Hati-Hati, Berita Kekerasan Bisa Bikin Anak Trauma

By nova.id, Jumat, 11 Juni 2010 | 17:17 WIB
Hati Hati Berita Kekerasan Bisa Bikin Anak Trauma (nova.id)

Jangan biarkan si kecil melihat berita/adegan kekerasan. Dampaknya sangat berbahaya. Antara lain bisa mempengaruhi perkembangan jiwanya.

Kekerasan tampaknya kini sudah menjadi hal biasa di negeri ini. Hampir setiap hari kita bisa baca di surat kabar atau saksikan di TV maupun mendengar dari radio berita tentang kekerasan. Entah itu berita demonstrasi mahasiswa, tawuran pelajar, perkelahian antar-warga, maupun pembunuhan sadis. Sampai-sampai si kecil pun ikut "mengkonsumsi" berita tersebut, baik secara disengaja maupun tidak.

Padahal, seperti dituturkan, Dra. Henny Eunike Wirawan, MHum., apa pun juga yang berhubungan dengan kekerasan, baik yang ditayangkan lewat TV maupun yang ada dalam film atau bacaan, memiliki dampak yang sama jeleknya bagi anak. "Anak usia prasekolah, kan, masih sulit untuk memilah-milah mana yang kenyataan dan mana yang cuma bohong-bohongan," ujar Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara ini.

EMOSI TERGANGGU

TV, menurut Henny, memiliki pengaruh yang luar biasa. Sebab, selain dilihat, TV juga bisa didengar sehingga rangsangan yang masuk menjadi lebih banyak. "Memang, dampaknya tak terlihat secara nyata dan langsung. Tapi secara psikologis, hal itu akan berdampak pada anak." Misalnya, anak menjadi takut kalau mendengar orang berteriak. "Lihat orang pegang batu saja ia langsung menjerit-jerit. Baginya, ini sudah menjadi suatu hal yang mengerikan."

Lebih jauh dijelaskan Henny, apa yang dilihat oleh anak, secara tak sadar akan terekam dalam benaknya. "Itu akan diingat oleh anak dan mungkin perwujudannya baru muncul beberapa bulan atau tahun lagi."

Pendeknya, seperti dikatakan Dra. Johana Rosalina K, M.A. pada kesempatan terpisah, berita kekerasan akan membuat perkembangan jiwa anak terpengaruh. "Mungkin si anak belum terlalu tahu apa itu kekerasan. Tapi yang ia lihat adalah lingkungannya tak aman. Yang ada, di mana-mana orang berlari dengan wajah takut. Jangan salah, anak pada usia ini sudah bisa membedakan wajah takut, sedih, atau gembira."

Jadi, walau si anak tak mengerti secara jelas dan detil, "Tapi kalau terus disodorkan, maka emosi anak bisa terganggu. Misalnya, persepsi si anak tentang hidup akan berubah. Bahwa lingkungannya bukan tempat yang aman dan indah lagi," terang konselor di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta ini.

JADI IDEOLOGI

Henny mengingatkan, anak usia prasekolah juga cenderung akan meniru (modeling) sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang lain. "Baik yang mereka lihat langsung maupun tidak. Misalnya, berita di surat kabar atau majalah dan tayangan lewat layar kaca," paparnya. Ia lantas mencontohkan kasus tentang seorang anak yang meloncat terjun dari jendela apartemen setelah menyaksikan adegan film Superman. "Anak itu ingin meniru si Superman yang bisa terbang."

Selain itu, tambahnya, pola pikir anak usia ini masih bersifat operasional konkret. Artinya, anak akan cenderung menganggap benar dari apa yang dilihatnya. "Anak usia ini enggak bisa melakukan konversi atau pemilahan. Jadi, sulit baginya untuk melihat apakah yang dilihat atau didengarnya itu adalah kenyataan atau cuma bohong-bohongan."

Nah, jika kekerasan sudah terlalu biasa bagi anak, bisa-bisa kekerasan akan menjadi ideologinya. Misalnya, "Ah, enggak apa-apa, kok, memukul orang. Di TV juga sering kita lihat." Akibatnya, "Suatu hari kelak ia akan menjadi pelaku kekerasan yang sesungguhnya."