Jangan Pelit Memberi Pujian

By nova.id, Selasa, 13 Juli 2010 | 17:54 WIB
Jangan Pelit Memberi Pujian (nova.id)

PERCAYA DIRI

Agar pujian menjadi efektif, maka harus disesuaikan dengan perilaku anak yang memang pantas untuk dipuji. "Kalau itu perilaku yang biasa, nggak perlu dipuji." Misalnya, anak usia 2 tahun selalu bilang setiap kali ia hendak pipis, maka wajar ia mendapatkan pujian. "Tapi bagi anak usia 5 tahun, ini sudah bukan sesuatu yang membutuhkan pujian lagi. Ini memang sudah harus dilakukan sesuai perkembangan usianya."

Bahwa ada anak-anak tertentu yang sulit sekali menerapkan aturan-aturan, Betty mengakuinya. Nah, buat anak seperti ini, "Pujian sangat diperlukan untuk mendorong atau memberi motivasi pada anak supaya melakukan perilaku yang diharapkan." Karena, pujian yang diterima anak akan membuatnya merasa aman, diterima, dan merasa dirinya berarti.

Pujian juga bisa diberikan pada saat anak melakukan perilaku baik yang sebetulnya tidak atau belum kita harapkan dilakukan anak. Misalnya, anak berlaku sopan. "Pada waktu kita memberikan pujian, anak akan merasa berarti," kata Betty.

Yang jelas, tandas Betty, pujian akan meningkatkan rasa percaya diri anak. Misalnya, seorang anak bilang, "Saya pintar, kan." Nah, bagaimana si anak bisa bilang begitu kalau sebelumnya ayah atau ibunya tak pernah memuji ia pintar? Pujian itulah yang menambah kepercayaan diri si anak bahwa ia melakukan sesuatu yang dihargai. "Ini yang penting. Karena di usia ini anak sedang mencari identitas dirinya. Rasa percaya diri atau rasa tidak percaya diri dimulai di usia ini," terangnya.

Betty juga menekankan, perlunya anak untuk juga belajar memuji orang lain, supaya ia bisa menghargai orang lain. "Pujian yang diterima anak akan melatih anak menghargai perilaku orang lain, sehingga ia akan lebih mudah menghargai orang lain," katanya.

Bagaimanapun peranan orang tua memang sangat penting dalam hal penerapan reward, entah itu berupa pujian atau dalam bentuk benda/barang. Jadi, jangan pelit pujian lagi, ya, Bu-Pak!

Hindari Menyuap Anak

Sering terjadi orang tua mengiming-imingi akan memberi hadiah bila anak mau menuruti apa kata orang tua. Misalnya, si kecil susah sekali disuruh makan. Nah, orang tua pun menjanjikan, "Kalau Adik mau makan, nanti Mama belikan es krim."

Cara demikian tak bisa disamakan dengan memberi reward atau penghargaan tapi lebih tepat dibilang sebagai suapan. Karena dalam reward, anak diberikan hadiah sebagai balasan atas perilakunya yang sesuai harapan kita. Jadi, hadiah diberikan setelah anak melakukan perbuatan seperti yang kita harapkan. Sedangkan suapan diberikan agar anak mau melakukan perbuatan atau berperilaku seperti yang kita harapkan.

Walaupun suapan hampir bisa dipastikan cukup "manjur" untuk mendorong anak berperilaku seperti yang kita harapkan, namun menurut Elizabeth B. Hurlock, suapan tidak memiliki nilai positif. Karena, suapan memotivasi anak untuk berperilaku baik hanya bila ia "dibayar" untuk melakukannya. Selain itu, bila anak merasa tidak "dibayar" cukup untuk melakukan perbuatan atau berperilaku yang disetujui secara sosial, maka ia pun tak akan melakukannya. Akibatnya, suapan tidak mendorong pengembangan pengendalian dari dalam diri.

Yang tak kalah penting, suapan juga tak mempunyai nilai pendidikan, karena tak mengajari anak untuk bertanggung jawab atas perilakunya sendiri.

Hasto Prianggoro/nakita