Tak jarang kita dapati si kecil mendadak terbangun dan menangis keras-keras. Boleh jadi ia mengalami mimpi buruk. Tak usah panik!
Dalam psikologi perkembangan, ada 2 macam mimpi buruk. Yang pertama adalah nightmare. "Ini yang betul-betul mimpi buruk," ujar psikolog Lidia L. Hidajat, MPH. Nightmare biasanya terjadi menjelang pagi atau saat tidur akan berakhir. "Anak biasanya juga akan teringat lama, bahkan bisa berhari-hari anak masih takut terus. Sehingga, anak kadang-kadang jadi takut kalau mau tidur lagi karena takut mimpi lagi."
Mimpi buruk yang kedua ialah night terror. Nah, yang ini lebih sering terjadi pada usia batita. Mimpi ini muncul ketika anak baru saja tidur, sekitar 1 atau 2 jam; tiba-tiba anak terbangun kaget dan berteriak. "Biasanya anak bangun dalam kondisi panik, tapi begitu ibu atau ayahnya datang dan menenangkan, anak akan tidur lagi seperti tak terjadi apa-apa," lanjutnya. Berbeda dengan nightmare yang akan lama hilang, night terror biasanya akan langsung hilang. "Begitu paginya ditanya, anak sudah lupa."
ANEKA PENYEBAB
Lidia mengaku susah mencari penyebab mimpi buruk secara pasti. Bisa karena anak melihat gambar atau film yang menakutkan, tapi bisa juga karena memang ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. "Jadi sifatnya bisa insidentil atau anak ingat kejadian yang ia alami," ujar psikolog dari Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta ini. Misalnya, anak habis dimarahi ibunya. Cekcok antar orang tua juga bisa menjadi penyebab.
Jangan salah, lo, kendati masih berusia batita, namun si kecil sudah bisa merasakan apabila ada yang tak beres dengan orang tuanya. "Pokoknya, masalah orang tua yang juga dirasakan oleh anak," tukas Lidia. Walaupun belum banyak terbukti, namun hal ini akan berpengaruh pada proses fisiologis anak dan muncul dalam bentuk mimpi buruk. Penyebab lain adalah kejadian traumatik yang sifatnya sangat membekas, sehingga meski anak masih kecil dan belum bisa omong tapi ia sudah melihat. "Apalagi kalau kejadian itu berpengaruh pada anak.
Misalnya, melihat ibunya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia," tutur Lidia. Mimpi buruk juga bisa muncul karena fantasi. "Alam khayal anak usia ini, kan, masih besar; sehingga kadang-kadang sesuatu yang menakutkan, misalnya, film kartun, akan terbawa ke alam mimpi," terang Lidia. Anak usia batita sendiri sebetulnya belum mampu mengolah mana yang khayal dan mana yang tidak. Jadi, akhirnya ketika dibawa ke dalam mimpi, muncullah mimpi buruk. Lainnya adalah perubahan jam biologis anak atau karena anak over excitement. "Jadwal kegiatan anak yang tadinya teratur, tiba-tiba berubah. Atau, anak begitu senangnya; seharian begitu excited. Nah, malamnya ia bermimpi buruk."
KENALI POLA ANAK
Kendati penyebabnya yang pasti sulit diketahui, namun biasanya orang tua bisa merasakan apa yang terjadi pada anaknya. "Selain karena anak sendiri, orang yang selalu ada di sisi anak adalah orang tua. Jadi, orang tualah yang mengetahui rutinitas anak sehari-hari," kata Lidia. Biasanya, ada juga symptom yang lain. "Rutinitas anak yang dikenali orang tua tiba-tiba berubah. Pola yang berubah inilah yang biasanya juga menjadi sinyal bagi orang tua."
Misalnya, tadinya si kecil suka sekali main ke rumah Tante A, tapi tiba-tiba ia tak mau main ke sana. "Atau, tiba-tiba si kecil tak mau diajak ke mal tertentu,karena melihat sesuatu di mal tersebut sehingga seumur-umur ia nggak mau ke situ lagi. Nah, kadang-kadang malamnya ia akan mimpi dan berteriak-teriak." "Orang tua yang dekat dan tahu anaknya dari A sampai Z akan bisa mencari penjelasan sendiri saat si anak mengalami mimpi buruk," kata Lidia.
Jangan lupa, anak usia batita belum bisa menjelaskan kenapa ia bermimpi. Orang tualah yang tahu, oh, ini dinamikanya begini, kemarin ia begini, atau seminggu yang lalu ia mengalami, sehingga terjadi X yang membuatnya jadi mimpi buruk. Jadi, tandasnya, orang tua harus memiliki pengenalan yang mendalam tentang sifat, kebiasaan, dan rutinitas anak; bagaimana anak saat menghadapi sesuatu yang tak enak baginya. "Kalau nggak ada pola yang berubah, ya, berarti enggak ada apa-apa."
