"Pada suatu hari, si jagoan...." Buah hati Anda pun menyimak cerita secara saksama dengan mulut menganga. Mendongeng, bercerita, amat besar manfaatnya buat si kecil.
Dongeng? Apa, sih, artinya? Cerita bohong? Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, dongeng berarti cerita yang tidak benar-benar terjadi. "Namun secara luas, bisa juga diartikan sebagai membacakan cerita atau menularkan cerita pada anak. Entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman orangtua," ujar Dra. Sri Tiatri dari Fak. Psikologi Universitas Tarumanegara.
Lewat dongeng yang kita bacakan atau tuturkan pada anak, imajinasi si kecil akan tumbuh, sekaligus membangun hati nurani anak. "Anak, kan, belum tahu mana yang baik dan buruk. Nah, lewat dongeng, orangtua bisa mengajarkan hal itu." Ingat, bukan, cerita rakyat/tradisonal yang sering kita baca atau dengar di kala kecil? Di situ selalu digambarkan, si jahat akan mendapat hukuman sementara yang benar akan menang. "Dengan kata lain, kita diajar tentang moral," lanjut Sri Tiatri.
MINAT BACA TUMBUH
Sebetulnya, bukan cuma itu yang didapat anak-anak lewat dongeng/cerita. Ia juga akan belajar merasakan empati dari apa yang dialami tokoh cerita idolanya. Biasanya, ia pun akan berimajinasi menjadi tokoh itu. Lewat dongeng pula, hubungan anak dan orangtua bisa terjalin lebih erat karena terjadi interaksi yang begitu intens.
Lama-kelamaan, sesuai dengan bertambahnya usia, si kecil yang memiliki rasa ingin tahu begitu besar, ingin juga belajar membaca. Nah, kalau ia sudah bisa membaca sendiri, ia akan tergoda untuk membaca buku yang selama ini dibacakan ayah atau ibunya. "Seakan ia ingin memperkuat cerita yang selama ini didengarnya. Toh, ia merasa sudah tahu jalan ceritanya," tutur Sri Tiatri yang sehari-hari bertugas sebagai Pudek II di Untar.
Lewat cerita yang kita tuturkan pada anak, secara tak langsung kita membantunya menambah perbendarahaan kata anak. Jika ada kalimat atau kata-kata yang susah, ia pasti akan bertanya. "Apa, sih, Ma, artinya? Oh... itu, ya." Dengan demikian, ia belajar satu hal baru lagi.
Menilik begitu banyak manfaat yang didapat anak lewat dongeng atau cerita yang kita tuturkan, Sri Tiatri amat menyarankan para orangtua mau meluangkan waktu untuk bercerita atau mendongeng untuk anak. Tidak perlu harus selalu di malam hari. Siang atau sore pun, bisa. Tentu saja, pilih waktu yang tepat. "Kalau dia baru bangun tidur lalu didongengi, ya, kurang pas. Soalnya, minat mendengarkannya pasti tidak ada," jelas Sri Tiarti.
Kalaupun orangtua tak punya banyak kesempatan, kaset-kaset berisi dongeng bisa dimanfaatkan. "Tapi yang lebih baik adalah jika orangtua yang mendongeng."
CERITA SESUAI USIA
Lalu, di usia berapa kita sudah bisa mendongengkan cerita pada anak? Jawabannya, "Semakin dini, semakin baik!" Bahkan kita sudah bisa memulainya ketika anak berusia 6 bulan. "Tentunya kita tak memberi dongeng atau cerita yang utuh karena anak belum mengerti. Cukup yang sederhana saja. Misalnya, cerita tentang kelinci lalu tambahkan bahwa kelinci berwarna putih dan suka makan wortel," ujar Sri Tiatri memberi contoh.
Memilih cerita merupakan faktor penting yang mesti dipertimbangkan orangtua. Sebab, pemahaman anak berbeda-beda sesuai usianya. Carilah cerita yang kira-kira dapat dipahami anak dan cocok dengan kadar emosional serta pengalaman mereka.