"Polusi Udara Itu Apa, Sih, Ma?"

By nova.id, Selasa, 5 Oktober 2010 | 17:18 WIB
Polusi Udara Itu Apa Sih Ma (nova.id)

Bila kita mau jujur, seringkali kita mengabaikan pendidikan yang satu ini. Padahal, dampaknya sangat positif bagi anak. Selain mengembangkan kecerdasannya, juga menumbuhkan rasa cintanya pada alam.

Sebagaimana kita ketahui, pada 23 April pemerintah menerapkan satu hari tanpa kendaraan bermotor dalam rangka memperingati Earth Day atau Hari Bumi yang selama 30 tahun telah diperingati secara mendunia pada setiap 22 April. Namun kegiatan itu bukan bersifat larangan tapi lebih kepada imbauan agar kita tak menggunakan kendaraan pribadi hanya pada satu hari itu untuk mengurangi polusi udara.

Selain itu, peringatan Hari Bumi di negeri kita juga ditandai dengan gerakan penanaman pohon ramah lingkungan berupa pohon buah-buahan di taman-taman kota di seluruh Indonesia. Diharapkan pohon yang ditanam adalah pohon buah-buahan langka semisal pohon kecapi, jamblang, dan buni. Bagaimanapun, kita memang mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara bumi beserta segala isinya yang sudah diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Kalau tidak, kelangsungan hidup penghuninya dan kelangsungan bumi itu sendiri akan terancam.

BERTAHAP DAN KONKRIT

Nah, untuk dapat memelihara bumi dan segala isinya, maka harus ada rasa cinta pada alam itu sendiri. Sayangnya, rasa cinta pada alam tak bisa tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus diajarkan dan dipupuk sejak dini. Itulah mengapa, kita perlu mengenalkan alam dan lingkungannya kepada anak sejak ia berusia balita. "Dengan mendekatkan dan menumbuhkan kecintaannya pada alam, maka ia bisa menyadari dirinya sebagai bagian dari alam dan punya peran untuk memeliharanya," terang psikolog Margaretha Purwanti.

Pada anak usia prasekolah, lanjut dosen di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta ini, mengajarkan alam dan lingkungan harus secara bertahap dan disertai contoh konkret yang ada di sekitarnya. "Soal polusi udara, misalnya, bagi anak usia ini masih sangat abstrak sehingga kita harus menjelaskannya dengan contoh langsung." Misalnya, "Mobil kalau dijalankan keluar asap knalpotnya. Nah, asap itu bau dan kotor, kan? Sering bikin kita sesak nafas. Bayangkan jika mobil itu banyak, tentu asap yang kotornya makin banyak, kan? Jadi, hari ini kita sepakat ingin udara bersih agar nafas kita tak sesak. Makanya hari ini tak memakai kendaraan."

Sebenarnya, lanjut Margaretha, sebelum kita mengajarkan lingkungan alam di sekitarnya, anak perlu diajarkan menjaga lingkungan di sekitar tubuhnya sendiri lebih dulu; bagaimana menjaga kebersihan badannya, menjaga kebersihan sekitarnya, dan sebagainya. Misalnya, sedini mungkin anak diajarkan membuang sampah di tempatnya.

"Mungkin pada mulanya ia belum tahu mengapa harus buang sampah ke tempat sampah. Ia hanya mencontoh dan meniru perbuatan orang tuanya. Tak apa-apa, yang penting kebiasaan ini sudah berjalan dulu. Nah, dengan bertambahnya usia, ia pasti akan bertanya, mengapa harus buang sampah di tempat sampah? Dari situ orang tua bisa masuk untuk menjelaskan." Selanjutnya barulah ajarkan anak tentang lingkungan sekitarnya; pengenalan pada aneka pohon, bunga, buah, binatang, hingga fenomena alam dan perubahan cuaca.

"Mulanya juga anak tak bisa membedakan pohon yang satu dengan yang lain, tapi setidaknya membuatnya berminat dulu. Terlebih lagi jika itu pohon dari buah yang pernah ia makan, pasti akan lebih menarik perhatiannya." Sejalan dengan pertambahan usianya, jelaskan padanya bagaimana menanam bibit dan merawatnya sampai tumbuh dan mekar. "Kenalkan juga bagaimana perubahan dari bunga menjadi buah atau mengamati kepompong yang berubah jadi kupu-kupu."

Demikian juga halnya dengan pengenalan pada tanda-tanda alam. "Ini mendung, nih, jadi mau hujan," misalnya. Biasanya anak akan balik bertanya, "kok, Mama tahu?" Jawablah, "Ya, karena awannya sudah hitam, sudah gelap. Itu tandanya akan turun hujan." Terangkan pula apa bedanya gelap jika sore hari saat menjelang malam, "Sore hari memang gelap, tapi belum tentu mendung. Lihat, awannya enggak hitam. Kalau mendung, anginnya juga besar, pohonnya bergoyang-goyang, juga awannya bergerak. Nah, kalau sore hari tandanya kalau Papa pulang."

PENGENALAN YANG ADA DI SEKITAR

Dengan melihat peristiwa-peristiwa alam, terang Margaretha, juga merupakan pelajaran yang menakjubkan buat anak. "Minat anak terhadap alam dan sekitarnya juga akan tumbuh. Sebab, dengan lebih mengenal alam, pandangannya terhadap dunia dan kehidupan sekelilingnya akan meluas. Rasa tanggung jawab atas kelestarian alam ikut tumbuh. Bukankah dengan terlibat secara langsung dengan alam, maka ia tak akan tega merusak alam?" Tapi ingat, lo, yang diajarkan baru tahap pengenalan belaka. Nanti setelah ia masuk sekolah dengan sendirinya akan belajar alam dan sekitarnya secara lebih kompleks lagi. Pengenalan pun harus yang ada di sekitarnya agar ia mengenalnya secara langsung. "Kalau yang analogi-analogi, ia belum memahaminya. Jadi, harus benar-benar konkret yang ada di sekitarnya." Jikapun ingin mau mengajarkan hal-hal yang konseptual, maka harus dikaitkan dengan dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, mengajarkan agar ia menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah di tempatnya, maka terangkan alasannya, "Kalau Kakak buang kulit pisang sembarangan, nanti kalau Mama lewat atau Papa lewat akan terpeleset. Kan, sakit."