Bila semua kebutuhan tersebut dipenuhi oleh si Mbak, ya, jangan salahkan bila anak akhirnya dekat dengan pengasuhnya. "Wong, si pengasuh lebih memahami kebutuhannya, kok. Ia mendapatkan kehangatan dari perawatan si pengasuh." Apalagi anak kecil memang akan jadi akrab dengan orang yang secara konsisten memenuhi segala kebutuhannya. "Sekecil apa pun, anak akan tahu mana orang yang mengurusnya, selalu berada di dekatnya, dan mana yang bukan."
Terlebih lagi, ibu cenderung ingin "bersih"nya saja lantaran merasa sudah keluar uang untuk menggaji pengasuh. Ibu hanya mau menggendong atau bermain dengan anak, jika anaknya sudah dalam keadaan bersih. Bila anaknya ngompol, ia akan segera meminta si pengasuh untuk mengganti celana anaknya. "Nah, bagaimana si kecil jadi enggak semakin akrab dengan pengasuhnya?"
Meskipun anak tetap bisa membedakan mana ibunya dan mana pengasuhnya, tapi bila ia lebih mendapatkan kehangatan dari pengasuhnya, maka akan sulit untuk beralih ke ibunya. "Jika sejak kecil antara ibu dan anak tak ada attachment, untuk selanjutnya pun tak akan ada. Dalam keadaan panik atau lapar, anak akan 'lari' ke pengasuhnya," ungkap Siti Marliah.
Jadi, tak perlu cemburu pada pengasuh karena anak lebih dekat dengannya. Apalagi sampai memecatnya. Yang penting ialah mengupayakan agar si anak tidak keterusan "lengket" pada pengasuhnya.
BEREBUT PENGARUH
Caranya? Pindahkan attachment tadi! Ibu harus mau merespon kebutuhan anak dan memberikan kehangatan. Dengan demikian, "Lama-lama anak akan tahu, ada orang lain yang juga memberikan rasa aman buat dirinya, yaitu ibunya. Karena yang penting adalah rasa aman itu," tutur Siti Marliah.
Lakukan secara bertahap. Tak perlu pula memutuskan meninggalkan pekerjaan. "Cukup dengan memanfaatkan sebaik mungkin waktu luang yang ada bersama anak." Jadi, begitu tiba di rumah sepulang kantor, segera lupakan urusan kerja. Fokuskan perhatian pada kebutuhan anak. Entah dengan membacakan cerita sebelum si kecil tidur atau menemaninya makan dan menonton TV. "Makan malam bersama bisa dijadikan sarana untuk berkumpul bersama seluruh keluarga, saling berbagi cerita, sehingga semakin mempererat hubungan keluarga."
Jangan jadikan rasa capek sebagai alasan. "Memang, capek rasanya habis bekerja harus mengurusi anak. Tapi itu, kan, risiko ibu bekerja," tukas pengajar di Fakultas Psikologi UI ini. Jadi, kalau memang waktu luang hanya pada malam dan pagi, lakukan pendekatan dengan anak di saat itu. "Banyak juga, kan, ibu-ibu yang bekerja tapi anaknya tetap lengket pada si ibu. Jadi, tergantung bagaimana si ibu menyiasatinya."
Ibu pun harus sabar, karena pembentukan attachment butuh waktu. Mula-mula mungkin anak rewel dan menolak kehadiran ibunya. "Jangan kecil hati dan mudah putus asa!" Kalau misalnya anak hanya mau tidur dengan si Mbaknya. Mula-mula biarkan ia tidur bersama si Mbak, lalu setelah tidur, minta pengasuh menyingkir. Bila anak ngambek, biarkan saja dan jangan dibujuk karena itu sama artinya dengan mengizinkan perilaku ngambeknya itu. Nah, begitu ngambeknya selesai, dekati anak, bila perlu dipuji, "Ternyata kamu bisa diam, bisa manis."
Setelah berjalan beberapa hari, bolehlah sesekali si pengasuh hadir di dekat si kecil, asal pada saat itu anak sudah tahu bahwa ibunya juga mampu memberikan attachment yang aman. Alhasil, ia pasti akan lekat ke ibunya walaupun ada si pengasuh di dekatnya.
Selanjutnya, terus yakinkan anak bahwa dirinya selalu menjadi bagian dari hidup orang tuanya walaupun ibu tak berada di rumah. "Bila perlu, sesekali ajaklah anak ke kantor. Perlihatkan bahwa fotonya dipasang di meja kerja, sehingga ia tahu, meski tak berada di rumah, ibunya selalu ingat padanya."
Sesekali teleponlah anak di rumah, sekadar menanyakan apakah ia sudah makan atau belum. Anak pun menjadi yakin, ia selalu menjadi bagian dari hidup ibunya. Tapi jangan terlalu sering menelepon karena anak akan jadi tergantung, tak terdidik untuk mandiri dan mengatasi masalah sendiri, karena sedikit-sedikit harus melapor ke ibunya dan minta saran apa yang harus dilakukan.