Melepaskan Si Kecil Tidur Sendiri

By nova.id, Minggu, 6 Juni 2010 | 17:09 WIB
Melepaskan Si Kecil Tidur Sendiri (nova.id)

Tak usah bingung atau cemas bila si kecil belum bisa tidur sendiri. Yang penting, teruslah berusaha. Mengapa ?

Dari segi perkembangan anak, terang Dra. Ery Soekresno, di usia 2-3 tahun sebenarnya anak sudah siap untuk tidur sendiri dan dorongan untuk mandirinya juga besar. Namun jangan mengharapkan si anak langsung mau tidur di kamarnya sendiri. "Sudah siap bukan berarti sudah cukup matang. Nanti di usia 7 tahun barulah dianggap sudah cukup matang, sehingga sudah harus tidur sendiri," terang psikolog lulusan UI yang aktif di Yayasan Buah Hati ini.

Dalam bahasa lain, usia 2-3 tahun merupakan usia yang pas untuk mulai melatih tidur sendiri. Sehingga pada saatnya nanti (usia 7 tahun) si anak sudah benar-benar tidur terpisah dari orang tua. "Jadi kalau orang tua memulainya di usia 2 tahun, berarti masih ada waktu sekitar 5 tahun untuk membuat anaknya mau tidur sendiri." Hal ini berarti si kecil dilepasnya harus secara bertahap. Tapi, bagaimana caranya?

TENTUKAN ATURAN

"Yang pertama-tama, perkenalkan dulu kamarnya. Buatlah anak suka pada kamarnya sendiri," kata Ery. Sebaiknya si anak dilibatkan saat orang tua menyiapkan kamarnya. Kendati masih batita, namun si kecil sudah bisa diajak memilih, lo. Misalnya dengan cara menawarkan, "Adik suka warna yang mana?" sambil ditunjukkan beberapa warna yang sudah orang tua pilihkan. Begitupun soal benda-benda apa saja yang mau dimasukkan ke kamarnya, semisal boneka atau mainan lain kepunyaannya. Juga tentang sepreinya, tanyakan, apakah ia mau seprei yang bergambar Winnie The Pooh atau Mickey, misalnya, dan lainnya.

Bila kondisi tak memungkinkan, sementara orang tua punya anak lebih dari satu, menurut Ery, tak apa-apa si kakak dan adiknya tidur sekamar. Namun tempat tidurnya harus berbeda, terutama bila anaknya berlainan jenis kelamin.

Selanjutnya, tentukan aturan. Namun aturannya bukanlah, "Sekarang kamu harus tidur sendiri, enggak boleh lagi tidur sama Mama-Papa." Melainkan mengajarkan bahwa ia punya kamar sendiri, "Sekarang Adik punya kamar sendiri. Mama dan Papa juga punya kamar sendiri." Ajarkan juga, "Nanti kalau Adik enggak tidur di kamar ini, terus siapa, dong, yang akan tidur di sini? Mama dan Papa, kan, sudah punya kamar sendiri." Bila ia punya kakak yang sudah tidur sendiri, bisa ditambahkan, "Kakak juga sudah punya kamar sendiri."

Aturan lain ialah "upacara" sebelum tidur. "Itu mesti ada," ujar Ery. Misalnya, kalau mau tidur cuci kaki, sikat gigi, dan seterusnya. "Jadi anak dibiasakan dengan sesuatu yang rutin dan biasanya anak senang dengan yang rutin." Kemudian, jika ia cepat melakukannya (disuruh tidur), berilah hadiah cerita atau didongengkan. Sebaliknya ia tidak didongengkan jika lama melakukan semua itu. Jadi, ada konsekuensinya.

Tentukan juga jam tidur. Misalnya, jam sembilan. Berarti sebelum jam tersebut, ia tak boleh lagi melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak tenaga semisal lari-lari. Karena akan membuat si anak lebih susah tidur.

Semua aturan tersebut, terang Ery, sangat berkaitan dengan tumbuhnya dorongan dalam diri anak untuk mau tidur sendiri. "Kalau dia merasa nyaman, ada aturan yang jelas, dan sudah dipersiapkan, maka dia akan mau tidur dengan sendirinya."

