Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara

By nova.id, Senin, 17 Maret 2014 | 07:37 WIB
Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara (nova.id)

Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara (nova.id)
Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara (nova.id)
Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara (nova.id)

"Kedua ibunda pelaku S dan HF menangis terisak di pelukan Elizabeth sambil mengucapkan kata maaf. (Foto: Agus Dwianto / NOVA) "

''Aku masih merasakan kenangan manis, bercandaan anakku. Sekarang kalau kami pulang kerja dan sampai rumah, rasa kelangannya luweh keroso (kehilangannya sangat terasa). Malam jadi terasa banget enggak ada Sara, karena kami biasanya nonton teve bareng dia," tutur Elizabeth Diana kepada tetamu yang datang melayat dan menyampaikan ucapan belasungkawa.

Orangtua Ade Sara Angelina Suroto, Elizabeth dan Suroto, sesekali tampak tertunduk saat menceritakan kenangan manis mereka bersama putri tunggal kesayangan. "Ya, piye? Sehari-hari bareng bercandanya sama dia, kami sudah seperti teman. Apalagi tiap kami pulang kerja, rumah sudah bersih, dia juga sudah masak nasi," tutur Sang Bunda dengan nada pasrah.

Menurut Suroto, putrinya memang tergolong manja dan kolokan, karena tumbuh sebagai anak tunggal. Kendati begitu, Sara dinilai Sang Ayah sebagai anak yang sangat disiplin dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. "Dia selalu berinisiatif merapikan rumah. Sara juga yang masak nasi untuk makan malam kami. Dia juga tegas. Kalau enggak, ya, enggak. Bahkan kami sering ditegur. Misalnya, 'Mama dan Papa kalau menaruh barang jangan di sini.' Makanya, lihat saja di rumah saya banyak tulisan, taruh barang di sini apa, di sana apa. Itu Sara yang bikin," papar Suroto mengingat sikap Sang Buah Hati.

BAKAT MENGGAMBAR

Setiap pulang kuliah, lanjut Suroto, Sara memiliki kebiasaan melepas penat dengan menonton teve sambil gojekan (bercanda) bersama orangtuanya.

Soal waktu, menurut Suroto, putrinya juga tergolong sangat disiplin. "Senin sampai Rabu, Sara les Bahasa Jerman, pulangnya jadi agak malam. Sementara Selasa, Kamis, Jumat, dan Sabtu, pulang kuliah langsung ke rumah. Kalau libur, kami di rumah saja, menikmati waktu bersama," kenang Suroto.

Lebih lanjut Suroto mengungkapkan, selama ini Sara tak pernah pergi tanpa pamit. "Terakhir pergi nonton Java Jazz dan memang sudah bilang sebelumnya. Sekitar jam 20.00 Sara telepon saya, boleh enggak pulang jam 22.00 dan diantar teman? Saya jawab, kamu harus punya prinsip pulang sesuai janji. Eh, enggak tahunya sebelum jam 21.00 dia sudah mau sampai rumah dan saya jemput di Rawamangun," kenang Suroto lagi.

Soal minat, kata Suroto, Sara cukup berbakat menggambar. "Dulu sewaktu SMA, dia pernah daftar ke Kalbis Institute ambil jurusan sesuai hobinya, tapi entah kenapa dia pindah haluan ambil psikologi di Universitas Bunda Mulia (UBM). Saya enggak tahu, apa pertimbangannya memilih UBM yang menurut saya lumayan jauh, sementara Kalbis dekat rumah. Dari menggambar, dia juga bisa dapat laptop. Saat Majalah Kawanku ulang tahun, dia ikut lomba dan kirim gambar komik. Dia juara satu," ujar Suroto bangga.

Sayangnya, kata Suroto, masih ada permintaan dan keinginan Sara yang belum sempat Elizabeth dan Suroto kabulkan. "Sara pernah minta diinstalkan aplikasi untuk skripsi dan beli kamera DSLR yang harganya Rp4-5 jutaan. Karena terlalu mahal, kami sarankan beli sepeda saja. Kebetulan di depan rumah suka ada car free day. Dia, kan, ikut arisan, kalau menang, uangnya buat beli sepeda saja. Kalau kurang, minta kami nombokin," kisah Suroto.