Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara

By nova.id, Senin, 17 Maret 2014 | 07:37 WIB
Petaka Cinta Cabut Nyawa Ade Sara (nova.id)

Ditambahkan oleh Suroto, pertemuan dengan orangtua pelaku yang hanya sebentar itu tak menyinggung masalah hukum. "Saya enggak terlalu banyak tanya. Tidak juga membicarakan kronologi ataupun masalah hukum. Dari hati ke hati, kami bicara sebagai orangtua. Datangnya juga, kan, soal permintaan maaf. Mungkin dengan datang ke mari, beban mereka agak berkurang. Kasihan juga, saya dengar adiknya enggak mau sekolah dan ada yang sampai sakit karena keluarga besar ikut merasakan imbas dari apa yang telah dilakukan kedua pelaku," sahut Suroto yang juga aktif pelayanan di GKI Layur.

Elizabeth pun dengan tegar mengungkapkan, dirinya sudah pasrah dan menerima ketentuan dari Tuhan bahwa anaknya telah dipanggil terlebih dahulu. "Ya, selamat jalan anakku tersayang..."

MENYESAL & DOWN

P engacara yang diminta olehkeluarga pelaku HF dan S, M. Syafri Noer SH, MSI, mengungkapkan, kondisi keluarga mereka saat ini dalam keadaan tertekan. "Kami menyatakan permohonan maaf seluas-luasnya, karena tentunya orangtua dan keluarga tak ada yang menginginkan kejadian seperti ini," papar Syafri.

Soal hubungan orangtua pelaku dan anaknya yang kini tengah meghadapi proses hukum, Syafri mengatakan, baik dan sayang layaknya orangtua dengan anak. "Mereka berpelukan dan bertangis-tangisan di Polda, saat uji tes psikologi."

Menurut Syafri, kini orangtua pelaku terus mengikuti proses yuridis kasus anak-anak mereka. "Saya berharap kepada media agar privasi mereka dijaga, karena mereka juga punya keluarga besar, bahkan sampai ada yang enggak berani masuk sekolah. Kasus ini pun masih dalam proses penyidikan, jadi tidak dan belum tentu pelaku ini sejahat yang dibayangkan oleh masyarakat," sahutnya.

Syafri juga mengutarakan, S sempat mengungkapkan penyesalannya dan setengah curhat kepadanya. "Dia bilang begini ke saya, 'Om, sebenarnya tidak pernah ada niat kami untuk membunuh Ade Sara.' Saya juga melihat penyesalan pada diri mereka, kok. Fisik mereka juga sekarang lemah, kondisi mental juga down," bebernya.

MEMORI REMAJA BANYAK MEREKAM NILAI KEKERASAN

Sani Budi Hermawan menguraikan soal perilaku pasangan HF dan S yang bekerjasama membunuh Ade Sara. "Ini, kan, melibatkan soal percintaan. Nah, bagi remaja biasanya emosi itu mendominasi tanpa ada logika, sehingga solusi yang terpikirkan hanya menyalurkan dan melampiaskannya saja," jelas psikolog cantik ini.

Menurut Sani, peristiwa terjadi juga salah satunya karena mereka memiliki kepribadian yang sadistik dan tak punya rasa belas kasihan. Apalagi posisi S juga terjepit dan merasa terancam dengan keberadaan Ade Sara. "Terlebih memori anak-anak saat ini merekam banyak nilai-nilai kekerasan dari games ataupun sejumlah tayangan yang tidak terkontrol," tutur Sani.

Sani menyarankan kepada semua orangtua di Indonesia untuk berkaca dari kasus ini, agar komunikasi dan pendekatan yang bisa dilakukan oleh orangtua harus dua arah. "Orangtua sekarang harus punya strategi untuk bisa satu frekuensi dengan anak remajanya. Harus bisa menjadi teman anak. Jangan banyak memberi tekanan yang hanya menyebabkan satu komunikasi saja," tegas Sani.

Swita A Hapsari