Anak harus dibiasakan tidur dan bangun pada waktunya. Jika ia terbiasa berdisiplin tidur, ia akan mudah berdisiplin dalam hal lainnya.
"Odi nggak mau tidur sekarang. Mau nonton teve dulu." Sering, kan, si kecil mengelak naik ke tempat tidurnya seperti halnya Odi? Entah lantaran acara teve yang ditonton lagi seru-serunya ataupun karena ia lagi asyik main.
Pendeknya, tak gampang menyuruh batita tidur, sekalipun hari sudah jauh tengah malam. "Anak usia batita memang lagi asyik-asyiknya bereksplorasi. Rasa ingin tahunya sangat besar, sehingga wajar jika si anak ogah masuk ke kamar tidur. Ia terlalu excited, maunya main terus," terang Dra. Ninik Bawani, psikolog anak dari RS Internasional Bintaro, Tangerang.
Tapi bukan berarti kemauan si kecil boleh dituruti begitu saja. Ia tetap harus belajar disiplin dalam hal waktu tidur. "Dengan anak terbiasa berdisiplin dalam tidur, maka ia pun akan mudah untuk berdisiplin dalam hal lainnya." Lagipula, tidur yang cukup sangat baik untuk kesehatan anak. "Selain badannya sehat, metabolisme dan aktivitasnya juga bagus."
Bagaimanapun, lanjut Ninik, pola tidur anak harus diciptakan orang tua. Artinya, orang tualah yang mengatur kapan si anak harus tidur dan bangun. "Sebenarnya membiasakan tidur dan bangun teratur harus dipolakan sejak bayi agar tak bikin repot orang tua. Terlebih bagi orang tua yang keduanya bekerja."
Jika pun di usia batita sudah kadung tak berpola, tetaplah belum terlambat untuk mengaturnya. Yakni dengan cara mendisiplinkannya. Tentu saja untuk mengubah kebiasaan tidur anak, pada awalnya akan terasa sulit. Kuncinya kesabaran.
TAHAPAN TIDUR
Selanjutnya Ninik menjelaskan 5 tahapan tidur. Tahap ke-1 ialah saat kita baru mau tidur. Mata kita baru akan tertutup dan bola mata masih bergerak-gerak. Riyep-riyep, istilahnya. Pada tahap ke-2, biasanya mata sudah tak bergerak-gerak lagi, tapi kita masih dalam keadaan sadar.
Selanjutnya di tahap ke-3, gelombang EEG (electro-encephalogram)-nya mulai melambat. Gelombang tersebut akan sangat lambat di tahap ke-4 di mana kita sudah benar-benar pulas. "Otot-otot kita pun sudah mulai kendur dan mata juga sudah tak bergerak-gerak lagi."
Akhirnya di tahap ke-5, kita mulai bermimpi. Tahap ini disebut fase REM (Rapid Eye Movement) atau GMC yakni Gerak Mata Cepat. Di tahap ini bola mata kita bergerak-gerak. "Biasanya tahap ini akan terlewati bila anak-anak tidurnya dalam suasana tenang, tak minum obat, ataupun ditakut-takuti sebelum berangkat tidur," terang Ninik.
Pada masa kanak-kanak, lanjut Ninik, fase GMC prosentasenya harus lebih banyak dari orang dewasa. "Jika fase GMCnya kurang atau tidurnya terlalu banyak di tahap 1-4, maka ia akan bangun dengan perasaan tak enak. Ia mudah marah dan tak bisa mengontrol dirinya." Karena itu, anjurnya, sebelum tidur si anak tak boleh terlalu capek dan pikirannya tak dalam keadaan marah.
TAK HARUS TIDUR SIANG
Anak batita, terang Ninik, membutuhkan waktu tidur selama 12 jam, yang dibagi antara jam tidur malam dan siang. Jika malamnya sudah tidur sebanyak 8-10 jam, maka sisanya digunakan untuk tidur siang. "Tapi sebenarnya tidur siang cukup 1-2 jam saja. Bila sudah kelamaan, sebaiknya dibangunkan. Jika ia kebanyakan tidur, saat bangun badannya akan terasa lemas sehingga aktivitasnya pun akan terhambat."
Pada anak yang sulit diajak naik ke tempat tidur saat malam, menurut Ninik, boleh jadi lantaran ia sudah kebanyakan tidur siang. "Jadi, ia benar-benar belum mengantuk." Makanya, dipaksa kayak apa pun, si kecil tetap saja enggak mau tidur. Nah, daripada orang tua harus "perang urat syaraf" setiap malam hanya untuk menyuruh si kecil tidur, lebih baik kurangi saja jam tidur siangnya bila selama ini ia memang banyak tidur siang.
Apalagi, seperti dikatakan Ninik, tidur siang sebenarnya bukan suatu keharusan alias tak wajib. "Ada, kok, anak yang sudah merasa cukup hanya dengan tidur 10 jam di waktu malam. Jadi, tergantung pada anaknya. Bila ia tetap happy, tetap aktif tanpa kelihatan capek, tak jadi rewel atau uring-uringan, kenapa harus tidur siang?"
MENGUBAH POLA
Jika si kecil bangun tidur siangnya terlalu sore, maka usahakanlah agar jadwal tidur siangnya lebih awal. Otomatis jam makan siangnya pun tentu harus diubah lebih awal. "Setidaknya jam 12 siang ia sudah tidur siang. Jadi, saat bangun hingga ke tidur malam tak terlalu dekat," tutur Ninik. Jangan sampai si anak bangun tidur siangnya jam 5 sore. Praktis ia baru mengantuk di jam 11-12 malam. Paginya ia pun akan bangun kesiangan. Nah, pola ini jika tak sama dengan pola bangun orang tua, akan merepotkan.
Lakukanlah perubahan secara bertahap. "Minimal dibutuhkan waktu sekitar 2 minggu sampai ritme tubuhnya menjadi stabil," ujar lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini. Caranya, majukan jam tidur siangnya setengah jam di muka. Selanjutnya bila ia sudah terbiasa, majukan setengah jam lagi, hingga akhirnya ditemukan jam yang pas untuk dipolakan.
Begitupun dalam mengubah jam bangun tidurnya. Namun saat membangunkan si kecil haruslah dengan cara yang halus. Misalnya, dengan menepuk-nepuk lembut pipinya dan memeluknya sambil berkata, "Bangun, yuk, sayang. Sekarang sudah waktunya mandi, lo. Habis itu kita jalan-jalan." "Jangan malah orang tua membentaknya sehingga membuatnya kaget. Ia tentu akan marah dan tak mau bangun. Wong, lagi dalam tahapan mimpi, eh, malah dibangunkan. Ya, jelas kaget dan marah."
bersambung
Indah Mulatsih/nakita