"Bunda, Darimana Datangnya Adik Bayi?"

By nova.id, Kamis, 8 April 2010 | 18:39 WIB
Bunda Darimana Datangnya Adik Bayi (nova.id)

Aduh, bagaimana, ya, menjawabnya? Bingung! Itu yang biasanya dialami orang tua. Kapan sebenarnya saat yang tepat memberikan pendidikan seks pada si kecil? Bagaimana caranya?

"Orang tua biasanya dibingungkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Bunda dari mana datangnya adik bayi?", "Mengapa, kok, cuma Ibu yang bisa punya bayi?" atau "Kenapa adik perempuan tidak punya penis?", dan sebagainya. Bahkan ada yang pertanyaannya cukup "romantis", "Bisakah sudah besar nanti saya menikahi Ayah (Ibu)?"

Anak-anak usia prasekolah memang suka mengajukan pertanyaan seputar masalah seks. Biasanya, pertanyaan yang sering muncul adalah umum dan terpusat pada perbedaan anatomi tubuh, kehamilan, serta kelahiran. Hal ini normal saja. Soalnya, anak-anak usia ini mulai mengenali seksualitasnya, di samping mereka sudah lebih sadar akan dunia di sekitarnya.

Menurut pakar psikologi perkembangan anak, Elizabeth B. Hurlock, ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa anak usia ini sangat berminat pada seks. Salah satunya ialah kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat ibu atau anggota keluarga dan tetangga melahirkan bayi, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan yang diikuti oleh mengecilnya perut setelah kelahiran.

Media massa, terutama TV yang menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks, juga membikin anak tertarik pada seks. Bahkan teman sebaya, kendati masih kecil, tak jarang pula membicarakan soal seks. Dan yang tak kalah penting pengaruhnya ialah perlakuan berbeda yang diterima pria dan wanita dalam kelompok sosial, bahwa pria dan wanita memakai pakaian berbeda dan melakukan hal yang berbeda pula.

PENYIMPANGAN SEKS

Lantaran itulah para ahli sependapat, orang tua harus memberikan jawaban, apa pun pertanyaan si anak. Hal ini penting. Bukan hanya sekadar untuk memuaskan rasa ingin tahu anak semata, tapi juga agar si anak kelak terhindar dari penyakit jiwa yang berkaitan dengan seks.

Dari penelitian, sekitar 50 persen penyimpangan seks yang terjadi di usia dewasa disebabkan sejak usia dini mereka tak pernah mendapatkan pendidikan seks. Beda kalau dari kecil sudah ada keterbukaan tentang seks, "Nanti anak tak akan melakukan yang tidak-tidak atau mencoba-coba untuk tahu mana yang boleh dan tidak," kata Prof. DR. Suhargono Hadisumarto dari IKIP Jakarta. Selain itu, lanjutnya, memberikan pendidikan agama dan budi pekerti sehingga si anak bisa terhindar dari penyimpangan seks.

Sayangnya, tak sedikit orang tua yang malah jadi marah kala anak mulai bertanya-tanya soal seks. "Jangan tanya begitu, jorok!" Atau orang tua langsung mengalihkan perhatian si anak dan tak menjawab pertanyaannya. Cara ini jelas salah. "Mereka melakukan itu biasanya karena ketidaktahuan. Orang tua terkadang menutupi kelemahannya. Kalau orang tuanya pintar, tak mungkin akan berbuat seperti itu," tutur Suhargono.

Karena itu, anjur Guru Besar IKIP Jakarta ini, orang tua harus mengisi ketidaktahuan dan ketidakmengertiannya dengan membaca buku dan bertanya pada orang yang mengerti. Apalagi pertanyaan anak akan semakin meningkat kualitasnya sesuai perkembangan usianya. Bisa dibayangkan bagaimana "repotnya" bila orang tua sama sekali tak punya bekal pengetahuan seksualitas.

KESEMPATAN BAGUS

Soal kapan tepatnya memberikan pendidikan seks pada anak, menurut Suhargono, tak ada waktu yang pasti. "Tergantung kepekaan si anak. Jangan kita buat-buat dan pakai target. Misalnya kalau anak sudah usia sekian akan saya berikan. Jangan begitu. Perkembangan setiap anak, kan, tidak sama," jelas pakar pendidikan biologi ini.

Yang pasti, ketika anak mulai bertanya, inilah kesempatan bagus bagi orang tua untuk memberikan pendidikan seks. Karena hal itu menunjukkan anak sudah peka dan sudah mulai berpikir. Biasanya terjadi di usia 3 tahun. Ada dua kemungkinan anak bertanya, tutur Suhargono, "Karena ia memang ingin tahu atau cuma ingin menarik perhatian orang tua."