ORANG TUA FLEKSIBEL

Biasanya si kecil tak akan langsung tidur sendiri sampai pagi. Kebanyakan anak akan terbangun di tengah malam mencari orang tuanya dan pindah lagi ke kamar orang tua. "Tak apa-apa. Orang tua harus fleksibel. Jangan dipaksa, karena ia sedang dalam taraf belajar," bilang Ery.

Begitupun kala si anak sakit, baru masuk play group atau kelahiran adik, dan sebagainya. "Orang tua harus memahami, karena anak juga bisa stres. Kita tak boleh memaksa. Apalagi dengan adanya adik baru, biasanya si kakak merasa jealous. Dia akan merasa tak disayang kalau disuruh tidur sendiri."

Itulah mengapa Ery menganjurkan agar orang tua mulai mengajari si anak tidur sendiri sejak sebelum adiknya lahir. Katakan, "Nanti kalau Kakak bobok di sini dan adik juga bobok di sini, kamarnya jadi penuh." atau, "Nanti kalau adik lahir, Papa tidur di mana?" Tapi jangan katakan, "Kakak, kan, sudah besar. Jadi harus tidur sendiri." Hal ini terlalu berat bagi anak karena kesannya seperti menolak. Akibatnya, ya, itu tadi, anak merasa tak disayang lagi.

Namun bila si kecil keseringan pindah kamar, menurut Ery, berarti ada masalah. "Orang tua harus cari tahu apa yang membuatnya tak mau tidur sendiri." Apakah ruangannya panas atau terlalu dingin, apakah warna kamarnya terlalu gelap, dan sebagainya. "Karena ada anak yang tak mau tidur sendiri lantaran tak cocok dengan kamarnya. Jadi kita cari tahu secara fisik dulu. Berikutnya baru kita lihat, apakah ada sesuatu yang menakutkan dia."

Anak kecil, terang Ery, kadang suka berimajinasi bahwa di kamarnya ada monster dan sebagainya. "Biasanya kalau kita memberikan keyakinan dengan kata-kata yang baik, si anak tak takut lagi."

MERASA TAK AMAN

Kebanyakan anak yang menolak tidur sendiri, menurut Ery, ada kaitannya dengan karakter kepribadian tertentu. "Ada anak yang sulit sekali menyesuaikan terhadap perubahan. Anak yang demikian kemampuan beradaptasinya rendah. Jadi, kalau ada sesuatu yang berubah dia marah dan tak suka." Menghadapi anak tipe ini, sarannya, orang tua perlu lebih ekstra sabar.

Bisa juga lantaran si anak kurang percaya diri sehingga ia merasa takut kala harus tidur sendiri. "Hal ini berarti rasa aman si anak belum penuh. Rasa aman tersebut diperoleh dari ibu. Karena ibu adalah orang pertama yang dipercaya anak." Jadi, kalau anak merasa nyaman dan aman karena puas dengan ibunya, maka ia akan berani. Karena di mana pun ia berada, cukup dengan membayangkan ibunya saja, ia sudah yakin bahwa si ibu ada di sebelahnya. "Nah, pada anak yang rasa amannya kurang, si ibu benar-benar ada di dekatnya, tak bisa hanya lewat bayangannya saja."

Kendati demikian, si kecil tetap harus dilatih tidur sendiri. Karena, terang Ery, anak harus disiapkan untuk mandiri, untuk menghadapi bagaimana nanti ia hidup tanpa orang tua. "Satu hal lagi, anak akan menghadapi zaman yang tak kita ketahui. Jadi, kalau ia tak bisa menghadapi masalah tidur sendiri yang sebenarnya hanya masalah sederhana, maka bagaimana ia menghadapi dunia atau hal yang lebih berat dari sekadar tidur sendiri."

BERITAHU ANAK

Namun, sekali lagi tekan Ery, caranya bukan dengan memaksa. Ingat, si kecil sedang dalam tahap belajar. Jadi, biarkan si kecil tidur bersama orang tuanya dulu, tapi kemudian dipindahkan ke kamarnya. "Namun sebelumnya si anak harus diberi tahu dulu, ya," ujar Ery. Misalnya, "Ya, sudah, sekarang kamu bobok dulu di kamar Mama. Nanti kalau Adik sudah bobok, Mama pindahin, ya, ke kamar Adik.

