Orangtua Korban Ketiga JIS Akan Cari Keadilan ke PBB

By nova.id, Rabu, 16 Juli 2014 | 08:41 WIB
Orangtua Korban Ketiga JIS Akan Cari Keadilan ke PBB (nova.id)

Orangtua Korban Ketiga JIS Akan Cari Keadilan ke PBB (nova.id)

"Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak beserta Johan, pengacara korban ketiga JIS dalam konferensi pers bersama KPAI, Selasa (15/7) (foto: NOVA/Yetta Angelina) "

TabloidNova.com - Korban ketiga kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) yang berinisial DA memang kini tak lagi bermukim di Indonesia. DA dan orangtuanya sudah kembali ke negara asal mereka, Jerman. Tapi hal itu tidak membuat DA dan keluarganya menghentikan laporan dan gugatan mereka terhadap semua pihak yang dinilai bertanggungjawab. Bahkan orangtua DA sudah menunjuk pengacara yang akan mewakili mereka selama kasus ini bergulir di Tanah Air.

Johan, pengacara yang ditunjuk itu, mengaku orangtua dan DA kini hanya meggugat secara pidana. Bukan secara perdata seperti yang dilakukan T, ibunda AK. Tapi persoalan mencari kebenaran akan selalu diupayakan untuk kliennya. Bahkan, sebutnya, kalau perlu hingga ke dunia internasional.

"Semua dikembalikan kepada hukum. Sepanjang dimungkinkan, akan kami kejar. Bukan hanya di Indonesia. Klien kami berasal dari Jerman. Klien kami dipastikan akan menuntut haknya di negaranya," ujar Johan saat ditemui di kawasan Tulodong Bawah, Jakarta Selatan, Selasa (15/7) sore.

Kata Johan, pihaknya pun tak menuntup kemungkinan akan membawa kasus ini ke kancah hukum internasional lewat lembaga-lembaga yang berwenang. "Mungkin di PBB atau UNICEF akan kami siapkan. Sekarang kami akan berkolaborasi dengan tim hukum di Jerman untuk melakukan upaya hukum."

Mengutip pendapat kliennya, Johan mengaku tidak mengutamakan ganti rugi uang yang belakangan marak dibicarakan. "Mengenai opini-opini yang beredar tentang motivasi uang, tidak. Klien kami tidak minat dengan ganti rugi. Nilai masa depan anak tidak bisa digantikan dengan uang. Tidak ada satupun orangtua yang anaknya ingin disakiti dan kemudian dibayar. Kami kembalikan semua ke dalam proses hukum."

Yetta Angelina