Tatyana Sentani Sutara Gemar Berinvestasi Sejak Usia Muda (1)

By nova.id, Sabtu, 1 Februari 2014 | 01:31 WIB
Tatyana Sentani Sutara Gemar Berinvestasi Sejak Usia Muda 1 (nova.id)

Saya juga tak suka beli baju mahal-mahal, karena tak bisa dijadikan investasi. Yang penting pantas dipakai dan bila tak punya uang, saya tak beli. Itulah prinsip yang saya pegang teguh. Percaya atau tidak, gaji pertama saya tabung dan dibelikan cincin emas berukuran kecil. Sejak bekerja itulah saya senang berinvestasi tiap menerima gaji. Bermula dari cincin kecil, bulan berikutnya saya jual cincin emas itu untuk membeli perhiasan lain yang lebih mahal.

Tatyana Sentani Sutara Gemar Berinvestasi Sejak Usia Muda 1 (nova.id)

"Terjun langsung mengenal seluk-beluk kereta api adalah tantangan bagi saya. (Foto: Dok Pri) "

Mulai Berbisnis

Beruntung, begitu lulus kuliah saya sudah bekerja di Amex. Karier saya pun cukup berkembang. Tahun 1991, saya lalu hijrah ke Bank Lippo atas tawaran yang lebih menarik. Dari dunia perbankan saya belajar tentang pasar modal yang tergolong baru pada masa itu. Tertarik mendalami, di P3E (Pendidikan Perantara Pedagang Efek) saya lalu mendapat sertifikat untuk bidang ini.

Saat itu, saya masih muda dan punya rasa ingin tahu yang besar. Saya juga penasaran, sejauh mana kemampuan yang saya punya. Singkat kata, saya menikmati peran baru sebagai trader di perusahaan pasar modal joint venture milik Jepang dan Indonesia. Pasar modal itu tempat belajar yang luar biasa, saya senang bisa menganalisa perusahaan-perusahaan yang go public.

Saya lalu memutuskan untuk berwirausaha dengan bidang yang cukup berbeda, yakni pendidikan. Seorang teman menawari saya sebuah konsep pendidikan dengan metode long live learner, dimana anak-anak jadi menyukai aktivitas belajar. Bermula di tahun 1996, akhirnya saya bergabung di High Scope. Saya pribadi menyukai anak-anak. Tapi bagaimana pun, sebuah sekolah harus dikelola dengan baik agar bisa berjalan dengan baik pula.

Apalagi sekolah bertaraf internasional masih sangat minim saat itu. Kini, High Scope telah berjalan dengan sistem yang bagus. Posisi saya beralih sebagai komisaris dan pemegang sahamnya.

Sementara saya sendiri sudah menikah dan memiliki satu anak yang beranjak SD. Saya pun mengajarkan metode yang digunakan di High Scope untuk mendidik anak saya di rumah.

Mendalami Kereta Api

Pada dasarnya, segala keputusan yang saya buat bertolak pada peluang bisnis. Termasuk ketika menerima ajakan dari teman-teman yang sudah pensiun dari PT KAI dan Dinas Perhubungan. Mereka bercerita soal bisnis di bidang perkeretaapian yang sebenarnya sangat potensial.

Memang, bidang ini kurang diminati oleh sebagian besar investor. Melirik pun mereka enggan. Sebab mereka tak memahami kereta api sebagai transportasi yang penting dibandingkan kendaraan di jalan raya. Ini karena pola pikir sebagian masyarakat Indonesia adalah ingin punya mobil. Saya melihat kebijakan pemerintah yang kurang tepat dibandingkan kota-kota besar dan padat penduduk di dunia.

Idealnya, pemerintah menyediakan transportasi publik yang bagus. Dan yang cocok adalah yang berbasis rel. Seperti di New York ada subway, Singapura ada MRT, dan banyak lagi negara lainnya. Maka dari itu, pandangan saya soal bisnis perkeretaapian telah jauh ke depan.

Indonesia memiliki banyak penduduk. Jika cuma mengandalkan transportasi di jalan raya atau di udara, tentu tak akan mencukupi kebutuhan masyarakat. Misalnya, di darat kita akan berhadapan dengan kemacetan. Sedangkan moda transportasi pesawat kapasitasnya terbatas.