Alergi Bisa Berakibat Fatal (2)

By nova.id, Senin, 8 Februari 2010 | 23:23 WIB
Alergi Bisa Berakibat Fatal 2 (nova.id)

Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki alergi, yang paling mudah adalah dengan melacak riwayat penyakit keluarga. "Kalau ada salah seorang anggota keluarga yang memiliki alergi, maka kemungkinan besar akan menurun," ujar dokter dari RS Mitra Keluarga Kemayoran ini. Selain riwayat penyakit keluarga, bisa juga dilakukan tes laboratorium darah, salah satunya untuk melihat kadar IgE. "Atau dengan tes tusuk kulit (skin prick test) dan tes tempel (patch test). Tes tempel ini untuk mengetahui apakah punya alergi dermatitis kontak," jelas Hadi. Pada penderita alergi, kadar antibodi Imunoglobin E (IgE)-nya lebih tinggi dibanding pada orang normal. "Antibodi ini kemudian menempel di sel emas," jelas Hadi. Pada kontak kedua dengan alergen, sel emas pecah dan mengeluarkan zat bernama histamin. Setelah itu, tergantung menclok nya dimana. Kalau "mampir" di kulit jadi eksim atau biduran, di paru jadi asma, di hidung jadi pilek, di mata jadi radang asma, dan sebagainya. Di dalam tubuh manusia, terdapat sel yang bernama sel TH1 dan TH2. "Pada orang normal, selnya adalah sel TH 1, sementara pada penderita alergi sel TH 2. Kenapa si A diberi TH1 dan B dikasih TH 2, kita nggak tahu, karena itu genetis." Contohnya, si A sembuh setelah diberi penisilin. Tapi pada si B, justru muncul bengkak-bengkak, kulitnya merah, dan sesak napas. "Ini karena B punya bakat alergi di dalam tubuhnya." HANYA MENCEGAH Oleh karena sifatnya yang genetis, alergi tak bisa disembuhkan. "Yang bisa dilakukan adalah mencegah, antara lain dengan menghindari alergen dan faktor pencetus. Kalau sudah tahu anak punya alergi, ya, sebaiknya di rumah tidak dipasang karpet yang gampang berdebu. Wol sebaiknya juga dihindari. Makanan pun harus dijaga," kata Hadi. Selama ini, lanjut Hadi, yang diobati hanya penyakit alerginya. "Pileknya diobati, asma diobati, gatalnya dihentikan. Memang akan mereda, tapi proses ini akan berulang lagi setiap kali bertemu alergen. Sementara kita tak bisa memotong genetiknya, karena memang dari sananya sudah begitu." Obat-obatan yang ada saat ini adalah obat untuk mencegah dan menghilangkan gejala, tanpa bisa membuang sifat alerginya. "Sama halnya dengan penderita diabetes, tak bisa lepas dari obat. Alergi juga begitu." Ada pula obat-obatan yang berfungsi menghindari kontak kedua. "Memang bisa reda, tapi kalau terpapar lagi oleh alergen, ya, akan terulang," kata Hadi. Jika alergen penyebab tak bisa dihindari, "Bisa diberikan imunoterapi. Caranya dengan disuntik di lengan atas, dari dosis yang paling kecil dan meningkat dalam periode waktu tertentu." YANG HARUS DILAKUKAN: - Jika sudah pernah mengalami alergi sebelumnya, biduran atau gatal misalnya, paling sedikit sediakan obat antihistamin (contohnya CTM). Kalau 2 jam tidak hilang, segera ke dokter. - Jika tahu bahwa dirinya atau anggota keluarga menderita asma, sediakan obat-obatan asma (semprotan). Begitu serangan asma datang, segera semprot 2 semprotan. "Kalau 5-10 menit tidak hilang, semprot lagi 2 semprot. Maksimal 6 kali 2 semprot, tiap sepuluh menit. Kalau sampai setengah jam tidak hilang, segera bawa ke dokter, karena itu sudah merupakan tanda-tanda serangan yang berat, obat-obatan tidak lagi mempan," saran Hadi. - Jika menggunakan obat asma minum, segera minum begitu serangan muncul. "Jika 2 jam tidak reda atau sembuh, segera ke dokter." SEJAK USIA 18 BULAN Kapan membawa anak periksa alergi? "Sejak usia 18 minggu, sebetulnya sudah bisa dikenali sel TH1 dan TH2-nya. Kemudian diperiksa kadar Imunoglobin E-nya. Kadar IgE pada penderita alergi jauh lebih tinggi ketimbang kadar pada orang normal. Tapi yang paling penting adalah melalui riwayat keluarga. "Bisa jadi seorang anak punya bakat alergi, tapi tidak muncul. Munculnya baru di generasi bawahnya." Pada bayi, yang sering muncul adalah alergi di kulit, Misalnya eksim atau ruam merah akibat. "Ada juga bayi yang bersin-bersin setelah dibedaki atau diberi minyak telon. Bisa jadi itu pertanda anak punya alergi." Alergi bisa muncul di awal-awal kehidupan seorang anak, berhenti, lalu muncul lagi menjelang dewasa. "Bisa juga ketika bayi muncul di kulit, tapi ketika dewasa muncul dalam bentuk asma," kata Hadi. Atau muncul ketika anak-anak, kemudian menghilang setelah dewasa. "Misalnya alergi batuk pilek. Di usia 1-3 tahun biasanya sering muncul, tapi kemudian makin menghilang. Ada juga yang tetap muncul sampai dewasa." Hasto