Lari sana-sini, tak bisa diam, itulah gaya si batita yang sedang menikmati usia eksplorasi. Tapi,amankah lingkungan rumah Anda ?
Senewen dan deg-degan. Itu rasanya kalau kita punya anak usia batita. Habis, si kecil tidak mau diam, terus aktif bergerak. Baru saja ditegur tak boleh menyentuh termos, "Eit, jangan dipegang, Sayang. Itu panas!" ia sudah lari ke arah meja,"Lo, kok, naik meja. Nanti jatuh, lo. Ayo, ah, turun!"
Si kecil memang sedang doyan-doyannya beraktivitas. Segala macam benda mau diraihnya dan semua sudut ingin dijelajahinya. Jadilah orang tua sibuk melarang ini dan itu bahkan kemudian marah ke pada anak. Padahal, seperti dituturkan Dra. Dewi Mariana Thaib, terlalu banyak melarang sebetulnya kurang bijaksana. "Anak jadi tak berkembang dan kalau kelewat sering dilarang, bukannya tak mungkin ia jadi gampang ngamuk karena merasa frustrasi."
Di sisi lain, ada pula anak yang bereaksi sebaliknya. Yaitu sengaja melakukan apa-apa yang dilarang. "Ada juga yang kemudian jadi ngambek, tak mau lagi melakukan sesuatu," tutur psikolog anak dari RSB Bunda ini.
RENTAN CEDERA
Harap dipahami, terang Dewi, anak usia ini memang banyak bergerak secara fisik. Dorongan rasa ingin tahu dan ingin mencoba segala sesuatu pada dirinya begitu besar. Karena itulah, tambah Dewi, "Anak seusia ini juga belum tahu yang namanya takut. Kalau dia mau lari, ya, lari saja, nggak peduli mau nabrak apa."
Nah, karena gayanya yang "seradak-seruduk" sementara belum tahu arti bahaya, si kecil pun jadi gampang cedera. Karena itulah, saran Dewi, daripada kita cuma marah dan mengomel, "Lebih bijaksana jika kita mencegah agar kelakuan si anak tidak membahayakan dirinya."
Caranya? Ciptakan lingkungan yang aman bagi anak. Perabot atau hiasan rumah yang sekiranya membahayakan, misalnya, sebaiknya disingkirkan dulu. "Jangan sampai anak merasa, rumah adalah tempat yang mengekang dirinya. Biarkan ia bebas di rumahnya sendiri. Kalau ia merasa aman dan nyaman, maka anak akan merasa, rumah adalah segalanya bagi dia."
Jika sejak kecil sudah ditanamkan seperti itu, tutur psikolog yang juga berpraktek di Klinik Medika Bayuadji ini, kelak bila si anak punya masalah, "Ia akan selalu kembali ke rumah dan bukan pergi ke tempat yang negatif."
TETAP DIAWASI
Kendati lingkungan rumah sudah aman, tak berarti Anda boleh meninggalkannya sendirian. Orang tua harus senantiasa mendampingi anak. Soalnya, si kecil yang sedang senang-senangnya mencoba melakukan apa saja, bisa mengerjakan sesuatu yang membahayakan. Misalnya saja, ia ingin meniru ayahnya yang kemarin dilihatnya memasukkan colokan listrik. Ia tak sadar, hal itu amat berbahaya untuk anak seusianya. Itu sebabnya, ia perlu senantiasa diawasi.
Pengawasan ini menjadi semakin penting, karena sedikit saja orang tua lengah, si kecil sudah berada entah di mana. Bukan tak mungkin tahu-tahu ia sudah ada di dapur dan bermain-main dengan benda tajam, misalnya. Atau bahkan berada di luar rumah, yang tentunya sangat berbahaya bagi si anak. Jadi, tandas Dewi, "Ke mana pun ia pergi, orang tua harus mengikuti. Orang tua harus selalu berada di dekat anak."
Yang termasuk harus diawasi pula adalah alat permainan. "Pastikan mainannya tak membahayakan." Hindari pula mainan yang berukuran kecil agar tak tertelan anak. Namanya juga anak sekecil itu, apa pun ia coba masukkan ke dalam mulutnya. "Pilih mainan yang ukurannya lebih besar dari mulut si anak."
MENGAJARKAN CARA AMAN
Pelan-pelan, ajarkan padanya tentang masalah keamanan hingga akhirnya ia mengerti, mana yang boleh dilakukannya dan mana yang harus dihindari. Anak usia ini, jelas Dewi, belum memiliki batasan yang baik mengenai baik-buruk ataupun boleh-tidak. "Tapi jika diberi penjelasan dengan cara sederhana dan bahasa yang mudah dimengerti, ia pasti mengerti, kok. Apalagi di usianya itu, ia sedang gemar-gemarnya bertanya. Jadi, inilah saat yang tepat untuk memberinya banyak pelajaran."
Kalau Anda memergokinya tengah bermain dengan gunting, misalnya, jangan langsung merebut benda tajam itu lalu marah-marah. Sebaliknya, jelaskan padanya, bahwa benda itu bisa melukai dirinya. Beri ia "bukti" dengan mengambil secarik kertas kemudian gunting. "Nah, kertasnya putus, kan? Itu artinya, gunting ini tajam. Mama tak mau kamu terluka."
Bila si kecil lantas menangis karena keasyikannya terganggu, saran Dewi, biarkan saja. "Toh, anak tak akan kenapa-napa gara-gara menangis. Dengan begitu, ia belajar mengendalikan emosinya. Bila emosi atau keinginannya selalu dituruti, maka ia tak bisa mengendalikan diri."
Adakalanya orang tua mengalihkan perhatian si anak dengan memberikan benda lain sebagai pengganti. Misalnya, ia bermain pisau. Gantilah pisau itu dengan pisau roti yang tak tajam. "Tidak apa-apa, sejauh tak membahayakan dan dapat memenuhi rasa ingin tahunya yang besar," kata Dewi. Si anak pun jadi tak merasa kesenangannya direnggut begitu saja oleh orang tua.
Dedeh Kurniasih/nakita