Gabung Yuk, Di Komunitas Pencinta Sejarah Surabaya (2)

By nova.id, Selasa, 27 Mei 2014 | 09:22 WIB
Gabung Yuk Di Komunitas Pencinta Sejarah Surabaya 2 (nova.id)

TabloidNova.com - Dua komunitas berikut hadir karena rasa prihatin. Mereka melihat semakin lunturnya keingintahuan masyarakat terhadap sejarah dan situs-situs bersejarah di Kota Pahlawan, Surabaya. Uniknya meski berkutat tentang sejarah, pelakunya justru tak memiliki latar belakang di bidang tersebut.

Baca juga: Gabung Yuk, Di Komunitas Pecinta Sejarah Surabaya (1)

Surabaya Tempo Dulu, Anggotanya dari BelandaKeberadaan Komunitas Surabaya Tempo Dulu (STD) tak hanya fokus ke hal-hal yang berkaitan dengan sejarah perjuangan arek-arek Suroboyo, saja, tapi juga hal yang tergolong sebagai sejarah masa lalu kota Surabaya.

"Cakupannya lebih luas. Bisa apa saja yang berkaitan dengan Surabaya, maka cerita itu akan kita share kepada sesama teman," kata Tri Mulyanto (40) salah satu dari 20 anggota pengurus STD.

Bapak seorang anak yang bekerja sebagai tenaga engineering di perusahaan swasta ini menguraikan komunitas STD didirikan pertama kali oleh Bambang Irawan, seorang mahasiswa teknik yang saat ini kuliah di Perth, Australia. Bambang sendiri tergerak ingin berbagi sejarah Surabaya ke masyarakat luas karena dipicu oleh sebuah kejadian kecil.

Ceritanya, ketika ia berada di sebuah toko buku di Australia, ia menemukan buku tentang sejarah Surabaya yang ditulis dengan sangat menarik. Bahkan dari buku tersebut ia jadi mengetahui sejarah sebuah kawasan di Surabaya yang orang Surabaya sendiri tidak banyak tahu. "Dari sana Mas Bambang merasa terpanggil, masak orang luar saja peduli sementara dirinya sendiri sebagai orang Surabaya tidak," kata Tri.

Sebelum mendirikan komunitas STD pada 10 November 2010, Bambang sempat belajar tentang sejarah Surabaya pada salah seorang. Baru, setelah itu dia kemudian merekrut orang kedua, yakni Nikki Putra Jaya, seorang dokter melalui Facebook dan seterusnya berkembang sampai sekarang. "Saya sendiri sebenarnya adalah rekrutmen gelombang ketiga," tambah Tri yang mengatakan aktivitas STD memang berbasis di media sosial, Facebook.

Selama ini sejarah terkesan eksklusif, karena seolah hanya milik sejarawan, akademisi atau orang-orang tertentu. Padahal sejarah itu milik semua orang, kalau memang memiliki sebuah cerita maka harus di share supaya orang lain dari berbagai kalangan terutama anak-anak mudanya mengenal. "Semakin orang mengenal sejarah suatu tempat maka akan membuat semakin cinta pada daerah tersebut," papar Tri.

Dan usaha Bambang untuk mewujudkan keinginannya mengulas berbagai sisi Kota Pahlawan tak sia-sia. Saat ini, paling tidak anggota STD di Facebook sudah mencapai 30 ribu orang. Sekitar 25 persen dari jumlah tersebut adalah warga negara Belanda, yang dahulu pernah memiliki memori di Surabaya.

Tri menguraikan yang dibahas di akun Facebook komunitas STD memang tidak spesifik, yang penting segala sesuatu yang menyangkut Surabaya di masa lalu. Pengertian masa lalu sendiri paling tidak sekitar 10 tahun ke bawah sampai tak terbatas.

Komunikasi antar penyuka sejarah tersebut memang sangat dinamis. Siapa saja bisa memunculkan komentar tentang Surabaya di masa lalu. Tak hanya tulisan, tapi juga bisa dalam bentuk foto tentang sebuah kawasan di Surabaya. Dari sana biasannya para anggota langsung saling bersahut-sahutan memberi komentar. Misalnya ketika Tri mengunggah foto pabrik Siropen Telasih. Pabrik sirup pertama di Jl. Mliwis, Surabaya yang didirikan tahun 1914 ini dulunya bernama JC Van Drongelen. "Begitu saya munculkan maka berbagai komentar muncul dengan sangat menarik dan saling melengkapi," papar Tri bangga.

Dari sini lanjut Tri maka akan memancing memori anggota yang lain untuk membuat topik-topik berikutnya. Untuk menggali ide banyak caranya, salah satunya bisa mengambil foto atau tulisan tentang Surabaya yang ada di situs internet sejarah dunia yang membahas tentang kawasan Asia Tenggara yang pernah menjadi jajahan Belanda.

Biasanya begitu mendapat foto zaman dahulu sebuah kawasan, Tri atau teman-temannya mendatangi lokasi tersebut kemudian memotret dari sudut yang sama. Kemudian foto zaman dulu dan foto baru tersebut diunggah bersamaan. "Salah satunya adalah gedung PMK di Pasar Turi. Kami memajang antara foto zaman Belanda dan gedung PMK sekarang. Dari sana, orang melihat bahwa arsitekturnya tidak jauh berbeda," papar Tri yang juga kerap menggagas acara blusukan bersama anggota STD ke situs-situs bersejarah.

Gandhi Wasono M.