Disiplin Membuat Si Kecil Bahagia

By nova.id, Senin, 22 Maret 2010 | 17:27 WIB
Disiplin Membuat Si Kecil Bahagia (nova.id)

Yang tak kalah penting adalah sikap ayah-ibu dalam mendisiplinkan anak. Jangan sampai, ayah membolehkan sementara ibu melarang. "Jika ada perbedaan antara ayah-ibu atau selalu bertolak belakang, anak akan bingung. Selain itu, anak bisa mencari salah satu figur orang tua sebagai pelindung. Misalnya ia ingin sesuatu dan ia tahu ibunya tak akan membolehkan, maka ia akan 'lari' ke ayahnya yang pasti akan membolehkan," terang Mitha.

Perbedaan ini, tambah Mitha, juga akan membuat anak tak tahu aturan yang jelas itu seperti apa. "Ini, kan, bisa menimbulkan konflik dalam diri anak," tukasnya. Apalagi jika perbedaan itu kerap terjadi dan tak pernah dijembatani, lama-lama si kecil akan selalu timbul keraguan yang bisa terbawa sampai ia dewasa.

Ditambah lagi, tak ada pihak lain semisal keluarga besar yang mengarahkan si kecil. "Bukan tak mungkin si anak kelak menjadi tak tahu mana yang sebetulnya salah dan mana yang sebetulnya memang benar. Ada kemungkinan juga, nantinya ia berkembang menjadi orang yang tak mau mengakui kesalahannya meskipun ia tahu telah melakukan kesalahan," tutur Mitha.

Karena itu, Mitha menegaskan, ayah-ibu boleh saja berbeda, tapi untuk beberapa hal tertentu apalagi yang berkaitan dengan pendidikan anak, maka harus ada kesepakatan. Dengan demikian, anak bisa berkembang optimal serta memiliki kepribadian yang matang dan baik.

Julie Erikania/nakita

Agar Disiplin Efektif

* Mulailah dari aktivitas sehari-hari. Misal, keteraturan dalam hal waktu makan, tidur, mandi, main, nonton TV, dan sebagainya. Begitu pun dalam hal mengganti pakaian tidur ketika akan tidur, meletakkan baju kotor di tempatnya, mencuci tangan sebelum makan, dan sebagainya.

* Jangan terlalu banyak aturan karena akan menghambat dorongan alaminya untuk mandiri. Akibatnya, ia akan memberontak. Bisa juga ia jadi tunduk, semata karena takut dihukum.

* Tetapkan dan terapkan aturan/larangan dengan kasih sayang. Ini memberinya kesempatan untuk memahami mengapa ia harus berdisiplin. Aturan yang otoriter membuat ia kehilangan disiplin dirinya saat berada di luar pengawasan Anda. Ia pun dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang tak mampu membuat pilihan secara bijaksana.

* Beri perhatian kala ia bersikap baik. Seringlah memuji atau memberinya penghargaan kala ia mematuhi aturan.

* Jangan bilang ia anak nakal/bandel/jahat atau lainnya yang sejenis itu, kala ia melanggar disiplin. Lebih baik katakan, "Bunda enggak suka dengan cara kamu menyimpan sepatu di sembarang tempat." Ingat, yang dikritik ialah perilakunya.

* Jangan pakai kekerasan. Sekalipun hanya dengan sedikit cubitan atau sentilan. Karena, sekali saja dilakukan, Anda akan terdorong untuk melakukannya lagi di lain waktu. Lama-lama si kecil belajar bahwa kekerasan merupakan satu bentuk penyelesaian masalah.

* Beri hukuman sesuai pelanggarannya. Misal, ia mencoret-coret tembok. Jangan hukum ia dengan melarangnya nonton TV. Tak ada hubungan sama sekali antara nonton TV dengan mencoret-coret tembok. Sebaiknya, ajak si kecil bersama-sama Anda membersihkan bekas coret-coretan itu.

* Jangan berharap si kecil akan segera berdisiplin begitu aturan ditetapkan dan diterapkan. Perlu waktu untuk mengulang-ulang bahwa sesuatu itu salah atau tak boleh dilakukan, sebelum akhirnya anak mengerti. Ingat, kemampuan berpikir anak usia ini masih terbatas.

* Anda pun harus disiplin. Ingat, salah satu karakteristik anak usia ini ialah meniru, terutama meniru ayah-ibunya. Nah, jadilah model yang benar bagi si kecil.

* Ciptakan lingkungan yang aman di rumah, antara lain dengan menyingkirkan segala barang/benda yang dapat membahayakan si kecil. Sehingga, Anda tak harus bikin banyak aturan/larangan dan ia pun bisa memuaskan rasa ingin tahunya dengan aman.