Kuliner di Kota Lama, Disukai Direksi sampai Presiden

By nova.id, Jumat, 29 Agustus 2014 | 05:37 WIB
Kuliner di Kota Lama Disukai Direksi sampai Presiden (nova.id)

Klangenan PresidenMasih di kawasan ini juga ada warung legendaris, namanya Gado Gado Direksi. Menurut Giok Lie si empunya warung, yang memberi nama Direksi adalah karyawan bank di sekitar warung. Tahun 70-an ketika warung gado-gado masih dikelola ibunya, "Tiap hari banyak karyawan bank yang makan di sini, termasuk pejabatnya. Mungkin dari situ mereka memberi nama Direksi," kisah Giok Lie.

Bumbu kacang Tuban yang langsung diulek itu rupanya membuat pelanggan ketagihan. Bumbu ini disiramkan ke aneka sayuran seperti, kangkung, kol, tauge, ditambah emping dan kerupuk. Bahkan, semasa Gus Dur jadi presiden, "Beberapa kali ajudannya langsung datang ke mari pesan gado-gado. Bahkan, pernah bungkus sampai 20 porsi," ujar anak ke-2 dari 5 bersaudara yang sejak remaja suka membantu ibunya.

Seiring usia ibunya yang kian sepuh, sejak 20 tahun lalu, anak satu-satunya perempuan ini langsung terjun melanjutkan usaha. Karena sudah terbiasa membantu orangtua, Giok Lie tak kesulitan mengambil alih usaha. Dibantu dua orang, Giok Lie melayani pembeli. Ia sendiri masih ngulek bumbu. Menurut Giok Lie, "Sebagian besar beli untuk dibungkus. Kalau dihitung bisa sekitar 80 persen. Mungkin karena warung kami sempit, ya."

Meski begitu, masih ada yang menikmati gado-gadonya di tempat, terutama komunitas yang ingin mencari sensasi makan di gang Gloria. "Belakangan memang banyak tumbuh komunitas, ya. Banyak yang ke mari, bisa bertiga atau berempat. Jadi, pelanggan saya datang dari segala usia. Dari generasi sepuh sampai anak-anak muda," papar Giok Lie yang membuka warung pukul 09.30 dan 16.30.

Soal harga, Giok Lie mematok gado-gado dengan harga Rp25.000 per porsi. Gado-gado lontong Rp28.000, dan gado-gado nasi Rp30.000. Bahkan, banyak pelanggan yang khusus pesan bumbu gado-gado. "Banyak pelanggan yang tugas di luar negeri. Nah, ketika mereka libur di Jakarta, sering mampir ke mari, membeli bumbu untuk dibawa ke luar negeri. Saya membuatnya menjadi bumbu padat. Ada yang membawanya ke AS, Belanda, Hongkong. Saya sampaikan, bumbunya tidak pakai bahan pengawet. Jadi, jangan terlalu lama menyimpannya.

Sebenarnya banyak yang mengajak Giok Lie bekerja sama membuka cabang. Namun, sampai sekarang Giok Lie belum mau menerima. Alasannya, "Saya menjaga kualitas dengan memegang sendiri usaha ini. Kalau ditangani orang lain, saya khawatir kualitasnya menurun. Selain itu juga susah ngontrol."

Pesanan PestaSepelemparan batu dari gado-gado Direksi, Endin (38) sibuk di gerobak rujak juhi. Juhi adalah sejenis cumi-cumi yang posturnya lebih besar. Tangan Endin terampil menyiapkan pesanan. Ia mengambil mi dan menaruhnya di piring, lalu melengkapinya dengan selada, kol, kentang, juhi, kemudian mengguyurnya dengan sambal kacang. "Lebih nikmat ditambah emping dan kerupuk. Saya jualan rujak juhi sejak harga per porsi Rp500 sampai sekarang Rp25.000. Sudah 20-an tahun saya jualan."

Bapak lima anak yang tinggal di kawasan Jembatan Lima ini mengaku sudah sejak remaja berjualan makanan khas Betawi ini. Semula ia ikut orang sampai kemudian mandiri. "Saya belajar membuat bumbu kacang yang enak, juga bagaimana membuat juhi yang empuk. Caranya, juhi dipanggang sampai matang, kemudian digepuk biar empuk."

Menurut Endin, sejak dulu kawasan ini ramai pedagang kuliner. Begitu lamanya jualan, Endi mengaku masing-masing pedagang sudah punya pelanggan setia, termasuk pelanggan rujak juhinya. Sehari ia mampu meraih omzet Rp1,5 juta. Khusus untuk Sabtu-Minggu, dagangannya makin laris. "Weekend selalu ramai. Saya dengar, pembeli makan di warung tak sekadar karena lapar, tapi ada nilai wisatanya. Makanya, banyak yang jajan sambil motret-motret," ujarnya sambil tersenyum

Hari biasa, Endin mulai berjualan pukul 10.00. Khusus hari Sabtu, ia mulai buka jam 08.00. "Hari Sabtu pengunjungung sudah ramai sejak pagi. Tak jauh dari sini, kan, ada pasar pagi. Biasanya banyak orang datang dari jauh. Bisa dipastikan, hari Sabtu dan Minggu enggak bakalan bisa ngobrol. Terasa banget capeknya karena enggak bisa istirahat."

Endi mengaku sering dapat pesanan untuk keperluan pesta. "Satu gerobak senilai Rp6 juta. Ada yang minta porsi lebih atau kurang. Tergantung keinginan pemesan. "Saya merasa usaha ini bisa menghidupi keluarga. Asal dilakukan dengan telaten, bisa juga, kok, membuahkan hasil yang baik," tutupnya.

Masa Panen Saat LiburBergeser ke kawasan Kota Tua, banyak pedagang yang menjajakan aneka kuliner. Untuk kelas kaki lima ada nasi pecel, soto, lontong sayur. Di kawasan ini juga ada beberapa kafe. Salah satu pedagang yang sibuk melayani pembeli adalah Herman yang menjual es selendang mayang, ini minuman khas Betawi. Selendang mayang serupa kue lapis dengan paduan tiga warna: merah, putih, hijau.