Hati-Hati, Berita Kekerasan Bisa Bikin Anak Trauma

By nova.id, Jumat, 11 Juni 2010 | 17:17 WIB
Hati Hati Berita Kekerasan Bisa Bikin Anak Trauma (nova.id)

Saran Henny, orang tua sebaiknya mendampingi anak saat menonton TV. Malah kalau bisa, "Usahakan anak tak melihat berita kekerasan." Orang tua juga harus menyeleksi, kapan si anak boleh menonton TV. "Bacaan untuk anak sebaiknya juga diseleksi. Jangan biarkan anak membaca komik yang isinya tentang kekerasan melulu."

Begitu pula bila orang tua memang ingin si anak menonton berita kekerasan karena si orang tua punya tujuan tertentu, "Tetap anak harus didampingi dan diberi penjelasan dengan bahasa yang mudah dipahami anak.

Kemudian, bila anak merasa takut dengan acara itu, maka jangan dipaksakan untuk terus menonton," lanjut Henny.

Tak jarang, anak juga mengajukan pertanyaan kritis tentang apa yang dilihatnya di TV. Misalnya, kenapa orang itu dipukuli, kenapa mobilnya dibakar, dan sebagainya. "Nah, orang tua harus pandai berdiplomasi," ujar Henny. Misalnya, dengan mengatakan, "Ini yang nggak boleh ditiru, karena sesama manusia harus saling mengasihi." Atau katakan, "Itulah kenyataan. Bahwa dunia seperti itu. Ada yang baik dan ada yang jahat. Tapi yang jahat tak boleh ditiru." "Jadi, orang tua harus memasukkan unsur-unsur lain yang lebih manusiawi dan lebih mendidik anak. Cara mengemukakannya tentu harus sebijak mungkin."

Henny juga menganjurkan,orang tua sebaiknya tak bercerita tentang kekerasan di depan anak. "Bahkan, setiap omongan orang tua juga harus dijaga," tegasnya. Misalnya, memaki orang. Orang tua sebaiknya tak mengungkapkannya di depan anak, karena anak akan meniru apa yang mereka lakukan. "Anak akan melihat ibu atau ayahnya. Mereka menjadi model bagi anak."

TINDAKAN NYATA

Menurut Henny, harus ada kemauan dari semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan menciptakan dunia yang non-violence. "Kekerasan seyogianya bukan menjadi konsumsi utama. Artinya, jangan sampai yang ada hanya berita kekerasan terus. Timbalannya apa? Kalau memang untuk menunjukkan bahwa hidup ini tak mudah dan penuh perjuangan, bisa saja cerita atau berita tentang kekerasan itu ditampilkan tapi tak harus menjadi porsi utama," katanya.

Orang tua, lanjutnya, juga harus menjadi pelopor untuk meniadakan kekerasan di lingkungan anak. "Seandainya diperlukan, anak memang perlu dimarahi atau dipukul. Tapi itu hanya untuk kasus-kasus tertentu, yaitu kalau anak salah. Jadi, harus ada alasannya. Kemudian dalam berbicara, orang tua juga harus berusaha menggunakan bahasa yang bagus."

Namun, mengkampanyekan anti kekerasan saja masih belum cukup. "Orang tua juga harus mencontohkan tindakan anti kekerasan itu seperti apa. Jangan cuma omong doang."

Hasto Prianggoro/nakita