Banyak sekali pasangan di luar sana yang mengurus sendiri perceraian mereka. Meskipun prosesnya sedikit lebih rumit, namun hal ini tidak mustahil dilakukan. Kuncinya, bekali diri Anda dengan pengetahuan yang cukup dan jangan malu bertanya.
Jika akhirnya nanti Anda memutuskan tidak menggunakan bantuan dari pengacara maupun LBH di pengadilan, Anda tetap dapat berkonsultasi kepada mereka tentang tata cara perceraian. Peran konsultan hukum juga akan sangat membantu, kalau Anda memutuskan mewakili diri sendiri di depan hakim. Cara yang paling mudah adalah mendatangi pengadilan agama atau pengadilan negeri di wilayah Anda, dan tanyakan tata cara mengurus perceraian kepada petugas yang berjaga.
Sebagai panduan, inilah yang harus Anda lakukan jika hendak mengurus perceraian sendiri:
- Menyiapkan surat-surat yang berhubungan dengan perkawinan (sudah dijelaskan di atas).
- Membuat kronologis permasalahan.
Penggugat menuliskan kronologis permasalahan rumah tangganya di kertas biasa. Kronologis ini berisi cerita lengkap pernikahan pasangan yang hendak bercerai, dari awal pernikahan hingga penyebab perselisihan sampai akhirnya memutuskan untuk bercerai. Cerita harus dibuat dengan sebenar-benarnya dan detail. Ini untuk memudahkan penggugat dalam menyusun surat gugatan nanti. Usahakan membuat alur cerita yang runtut dan jelas, sehingga Hakim juga dapat dengan mudah mengerti alasan-alasan Anda menggugat cerai.
- Membuat surat gugatan cerai.
Dalam surat gugatan cerai, umumnya ada tiga poin yang biasa digugat, yaitu status untuk bercerai, hak pemeliharaan anak dan hak mendapatkan harta gono-gini. Sebagai contoh, surat gugatan cerai biasanya berisi:
1. Identitas para pihak (Penggugat dan Tergugat).
Terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur dan tempat tinggal. Identitas para pihak juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan dan status kewarganegaraan. Hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989
2. Posita (dasar atau alasan gugat)