itu," ujar Sri. Dari hasil penelitian, yang paling bagus memang pemberian di usia 2, 4, dan 6 bulan.
HARGA MAHAL
Secara umum di Indonesia faktor harga memang masih merupakan kendala terbesar. Harga-harga vaksin saat ini memang cukup meningkat dengan adanya depresiasi rupiah. "Disamping itu, vaksin juga memerlukan treatment tersendiri, terutama dalam hal pengiriman. Karena ia harus dikirim dengan suhu tertentu; antara 2 sampai 8 derajat Celcius. Dengan begitu jelas ini mempengaruhi harga vaksin," terang Widjaja Satriadi, MBA, Presiden Direktur SmithKline Beecham, saat peluncuran vaksin ini beberapa saat lalu.
Nah, untuk menentukan harga vaksin DTPw-HB, lanjut Widjaja, dengan mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya harga enggak boleh lebih mahal dari harga vaksin yang diberikan terpisah. "Kesulitan yang paling utama depresiasi rupiah terhadap kurs mata uang asing, sehingga membuat harga vaksin jauh lebih mahal. Tapi, kita sudah minta support dan Indonesia memang mendapat harga khusus," ujar Widjaja seraya menyebut kisaran Rp 50 sampai 60 ribu untuk sekali vaksinasi.
KUNJUNGAN BERKURANG
Keuntungan pemberian vaksin kombinasi, selain memberikan kekebalan beberapa penyakit sekaligus, juga mempersingkat jadwal imunisasi. Kunjungan ke dokter yang semula harus 6 kali; DPT 3 kali dan Hepatitis B 3 kali. "Nah, dengan vaksin kombinasi berarti hanya butuh 3 kali kunjungan," ujar Sri.
Dengan mempersingkat jadwal kunjungan, angka drop out pasien pun berkurang karena mempertinggi compliance atau kepatuhan orang tua untuk datang ke dokter. "Kadang-kadang pasien, kan, malas kalau harus sering dan bolak-balik ke dokter." Dengan berkurangnya jadwal vaksinasi, maka pasien diharapkan dapat menyelesaikan jadwal vaksinasinya tanpa penundaan.
Karena menggabungkan 2 macam vaksinasi, ini berarti bayi hanya menerima 3 kali suntikan dibandingkan dengan 6 kali suntikan bila menggunakan vaksin tunggal. Rasa nyeri akibat suntikan juga akan semakin sedikit. Kalau terpisah harus enam kali mengalami nyeri, sekarang hanya 3 kali. Bahkan, dari aspek ekonomi juga akan terjadi penghematan, dari biaya konsultasi dokter, harga vaksin, sampai biaya transportasi. "Juga menghemat waktu orang tua yang umumnya sangat sibuk bekerja," ujar Jose. Sayangnya, tekan Sri, vaksin kombinasi DTPwHB merupakan salah satu upaya alternatif, bukan menggantikan vaksin terpisah. "Vaksin yang terpisah tetap terus, apalagi karena memang vaksin kombinasi ini untuk kalangan terbatas saja, belum dipasarkan ke semua rumah sakit atau Puskesmas
EMPAT ASPEK
Menurut Prof. Dr. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Sp.A(K), ada beberapa aspek yang harus diperhatikan sebelum suatu negara mengambil kebutuhan vaksin tertentu. Pertama, apakah negara tersebut memang membutuhkan. "Apakah penyakit yang akan dicegah dengan vaksin tersebut betul-betul merupakan masalah di dalam negara itu, misalnya menimbulkan banyak korban atau kecacatan," ujar Sri. Kedua, apakah memang vaksin memberikan perlindungan yang sempurna (efektivitas). "Apakah antibodi yang dihasilkan memang tinggi, lebih tinggi dari ambang pencegahan. Atau cukup tinggi untuk melawan penyakit itu."
Ketiga, apakah vaksin itu memang cukup aman karena vaksin, kan, berbeda dengan obat. Obat diberikan pada anak yang sakit, sementara vaksin diberikan pada anak yang sehat. "Nah, yang diharapkan justru jangan sampai anak yang sehat menjadi sakit jika diberi suntikan vaksin. Artinya, diperhitungkan pula seberapa jauh efek samping dari vaksin tersebut." Keempat, harga.
"Kalau harganya mahal sekali sehingga tidak terjangkau, ya, buat apa. Karena tujuan imunisasi itu, kan, universal imunisasi," lanjut Sri. Artinya, kalau bisa cakupannya di atas 80 persen pada populasi yang berisiko terpapar. Misalnya, DPT. "Yang berisiko terpapar adalah anak di bawah satu tahun. Sehingga 80 persen dari populasi anak di bawah satu tahun di Indonesia harus diimunisasi.
MENIMBULKAN DEMAM
Efek samping yang ditimbulkan vaksin kombinasi tak berbeda dengan pemberian vaksin terpisah. Karena vaksinasi, kan, memberikan antigen ke dalam tubuh dengan harapan tubuh membentuk antibodi. Mau tidak mau pasti ada efek sampingnya. "Yang paling sering adalah sakit pada tempat penyuntikan dan muncul demam," jelas Sri. Tapi, tentu orang tua tak perlu terlalu khawatir pada efek samping pemberian vaksin. Karena jika anak tidak diimunisasi, risikonya malah bisa fatal. "Selain bisa membuat anak terserang, juga bisa menular. Bisa dibayangkan, kan, dibandingkan dengan sakit karena demam akibat efek samping. Pertimbangan inilah yang harus diperhitungkan." Karena itu, sebagai orang tua, tak perlu ragu membawa putra-putri untuk imunisasi. "Biasanya kami selalu memberi penjelasan pada orang tua kalau disuntik imunisasi memang bisa demam atau bisa agak nyeri pada bekas suntikan. Untuk menurunkan demam, kami memberi obat penurun panas," ujar Sri. Jadi, Bu-Pak, tak ada alasan tidak imunisasi karena takut anak demam.
DUA PENYAKIT BERAT
* Hepatitis B Jelas ini bukan penyakit sepele karena bisa mengakibatkan kerusakan hati bahkan berkembang menjadi kanker. Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan infeksi virus. Penyakit ini bisa "ditularkan" oleh ibu yang mengidap hepatitis B pada bayinya, baik dalam kehamilan maupun saat proses persalinan. Mungkin saat kecil anak tidak akan menderita, tapi 15-20 tahun mendatang ia akan terkena hepatitis.
Mengingat akibatnya tak heran jika hepatitis B termasuk imunisasi yang diwajibkan pemerintah. Jadwal pemberian imunisasi ini sangat fleksibel. Bayi yang baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi ini akan diulang sesuai petunjuk dokter. * Difteri Pertusis Tetanus - Difteri merupakan penyakit akibat infeksi bakteri cornybacterium diphteriae yang menyerang saluran nafas atas seperti hidung dan tenggorokan.
Penyakit ini menular dan sering menyerang anak-anak usia di bawah 10 tahun. - Pertusis atau batuk rejan yang disebabkan kuman Bordetella pertussis. Cara penularan penyakit ini bisa lewat udara yang mengandung kuman-kuman pertusis yang kemudian terhirup.
Kuman-kumannya akan hinggap di bulu getar lapisan lendir saluran pernafasan. Kemudian kuman yang menghasilkan racun pertusis ini akan menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain. Masa inkubasi batuk rejan sekitar 6-20 hari. - Tetanus merupakan penyakit infeksi akibat toksin dari Clostridium tetani. Masa inkubasinya 3 hari sampai 4 minggu. Toksin ini menyerang sistem saraf pusat.
Hasto Prianggoro