Tak percaya? Silakan Bapak-Ibu buktikan sendiri!
Sejumlah penelitian membuktikan, musik mampu meningkatkan kecerdasan anak. Sekitar 4 tahun lalu, kebenaran teori ini diuji ulang oleh Prof. Martin Gardiner, ahli riset otak, yang melakukan penelitiannya terhadap 96 anak usia 5-7 tahun di sekolah musik di Providence, Rode Island (Inggris). Hasilnya, musik ternyata dapat membantu memperbagus kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung pada anak-anak. Bahkan anak-anak yang berkemampuan membaca di bawah rata-rata pun dapat mengejar ketinggalannya setelah mereka diperkaya dengan pelajaran musik.
Tampaknya kita tak perlu ragu lagi dengan kebenaran teori ini. Malah, ahli filsafat Plato pun jauh-jauh hari sudah mengatakan bahwa matematika dan musik menjadi kriteria bagi orang cerdas dan terdidik. Hal ini juga diutarakan oleh komponis Nortir Simanungkalit, "Musik adalah alat pendidikan sekaligus untuk mengasah intellekt einfuhlung atau rasa intelektual. Bangsa yang musikal adalah bangsa yang cerdas." Itulah mengapa para ahli sering menganjurkan agar anak sejak usia dini, bahkan sejak masih di kandungan ibu, sudah diperkenalkan dengan musik.
OTAK BAGIAN KANAN
Musik, ujar Nortir, berkaitan dengan fungsi otak bagian luar sebelah kanan. Otak bagian luar yang disebut lobus temporalis, terdiri dari bagian kiri dan kanan. Lobus temporalis kiri berhubungan dengan daya ingat dan bahasa, sedangkan lobus temporalis kanan mendata segala hal yang berhubungan dengan daya nalar, intelektual, dan daya pikir. "Nah, ilmu-ilmu eksakta dan musik ada di lobus temporalis kanan ini. Hal ini sudah diteliti secara terpisah oleh dua doktor dari Inggris dan Amerika sekitar tahun 80-an sehingga tahun tersebut dikenal dengan dekade Neurologi," terangnya.
Jadi, tandas pria berusia 70 tahun yang sempat 2 tahun kuliah Paedagogik dan Filsafat di Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini, kalau ingin anak kita pintar maka lobus temporalis kanan inilah yang harus dilatih. Salah satu caranya dengan melatih anak bermain musik atau mendengarkan musik. "Lihat saja King David, Albert Einstein, ataupun Pitagoras adalah pemusik semua," tukasnya.
Sayangnya, lanjut Nortir, pendidikan di Indonesia tak mempertimbangkan keseimbangan kerja otak bagian kanan dan kiri. "Pendidikan di Indonesia lebih mementingkan otak bagian kiri. Lihat saja, pelajaran sekarang hampir semuanya hapalan. Pun untuk pelajaran eksakta, yang seharusnya pelajaran nalar, juga dibuat hapalan. Semuanya demi memburu NEM dan UMPTN," tutur pensiunan pegawai negeri Depdikbud ini. "Sedangkan anak-anak di Eropa dan Amerika, sejak dulu diajarkan musik di sekolah-sekolah mereka, bahkan hingga punya orkes simponi segala. Inilah yang mengasah nalar mereka sehingga mereka jadi pintar dan maju," lanjutnya.
DI STIMULUS SEJAK KECIL
Nortir menganjurkan agar sejak dini anak sebaiknya diasah kemampuan musiknya. "Kalau bisa sejak masih di kandungan sudah diperdengarkan musik," ujar penasihat berbagai organisasi musik yang belajar musik secara otodidak ini. Misalnya, sang ibu hamil bersenandung. Jangan salah, lo, janin pun sudah bisa mendengar. Kemudian setelah si bayi lahir, sang ibu mendendangkan lagu nina bobo, ia pun mendengar. "Dengan cara distimulus sejak kecil inilah, maka lobus temporalis kanannya pun terasah, sehingga ia lebih mudah menyerap masukan lainnya. Kepekaannya dalam menangkap alam juga akan lebih baik," lanjut anggota Internasional Music Council (IMC) dan president of the Indonesia Music Commitee ini.
Sebab, terangnya, dalam mendengarkan musik, bukan hanya melalui telinga, tapi juga mendengarkan dan merasakan lewat perasaan sehingga menggugah kepekaannya. Selain itu, musik juga memberikan kesenangan dan membantu anak mempelajari berbagai keterampilan yang perlu dikuasainya. Dengan musik, anak juga mampu mengendalikan emosinya. Kala sedih atau senang, ia bisa mencurahkan lewat musik dan lagu. Anak pun bisa berkembang imajinasinya lewat syair lagu. "Setidaknya, kalau ia punya kemampuan menguasai alat musik tertentu, ia punya saranan untuk penyaluran emosinya," tambah pelatih vokal dan paduan suara untuk perorangan maupun lembaga-lembaga pemerintah dan nonpemerintah ini.
Yang tak kalah penting, apresiasi si anak pada musik juga akan tumbuh. Nah, kalau aspresiasinya sudah tumbuh, maka ia akan bisa menganalisis nada. "Cucu saya saja yang selama ini tinggal di Amerika, ketika datang ke sini langsung bisa menirukan suara azan yang didengarnya dari masjid, karena sejak kecil ia sudah dilatih musik. Itu, kan, sama saja dengan mampu menganalisis nada-nada dan menirukannya," tutur guru musik yang telah "melahirkan" sejumlah penyanyi besar seperti Hetty Koes Endang, Emilia Contessa, dan Maya Rumantir ini.
SESUAI WILAYAH NADANYA