Komunitas Single Parent, Siap Jadi Tempat Sampah

By nova.id, Jumat, 29 Januari 2010 | 07:18 WIB
Komunitas Single Parent Siap Jadi Tempat Sampah (nova.id)

Komunitas Single Parent Siap Jadi Tempat Sampah (nova.id)

"Foto: Romy Palar "

Tiga tahun yang lalu, Titi Atmojo, harus menghadapi sesuatu yang tak pernah ia sangka-sangka akan dijalani dalam kehidupannya, perceraian. Titi yang saat itu sudah dikaruniai seorang anak perempuan kemudian tersadar, permasalahan perceraian tak lantas usai setelah palu di Pengadilan Agama diketok. Dengan trauma pasca-perceraian dan peran barunya sebagai orangtua tunggal, Titi pun mulai mencari dukungan moral dari orang-orang terdekatnya.

Seorang teman blogger, Cahyo Dwi, lalu mencetuskan ide untuk membuat milis (mailing list) khusus bagi orangtua tunggal. Berdua, mereka membidani lahirnya milis indosingleparent@yahoogroups.com dan blog di indosingleparent.blogspot.com. Saat ini, milis yang lahir pada bulan November 2007 tersebut sudah memiliki lebih dari 600 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, beberapa bahkan bertempat tinggal di luar negeri seperti Singapura dan Yunani.

"Ide awalnya ingin membantu orang-orang dengan status single parent, apapun latar belakangnya. Baik itu karena bercerai atau karena mereka memilih untuk tidak menikah," sebut Titi. Dalam perkembangannya, mayoritas anggota milis adalah single-mom akibat perceraian.

Pada awalnya komunikasi antar anggota hanya terjadi di dunia maya, meski setiap tiga atau empat bulan sekali, pengurus menjadwalkan kopdar alias kopi darat sesama anggota. Tapi sekarang, menurut Cahyo, kumpul-kumpul bisa saja terjadi seminggu sekali.

"Kami selalu mendorong para anggota untuk saling berteman. Beberapa mungkin masih merasa trauma karena perceraian. Kalau ada orang yang memiliki masalah sama, biasanya mereka lebih nyaman berteman," sambung Titi sambil menyebut pertemanan itulah yang membantu proses penyembuhan trauma berjalan lebih cepat.

Uniknya, meskipun namanya komunitas single-parent, anggota aktifnya tak hanya orangtua tunggal saja. Ada anggota yang berasal dari keluarga baik-baik namun memiliki rasa empati tinggi terhadap para orangtua tunggal. Ada pula anak-anak korban perceraian yang turut menjadi anggota. Menariknya lagi, dalam milis ini juga ada konselor yang siap membantu permasalahan anggota-anggotanya.

"Kebetulan ada anggota yang memiliki pengalaman konseling. Biasanya lewat email, tapi kalau memang mendesak bisa ketemuan. Gratis!" tambah Titi.

Kalaupun tak butuh konselor, biasanya orang akan lebih lega setelah bisa mengeluarkan unek-uneknya. Untuk alasan itulah, Titi menyebut milis mereka siap menjadi 'tempat sampah' bagi para anggota yang mau berkeluh kesah.

"Ada beberapa orang yang tidak nyaman menceritakan masalah mereka dengan teman atau keluarga yang tidak punya pengalaman perceraian. Kalau di milis, hampir semuanya pernah mengalami. Kami saling memberi feedback, sehingga orang itu merasa lega," terangnya.

Saling Membantu