Sama halnya bila si anak mau tidur sendiri di kamarnya namun harus ditemani dulu, katakan, "Sekarang Adik di kamar ditemani sama Mama. Nanti kalau Adik sudah bobok, Mama akan kembali ke kamar Mama."

Kalau tidak, terang Ery, "Anak akan tak percaya lagi pada orang tuanya." Si anak juga jadi tak tenang dan tak bisa tidur karena dia takut, "Aku enggak boleh tidur. Karena kalau aku tidur, nanti aku dipindahin/ditinggalin sama Mama." Tapi bila orang tua sudah memberi tahu lebih dulu, si anak jadi punya dorongan untuk mandiri. "Ia merasa tidur sendiri itu menyenangkan karena suasananya tak menegangkan. Pada akhirnya ia akan senang untuk tidur sendiri."

HADIAH DAN TARGET

Sekecil apapun langkah anak untuk mau tidur sendiri, Ery minta agar dihargai, dipuji, dan didukung oleh orang tua. Meskipun ia cuma menaruh kepalanya di kamarnya lalu kembali ke kamar orang tua. Katakan, "Aduh, Mama bangga kamu sudah mau tidur sendiri. Mama akan lebih bangga lagi kalau Adik boboknya lebih lama sampai pagi di kamar Adik."

Nah, bila si kecil mau tidur sendiri sampai pagi, berilah hadiah. Namun hadiahnya tak harus selalu dalam bentuk barang. "Bisa juga dengan mengajak si anak pergi ke suatu tempat yang disukai atau diinginkannya bersama orang-orang yang dicintainya."

Selanjutnya, tentukan target. Misalnya, hari ini ia tidur sendiri, besok baru tidur di kamar orang tua, dan seterusnya diselang-seling. Secara bertahap tingkatkan targetnya. Misalnya, dua hari tidur sendiri, sehari bersama orang tua sampai akhirnya si anak mau tidur sendiri selama seminggu penuh.

"Boleh juga orang tua membiasakan anak tidur sendiri dari Senin sampai Jumat, lalu di akhir pekan tidur bersama orang tua. Tapi dengan syarat, selama hari Senin sampai Jumat itu si anak benar-benar tidur sendiri." Jadi, tandas Ery, orang tua tetap fleksibel tapi juga punya target.

HATI-HATI BERHUBUNGAN INTIM

Ery mengingatkan, melepas anak tidur sendiri sama prosesnya dengan menyapih. "Orang tua harus sabar dan kreatif. Jangan terburu-buru. Toh, target akhirnya masih lama. Yang penting diusahakan terus sampai akhirnya ia benar-benar mantap full tidur sendiri."

Jadi, bila sampai usia 3 tahun si kecil masih belum juga mau dilepas tidur sendiri, saran Ery, tak usah cemas. Hanya saja yang harus diperhatikan ialah bila orang tua hendak berhubungan intim. Jangan sampai dilihat oleh anak. "Anak itu punya photographic memory, yaitu ingatan seperti jepretan foto, apa yang dilihatnya akan terekam. Sampai ia besar, ingatan itu akan terekam dan tak baik efeknya."

Dikhawatirkan si anak akan mengalami trauma, karena ia belum mengerti apa yang dilakukan orang tuanya. Ery lantas mengambil contoh satu kasus di mana seorang anak pernah melihat ayah-ibunya berhubungan intim kala si anak berusia satu setengah tahun. "Setelah besar, si anak jadi psikosis. Dia tak ada kontak dengan lingkungannya. Kalau diajak omong tak pernah nyambung. Karena gambaran yang didapatnya dari hubungan intim tersebut sangat kejam." Jadi, anjurnya, bila orang tua ingin berhubungan intim sebaiknya carilah kamar lain.

Nah, sudah tahu, kan, bagaimana kiat-kiatnya. Tapi harus ekstra sabar ya, Bu-Pak.

Dedeh Kurniasih/nakita