MASIH WAJAR
Tentunya mimpi buruk akan mengganggu tidur anak. Kendati begitu, mimpi buruk bukan merupakan gangguan tidur yang perlu dicemaskan. Yang dimaksud gangguan tidur dalam hal ini ialah sesuatu yang membuat anak tak bisa tidur nyenyak. "Anak usia ini, kan, belum bisa menyampaikan segala yang dihadapinya secara jelas. Ia ingin ngomong tapi tak bisa menuangkannya secara tepat ke dalam kata-kata. Jadi, munculnya dalam bentuk mimpi buruk," tutur Lidia.
Jadi, dalam batas-batas tertentu, mimpi buruk masih boleh dikatakan wajar. "Sekitar 30 persen anak dibawah usia 4 tahun pernah mengalaminya," ujar Lidia. Lain halnya jika mimpi buruk masih saja terjadi ketika anak diatas usia 6 tahun. "Anak yang sudah mulai bisa menjelaskan secara verbal, tapi setiap kali ada masalah masih dibawa tidur, berarti ada sesuatu yang mungkin tetap tak terucapkan," terang Lidia. Begitu pula bila frekuensinya terlalu sering, perlu dicermati. Sebab, terlalu sering mimpi buruk bisa mengganggu keseluruhan kegiatan anak. Misalnya, tak mau makan. "Tapi kalau cuma sekali-sekali dan orang tua bisa mendapatkan penjelasan, ya, enggak apa-apa."
LAKUKAN PENGKONDISIAN
Namun demikian, Lidia minta, orang tua sebaiknya juga tak membiarkan begitu saja saat anak mengalami mimpi buruk. "Orang tua perlu melakukan semacam pengkondisian untuk membuat anak merasa aman dan nyaman menjelang tidur." Tapi apa bentuk pengkondisian tersebut, menurut Lidia, tergantung penyebabnya. "Jika terjadi trauma yang betul-betul mendalam, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah pendampingan sebegitu rupa, tapi juga tak membuat anak menjadi dependen atau tergantung."
Jadi, kalau si kecil takut untuk tidur, ya, orang tua menemani; atau membacakan cerita, namun ceritanya yang jauh dari sifat horor semacam nenek sihir, karena hanya akan membuat anak semakin takut. "Pokoknya, yang sifatnya bisa mengalihkan anak dari kejadian yang menakutkannya itu." Sikap orang tua dalam menghadapi mimpi buruk yang dialami anak juga akan berpengaruh.
Meski anak belum mampu mencerna seperti orang dewasa mencerna apa yang dikatakan orang lain, tapi jika orang tua selalu panik setiap kali anak mimpi buruk, maka anak pun akan terbawa dan bisa semakin takut. Misalnya, pagi harinya si ibu bertanya kepanikan, "Aduh, kamu kenapa, sih, semalam teriak-teriak begitu?" Reaksi panik dari orang tua, tutur Lidia, akan membuat anak merasa bahwa mimpi buruk adalah sesuatu yang harus ditakutkan. Meskipun ia belum mengerti, namun ia bisa merasakannya, "Buktinya, Mama takut banget kalau aku mimpi." Jadi, tandas Lidia, orang tua harus berupaya untuk bisa mengkondisikan bahwa segalanya aman. Misalnya, dengan mengatakan, "Nggak apa-apa, kok, Sayang."
JANGAN DITAKUT-TAKUTI
Selanjutnya, bila anak sudah lupa pada mimpi buruknya, orang tua sebaiknya juga tak usah mengutak-atik lagi. "Tapi kadang ada gunanya juga meminta anak untuk bercerita tentang mimpi buruknya, meski ngomongnya masih terbata-bata," ujar Lidia. "Biarkan anak bercerita sampai ia merasa lepas. Setelah itu, orang tua bisa mengatakan, 'Waktu Adik bangun masih di tempat tidur bagaimana. Nggak apa-apa, kan?' Ini juga dilakukan untuk mengajarkan kepada anak bahwa antara fakta dan mimpi adalah 2 hal yang berbeda.
Bercerita juga akan menjadi katarsis bagi anak," lanjutnya. Yang juga penting, jangan menambah akumulasi ketakutan anak. Misalnya, anak yang takut pada gelap, sebaiknya jangan ditakut-takuti. "Kadang orang tua nggak sadar menjadikan ketakutan anak sebagai senjata," tukas Lidia. Misalnya, mengancam memasukkan anak ke dalam kamar gelap. "Anak dibawah usia 3 tahun, kan, masih sangat peka terhadap gelap dan terang. Buat dia, itu juga merupakan trauma kecil. Mungkin munculnya enggak dalam bentuk kamar gelap; bisa, misalnya, bermimpi tentang lorong gelap, dan sebagainya." Nah, sudah enggak panik lagi, kan!
Hasto Prianggoro/nakita