Kita selalu berusaha menjaga gizi anak dan memberinya menu empat sehat lima sempurna. Masalahnya, si kecil enggan makan. Padahal, kalau penyajiannya atraktif, anak jadi tergugah selera makannya.
Orang tua mana yang tak menginginkan buah hatinya tumbuh sehat, cerdas, dan aktif? Bisa dipastikan, tak ada! Dan semua orang tua tahu persis, untuk mencapai itu anak membutuhkan makanan yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Disebut cukup, dalam arti tak kekurangan sekaligus tak kelebihan.
Masalahnya, anak kerap emoh makan. Jadilah ibu pusing dan harus putar otak agar buah hatinya mau makan. Dengan kata lain, ia mesti kreatif mengolah menu agar bervariasi. Sebetulnya, perlu juga diperhatikan pentingnya mengetahui keinginan anak. Soalnya, ada anak yang doyan makanan yang itu-itu saja, tapi ada pula anak yang cepat bosan.
PERIODE KRITIS
Seperti kita ketahui, zat-zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bahkan pemenuhan kebutuhan itu sudah harus terpenuhi sejak janin dalam kandungan ibu. "Sebenarnya perkembangan sel-sel otak terjadi amat pesat hingga bayi berusia 18 bulan," terang Dr. Mahdin Anwar Husaini, staf ahli utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan, Bogor.
Memang, usai usia itu, sel tetap berkembang kendati tidak sepesat sebelumnya. Nah, untuk masa pertumbuhan pesat tadi, disebut pula sebagai periode kritis. "Jika terjadi kekurangan gizi pada masa ini, bisa berakibat permanen," kata Husaini, yang juga dosen Program Pasca Sarjana IPB. Bila pertumbuhan si kecil terganggu, maka fungsinya pun mengalami gangguan. Mungkin untuk fisik masih bisa diperbaiki. "Tetapi untuk mental agak sulit memperbaikinya," terang doktor yang juga menjadi konsultan untuk kualitas SDM di Bappenas.
Kecukupan gizi pada anak bisa terlihat dari pertumbuhan fisiknya yang normal. Yang paling mudah, dilihat dari berat badannya. Orang tua bisa melihat grafik pertumbuhan di KMS (Kartu Menuju Sehat) tiap bulannya. Jika berat badan si kecil berada di daerah hijau, artinya normal. Tetapi jika berada di luar daerah tersebut, Anda harus waspada sebab berarti ia tergolong kekurangan gizi.
Tak cuma itu. Anda pun bisa memperhatikan perkembangan motoriknya. Jika kemampuan si kecil sesuai dengan usianya berarti ia normal. "Perhatikan saja aktivitasnya. Jika lincah, enerjik, bisa diartikan gizinya terpenuhi dengan baik," paparnya. Karena itu, hati-hatilah jika anak selalu terlihat lesu, tak bergairah, "pendiam". Selidiki apakah zat gizinya sudah terpenuhi dengan baik. Asupan zat gizi yang sedikit, membuat anak malas beraktivitas.
AKIBAT KURANG GIZI
Zat gizi terdiri dari dua bagian, zat gizi makro (kalori, protein, lemak) serta mikro (vitamin dan mineral). Penyakit kekurangan gizi yang ditimbulkannya pun berbeda.
Pada zat gizi makro bisa menimbulkan penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) atau Protein Energy Malnutrition. Sedangkan kekurangan energi mikro bisa menimbulkan penyakit seperti anemia (kekurangan zat besi), rabun ayan (kekurangan vitamin A), dan sebagainya.
Anak yang kurang gizi cenderung mudah terkena infeksi. Ini disebabkan karena daya tahan tubuhnya menurun sehingga jika ia sakit, memerlukan waktu penyembuhan lebih lama. Masalah kurang gizi ini bisa dikategorikan ke dalam tiga hal, kurang gizi ringan, kurang gizi sedang, kurang gizi berat.