Agar Si Kecil Senang "Sekolah"

By nova.id, Jumat, 24 September 2010 | 17:35 WIB
Agar Si Kecil Senang Sekolah (nova.id)

Hati-hati, lo, Bu-Pak, jangan sampai salah pilih TK. Si kecil bisa tertekan. Pindah "sekolah" adalah solusi terbaik bila pihak "sekolah" tak bisa diajak bekerja sama.

Bila sang buah hati menunjukkan tanda-tanda malas masuk "sekolah", Bapak dan Ibu perlu waspada. Terlebih lagi bila dibarengi suka mengompol saat tidur. Hal itu merupakan pertanda si kecil merasa tertekan di "sekolah". Penyebabnya macam-macam; bisa karena pembelajaran yang salah, pemberian PR yang menumpuk, sampai hubungan antar teman yang tak harmonis.

Pada beberapa TK, seperti dituturkan Hj. Anggani H. Sudono, MA, peraturannya memang sangat strict. "Begitu masuk 'sekolah', anak langsung didudukkan ke kursinya, semuanya harus tertib dan rapi. Padahal, untuk anak setingkat TK, hal ini akan sangat menekannya. Ia merasa ada keterkekangan dalam dirinya." Apalagi saat pulang ke rumah pun ia masih dibebani PR yang menggunung, "jelas saja ia megap-megap. Tak heran bila akhirnya ia mengompol atau malas berangkat 'sekolah'." Itulah mengapa, tandas anggota Badan Pembina Akademik di Perguruan Islam Al Izhar Pondok Labu, Jakarta ini, pentingnya memilih TK yang tepat sebelum memasukkan anak ke "sekolah".

 "Jangan hanya terpaku pada alasan karena dekat atau favorit, tapi pilihlah TK yang bisa memberi kesempatan pada anak seluas-luasnya dan bisa mempunyai pilihan untuk membentuk dirinya sebagai individu pengambil keputusan kelak." Artinya, "sekolah" tersebut harus memberi kesempatan anak untuk memilih. Misalnya, kamu boleh memilih mainan apa yang kamu sukai, kamu boleh mengerjakan apa yang ingin kamu kerjakan. Selain itu, anak TK juga lagi senang-senangnya bereksplorasi karena di usia ini, anak sedang masanya banyak bereksplorasi dan main. Dengan demikian, pengetahuan-pengetahuan tambahan seperti membaca, menulis, bahasa Inggris dan komputer, sebaiknya dilakukan dengan cara bermain.

BAHASA INDONESIA HARUS BENAR

Memang, diakui Anggani, sekarang ini banyak TK yang memiliki program pengajaran bahasa Inggris dan komputer. "Umumnya, orang tua yang memilih TK berbahasa Inggris karena mengetahui pentingnya bahasa Inggris. Kebanyakan datang dari orang tua keturunan Cina. Mungkin karena mereka memikirkan kelak kalau anaknya melanjutkan sekolah ke Taiwan, Singapura, Hongkong, Cina. Nah, kalau bahasa Mandarinnya tak begitu bagus, maka bahasa Inggrisnya harus bagus sehingga anaknya bisa survive," tutur pakar pendidikan ini.

Selain itu, bila ibu-bapaknya sejak kecil memang bersekolah di luar negeri sehingga sering menggunakan bahasa Inggris di rumah, maka mereka ingin anaknya pun bisa menggunakan bahasa Inggris. Jadi, dipilihlah TK yang berbahasa Inggris. Walaupun Anggani tak menutup kemungkinan adanya alasan gengsi, "biar tampak keren karena anaknya sudah bisa berbahasa Inggris. Biasanya kalau yang demikian, targetnya juga tak tinggi-tinggi amat, cukup anaknya mengenal one, two, three saja mereka sudah puas."

Toh, apapun alasannya, menurut Anggani, boleh-boleh saja anak dimasukkan ke TK yang bilingual atau sekaligus mengajarkan komputer. Yang penting, bahasa Indonesia si anak sudah benar dulu. "Kalau bahasa Indonesianya sudah betul, mau berubah ke bahasa lain tak jadi masalah. Memang, untuk anak-anak yang tinggal di Jakarta, penguasaan bahasa Indonesianya sudah tak jadi masalah. Tapi untuk anak-anak di daerah yang bahasa ibunya adalah bahasa daerah, maka bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Jadi, kalau ditambah bahasa Inggris, maka itu akan menjadi bahasa ketiga."

Walaupun begitu, tak perlu khawatir bila ingin mengajarkan bahasa-bahasa tersebut pada anak. Penelitian mengatakan, makin dini anak dieksposkan ke bahasa kedua, makin cepat ia menangkap. "Saya juga sejak kecil bilingual. Di rumah, kami sejak kecil biasa ngomong pakai bahasa Jawa dan Belanda. Bahasa Indonesia malah saya kuasai belakangan. Tanpa merasa kesulitan, sejak kecil saya biasa mengalihkan bahasa-bahasa ini sesuai kebutuhan. Kalau di rumah bahasa Jawa, kalau di sekolah bahasa Belanda," tuturnya.

PENGAJARANNYA HARUS BENAR

Yang penting, tekan Anggani, pengajarannya dilakukan dengan bermain. Misalnya, lewat lagu. "Jadi, enggak belajar khusus seperti belajar structure, tapi bermain bahasa." Selain itu, harus ada waktu yang pasti dalam belajar. Misalnya, dari jam 9 hingga jam 10 pengajarannya memakai bahasa Indonesia, "jangan dicampur aduk dengan pengajaran bahasa Inggris. Nanti dari jam 10 hingga jam 11 baru pengajaran diganti memakai bahasa Inggris dan sama sekali tak ada bahasa Indonesianya. Dengan demikian akan terlihat hasilnya."

Bila campur-baur, terangnya, anak akan bingung. Nanti bahasa Indonesianya enggak betul, bahasa Inggrisnya juga enggak bagus. "Tentu saja, pengucapan bahasa Inggris pada gurunya juga harus betul," lanjut Anggani. Kalau tidak, akan membuat language disorder pada anak. "Anak tak bisa menaruh bahasa Inggris dan bahasa Indonesia di tempat semestinya," tambahnya. Bila demikian, maka pengajaran bahasa Inggris sebaiknya dihentikan dulu. Bila pengajarannya sudah benar dan menggunakan buku-buku referensi dari luar, menurut Anggani, biasanya anak tak akan kesulitan dalam menyenangi pelajaran bahasa Inggris.