Meredam Konflik Mertua Vs Menantu

By nova.id, Minggu, 4 April 2010 | 01:09 WIB
Meredam Konflik Mertua Vs Menantu (nova.id)

Kalau kebetulan Anda tinggal seatap dengan mertua, tak perlu buru-buru kecil hati. Dan kalaupun selama ini Anda dan mertua sering "perang", jangan berpikir tak akan pernah ada kata damai. Semua itu bisa diatasi, kok.

Umumnya, ada dua alasan kenapa sebuah pasangan memutuskan untuk tinggal serumah dengan mertua. Bisa saja keputusan itu diambil karena orangtua tidak membolehkan anak dan menantunya tinggal jauh dari mereka. Jika ini yang terjadi, tak begitu menjadi masalah. Keputusan tinggal dengan mertua juga bisa diambil karena si anak memang mengajak mertua tinggal dengan mereka.

Yang perlu diperhatikan adalah perlunya pertimbangan sebelum membuat keputusan tinggal dengan mertua. Cobalah untuk mendiskusikan terlebih dulu dengan pasangan. Kemukakan juga alasan yang kuat dan tepat, kenapa mertua harus tinggal bersama.

Keterbukaan antara pasangan juga perlu untuk mengantisipasi masalah yang mungkin timbul. Salah satu contoh yang kerap terjadi adalah soal kecemburuan antara menantu dan mertua wanita seperti telah disebut di atas. Suami perlu bersikap bijak supaya tidak dianggap berat sebelah, baik kepada istri maupun orangtuanya. Tak ada salahnya suami mengajak istri agar berpikir positif.

Pepatah Jawa mengatakan, seorang anak dianggap sudah mentas jika sudah menikah. "Jadi, mestinya orangtua tak boleh ikut campur lagi pada masalah keluarga anaknya. Kecuali, anak meminta bantuannya. Karena bagaimanapun, anak adalah tetap anak," ujar Sukiat. Idealnya, tugas orangtua adalah melahirkan, mendidik, dan membesarkan. Selebihnya, tak perlu ikut campur sepanjang tak diminta.

Tak ada salahnya menantu menyampaikan pada mertua, hal-hal yang dirasanya kurang tepat sepanjang disesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat. "Enggak bisa, dong, begitu mertua tinggal serumah, Anda langsung membeberkan segala peraturan di keluarga Anda kepada mertua," lanjut Sukiat. Upaya ini bisa dilakukan sambil jalan. Misalnya, waktu sedang santai.

CARI POSITIFNYA

Dalam psikologi, lanjut Sukiat, dikenal prinsip, jika kita ingin mengubah orang lain, jangan harapkan orang lain yang berubah, tetapi diri kitalah yang harus berubah. Nah, itu pula yang bisa kita terapkan sebagai strategi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan mertua.

Tentu saja, tak lantas kita langsung mengubah diri kita 180 derajat hanya untuk mengikuti kemauan mertua. Bisa saja kita memulai dari cara bicara, misalnya. Jadi bukan mengalah, tapi mencoba mengubah diri.

Yang tak kalah penting adalah mencoba melihat aspek positif dari mertua. Atau sebaliknya, mertua melihat aspek positif dari menantu. Jika kita mencoba melihat satu sisi kebaikan dari seseorang, lama-lama akan muncul generalisasi bahwa orang tersebut baik. Kebalikannya, jika kita sudah menganggap seseorang negatif, maka akan timbul generalisasi, segalanya pasti jelek.

Misalnya, menantu menganggap mertuanya jahat hanya karena cerewet. Padahal, di lain pihak, sang mertua sangat sayang pada cucunya. Dengan melihat aspek positif, lama-lama kita pun akan melihat, mertua kita ternyata baik, meski ia cerewet. Nah, jika kita sudah memiliki anggapan bahwa ia baik, maka kita akan mencoba mendekatinya.

Tentu, mertua pun harus bersikap serupa. Tapi sekali lagi yang harus diingat adalah antisipasi sebelum memutuskan tinggal serumah dengan mertua. "Tak bisa tidak, tinggal bersama mertua akan lebih memunculkan kemungkinan timbulnya masalah. Jangankan tinggal bersama, mereka yang tinggal terpisah saja selalu punya masalah, kok," kata Sukiat.