Disiplin Membuat Si Kecil Bahagia

By nova.id, Senin, 22 Maret 2010 | 17:27 WIB
Disiplin Membuat Si Kecil Bahagia (nova.id)

"Misalnya kita mau menerapkan jam tidur. Kita enggak bisa berharap, dia mau masuk ke kamarnya dan langsung tidur. Apalagi kalau dia belum mengantuk. Tapi tetap kita bawa ke kamar, lalu kita giring dia untuk memasuki satu aktivitas lain yang sifatnya untuk cooling down dia. Entah dengan membacakan buku cerita atau mendongeng, dan sebagainya. Dengan begitu, lama-lama dia akan tertidur juga," papar Mitha.

Jika si kecil menolak dan minta ke luar kamar lagi, menurut Mitha, tetap bisa diatasi. "Katakan dengan tegas tapi lembut, 'Sekarang bukan waktunya main.' Jika dia menjerit-jerit, gendong. Kalau kita gendong dia dengan sayang sambil kita beri tahu, 'Tidak. Mama ingin kamu tidak ke luar,' dia bisa merasakan, kok," tutur psikolog dari Data Informasi Anak - Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (DIA-YKAI) ini.

Yang penting, tegas Mitha, orang tua harus tetap konsisten dan konsekuen. "Jangan karena enggak tega, kita lalu membawa si anak ke luar kamar lagi," ujarnya. Memang, aku Mitha, pada mulanya terasa berat. Tapi jika orang tua tetap konsisten (jam 20:00 harus tidur, misalnya) dan konsekuen (anak tetap di dalam kamar apapun yang terjadi), lama-lama anak pun akan mengerti.

JANGAN ASAL MELARANG

Cara menyatakan aturan juga penting, karena akan menentukan berhasil-tidaknya disiplin. Jadi, jangan hanya memberikan aturan tapi juga dijelaskan mengapa aturan itu diadakan. Katakan pada si kecil, "Kamu harus tidur sekarang supaya besok kamu bisa punya banyak tenaga lagi untuk bermain." Atau, "Ini rak sepatu, tempat menyimpan sepatu. Jadi kalau kamu mau pakai sepatu, kamu tidak bingung lagi mencarinya."

Begitu pun dalam melarang anak. Jangan hanya mengatakan, "Pokoknya, kamu tidak boleh nonton TV lagi!". Tapi katakan, "Kamu tidak boleh nonton TV lagi karena sekarang waktunya tidur siang." Atau, "Kamu tidak boleh makan cokelat karena kamu sedang batuk." Contoh lain, "Kamu tidak boleh mencoret-coret tembok karena temboknya jadi kotor."

Aturan/larangan juga harus jelas bagi anak. Misalnya, "Kamu boleh main di luar rumah, asal tidak jauh-jauh." Aturan ini akan membuat anak bingung. "Tidak jauh-jauh"nya itu sampai di mana? Lagipula, anak usia ini belum dapat diminta untuk menentukan sendiri. Lebih baik katakan, "Kamu boleh main di luar rumah, tapi hanya sampai di depan pintu pagar halaman depan rumah kita."

Selain itu, kita juga perlu memberikan alternatif perbuatan atau tingkah laku yang bisa diterima sebagai gantinya. Mitha mengingatkan, kemampuan berpikir alternatif anak usia ini masih belum berkembang sempurna. Karena itu, terangnya, "Kita harus memberikan bantuan jalan kepada anak untuk melakukan hal lain yang kita setujui."

Jadi, bila kita melarang, "Kamu tidak boleh main ke rumah tetangga," misalnya; maka kita harus memberikan alternatifnya, "tapi kamu boleh minta temanmu main ke rumah kita." Contoh lain, "Kamu tidak boleh mencoret-coret di tembok, tapi kamu boleh mencoret-coret di atas kertas." Atau, "Kamu tidak boleh meninju kakakmu. Kalau kamu mau bertinju, maka kamu boleh meninju bantal."

Dengan memberikan alternatif, terang Mitha, anak jadi tahu dengan jelas tentang mana yang boleh dan tak boleh ia lakukan. "Kita pun jadi enggak menghambat perkembangan dia," katanya. Contoh, bila kita hanya melarang si kecil mencoret-coret di tembok sementara kita tak memberikan alternatif di mana ia boleh melakukannya, maka itu dapat menghambat perkembangan kreativitasnya

Contoh lain, perkembangan emosi. Si kecil marah kepada kakaknya dan ingin melampiaskan kemarahannya dengan memukul si kakak. Nah, dengan memberikan alternatif seperti meninju bantal, maka ia dapat menyalurkan perasaannya itu.

JIKA AYAH-IBU BERBEDA