Cara Bijak Atasi Kemarahan

By nova.id, Jumat, 19 Maret 2010 | 17:09 WIB
Cara Bijak Atasi Kemarahan (nova.id)

* Jangan lampiaskan kemarahan dengan tindakan fisik. "Banyak penelitian membuktikan, hukuman fisik seperti menampar, mencubit, atau memukul tidak lebih efektif dan justru menimbulkan trauma, luka batin, serta mengganggu pertumbuhan pribadi anak," tambah Clara.

* Hindari kekerasan verbal, misalnya dengan mengatakan, "Begitu saja, kok, enggak bisa, sih? Payah, goblok kamu." Jika kata-kata yang mematahkan harga diri itu selalu dilontarkan kepada anak, maka bisa terjadi trauma yang menimbulkan perasaan tidak disayang, keberadaannya tidak dianggap, dan apa pun yang dilakukannya selalu salah.

* Meskipun kita marah, koreksilah perilakunya saja, bukan pribadinya. "Jangan sampai kemarahan orang tua akhirnya menurunkan self esteem anak. Hindari juga pelabelan ataupun cap buruk atau stigma pada anak," tandas Clara.

* Saat marah pun sebaiknya jangan membandingkan satu anak dengan anak yang lainnya, atau bahkan jangan membandingkan dengan siapa pun. Inilah contoh yang salah, "Coba, dong, kamu tiru Kakak. Dia selalu bisa, kenapa Adek tidak?" Anak pun akan kehilangan rasa percaya dirinya bila terus-menerus diposisikan sebagai seorang pecundang.

BILA TIDAK PERNAH ATAU SERING DIMARAHI

Anak yang tidak pernah dimarahi sama sekali, bisa saja tumbuh menjadi pribadi yang kurang mempunyai motivasi dan berdaya juang rendah. Sebaliknya anak yang terlalu sering dimarahi dengan cara-cara yang tidak bijak besar kemungkinan tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki rasa percaya diri, disertai penghargaan terhadap diri sendiri yang juga rendah, "Ah, paling nanti juga disalahin lagi." Dengan demikian, kreativitasnya juga tidak bisa berkembang, karena takut salah, dan cenderung menekan rasa ingin tahunya.

Anak-anak yang pernah mengalami kekerasan domestik, misalnya dimarahi sambil dipukuli orang tuanya, akan mendapat persoalan yang lebih kompleks. "Ia bisa jadi mempunyai kepribadian yang terbelah. Di satu sisi, dia tidak ingin mengulangi hal yang sama, tapi di sisi lain, bawah sadarnya mendorong dia untuk melakukan kekerasan yang sama, mengulang kembali pola kekerasan yang pernah dia terima saat masih anak-anak dulu," ungkap Clara.

Marfuah Panji Astuti.