Tapi, apa pun alasannya, kita tetap harus menghargainya. "Anak yang banyak bertanya menandakan ia anak yang cerdas. Kita jangan melarang atau menekannya untuk tak bertanya. Anak usia ini memang banyak bertanya dan sangat baik diberikan pendidikan seks," tandas Suhargono.

Tapi kalau sampai usia 5 tahun si anak cuek saja, maka orang tua perlu "memancing"nya agar si anak bertanya. Caranya? "Kenalkan anak dengan alam nyata, karena anak usia ini belum bisa berpikir abstrak," kata Suhargono. Jadi, mulailah dari lingkungan sekitar kita bahwa mahluk hidup diciptakan berpasang-pasangan dan berkembang biak.

Misalnya bercerita tentang pohon rambutan yang berbuah. Bahwa pohon itu berbuah karena ada bunga. Ketika melihat ayam kawin, katakan bahwa itu dilakukan agar ayam betinanya dapat bertelur. Pendidikan seks juga bisa diberikan dengan mengajak anak menjenguk anggota keluarga atau teman yang baru melahirkan, mengikutsertakan anak ketika ibu merawat bayi, dan sebagainya.

Adakalanya orang tua mandi bersama dengan anak. Menurut Suhargono, sebaiknya jangan dibiasakan. "Bagaimana kalau nanti si anak cerita pada teman-temannya? Kasihan, kan, teman-temannya yang mendengarkan tapi tidak mengerti." Lagipula, tambahnya, dengan mandi bersama, maka pertanyaan si anak akan lebih banyak lagi. Nah, siap nggak orang tua menjawabnya?

Lebih baik, kata staf dosen Fakultas Farmasi di Universitas Pancasila dan Fakultas Psikologi di Universitas Gunadarma ini, "Tak usahlah mandi bersama karena pada umumnya orang tua belum tentu siap akan jawaban yang harus diberikan." Kalaupun orang tua tetap ingin mengajak si kecil mandi bersama, maka harus sudah siap menerima pertanyaan-pertanyaan dan jangan menutup diri.

JANGAN BOHONG

Dalam menjawab, kita harus mengatakan hal yang sebenarnya dan jangan berbohong. Bila kita berbohong, sama dengan mengajarinya untuk berbohong. "Penghargaan terhadap orang tua akan turun setelah si anak tahu bahwa ia dibohongi, sementara selama ini orang tua mengajarinya tak boleh berbohong," terang Suhargono.

Yang juga harus diperhatikan ialah gunakan bahasa sederhana, sesuai usia anak. Jadi, jangan berikan jawaban secara detil. Misalnya anak bertanya, "Dari mana adik?", jawablah, "Adik berasal dari perut Ibu." Cukup sampai di situ. Misalnya si anak bertanya lagi, "Terus adik keluarnya dari mana?" Katakan saja, "Adik keluar dari antara pusat paha Ibu."

Tak jarang anak bertanya ketika melihat ayah dan ibu berciuman. Ini juga harus dijawab. Katakan bahwa hal itu menunjukkan ayah dan ibu saling menyayangi. Tak usah dijelaskan panjang lebar, karena anak tak akan mengerti. Anak pun bingung. Bukan tak mungkin akan mengundang si anak untuk mengajukan pertanyaan lain, yang malah bikin orang tua bingung sendiri.

Jadi, tutur Suhargono, "Penjelasannya tak usah mendalam. Sepintas saja. Paling tidak, anak pernah mendengar itu. Nanti akan timbul dalam ingatannya kalau ibunya pernah cerita mengenai kucing kawin, misalnya." Kalau si anak sudah puas, segera alihkan pembicaraan ke topik lain. Kalau dia bertanya lagi, jawab lagi, lalu alihkan lagi. "Jadi, jangan seperti satu paket yang harus diberikan seluruhnya," tukasnya.

Jika Anda tak bisa menjawab atau merasa sulit untuk menjelaskannya pada si anak, tak ada salahnya Anda berterus terang. Katakan saja, "Nak, Ayah belum bisa menjawab pertanyaanmu sekarang. Ayah akan cari dulu jawabannya dari buku." Beri tahu kapan Anda baru bisa memberikan jawaban itu dengan konsekuensi Anda harus menepatinya. Ini lebih baik daripada Anda asal menjawab. Anak pun akan menghargai kejujuran Anda.

Jangan pernah menghindar dari pertanyaan anak. Ingat, anak kecil akan selalu berusaha mencari jawab atas rasa ingin tahunya! Kalau Anda tak mau menjawab atau ia belum puas, maka ia akan bertanya kepada siapa saja sampai ia puas. Syukur bila ia bertanya pada orang lain yang tepat dan bisa memberikan jawaban yang benar pula. Tapi kalau tidak, bagaimana? Celakalah si kecil. Anda pula yang repot nantinya.

Jika anak tertawa cekikikan saat Anda menjelaskan, berarti si anak menangkapnya salah. Perlu diluruskan. Dalam menjelaskan, terang Suhargono, kita juga jangan terlalu serius dan harus diselingi humor. "Seharusnya seks itu sesuatu yang indah bukan diasosiasikan dengan sesuatu yang kotor. Hubungan pria dan wanita hanyalah sebagian kecil dari pendidikan seks."

Yang tak kalah penting ialah gunakan nama atau istilah yang benar. Misalnya penis untuk alat kelamin lelaki, bukan "burung". Atau vagina untuk alat kelamin wanita, bukan "dompet". Jangan sampai anak lelaki Anda selalu memegangi penisnya karena takut sang penis "terbang" dan tak kembali lagi. Karena dalam persepsinya, sang penis sama seperti burung yang bisa terbang.

MERABA TEMAN

Perlu diketahui, anak usia ini juga sudah melakukan onani atau masturbasi meskipun si anak tak mengerti. Ia hanya merasakan ada perasaan lain ketika alat kelaminnya dipegang-pegang. Hal ini wajar saja dan alami. Menurut para ahli, perilaku anak yang demikian di usia ini merupakan bagian dari eksplorasi anak terhadap tubuhnya.

Orang tua yang tak mengerti biasanya akan memarahi atau memukul tangan si anak. Akibatnya, si anak akan diam-diam melakukannya lagi bila orang tua tak melihat. Anak akan berpikir, "Kalau aku pegang penis, kok, dimarahi. Tapi kalau aku pegang hidung, kok, boleh?"

Jelas si anak belum mengerti. Karena itulah Suhargono minta, "Sebaiknya orang tua tidak memukul atau memarahi si anak." Katakan saja, "Itu bukan mainan. Kalau sampai terlihat orang lain, kan, malu. Makanya harus ditutupi pakai celana."

Rasa ingin tahu yang normal juga menyebabkan anak-anak usia ini ingin tahu bagaimana rupa jenis kelamin lainnya. Pernah, kan, kita menyaksikan anak usia ini meraba-raba tubuh temannya yang berlainan jenis atau membuka bajunya. Biasanya kala mereka bermain dokter-dokteran.

Daripada kita memarahinya, lebih baik katakan, "Tubuh kita bersifat pribadi. Karena itu kita tak bermain seperti itu." Lalu alihkan anak pada permainan lain. Dengan begitu kita telah memberinya suatu batas yang tepat tanpa membuat si anak merasa bahwa ia telah berbuat "buruk" atau "jahat".

Bila keingintahuan yang normal ini tak dipenuhi atau si anak malah dimarahi dengan keras, akan mengembangkan perasaan-perasaan negatif. Ia bisa merasa bersalah, jijik, cemas, dan kurang nyaman terhadap seks. Yang lebih parah, ya, itu tadi, penyimpangan seksual. Nah, Anda tentu tak ingin si kecil kelak menjadi seperti itu, bukan?

Julie Erikania/Dedeh Kurniasih/nakita

Pengetahuan Seks Yang Harus Dimiliki Anak Prasekolah

Dalam buku Parents Talk Love karangan Susan K. Sullivan & Matthew A. Kawiak, ditulis, pengetahuan seksual yang diperlukan anak usia 2-5 tahun ialah: * Pemahaman akan identitas kelamin, meyakinkan bahwa "Saya lelaki" atau "Saya perempuan". * Mengetahui bahwa semua anak lelaki dan pria dewasa memiliki penis yang tak bisa "copot" atau "hilang" karena kenakalan atau perbuatan "buruk" lain yang dilakukan anak. * Mengetahui bahwa anak lelaki dan perempuan itu berbeda. Anak perempuan punya vulva dan vagina, bukan penis dan testikel. Perbedaan ini bukan berarti anak perempuan kekurangan organ seks dibanding anak lelaki. * Mengerti bahwa pintu kamar yang tertutup harus dihormati, baik oleh anak maupun orang tua. * Mengamati cinta kasih antara ayah dan ibu, dan fungsi masing-masing di rumah. * Mengamati perilaku baik dari anggota keluarga yang lain dan menghormatinya. * Mengerti bahwa bayi lahir karena ada cinta kasih pada ayah dan ibu. * Mempelajari fungsi seluruh organ tubuh (ini berarti anak sudah harus tahu nama-nama organ tubuhnya) dan mengerti bahwa semua fungsi itu adalah normal. * Mendapatkan pengetahuan dasar tentang kehamilan dan menyusui.