Bahkan, ada yang menyuruhnya menembak kepalanya sendiri. "Saya tak habis pikir, bagaimana bisa orang dari berbagai usia itu berkomentar buruk saat melihat video anak berumur 11 tahun yang bahkan tak mereka kenal," tutur Lizzie yang langsung menangis membaca semua komentar itu.
Titik Balik
Rasa percaya diri Lizzie langsung turun nyaris ke titik terendah. Dalam sekejap, kesedihannya berubah jadi marah. Ia menghapus air matanya dan bersiap mengetik ucapan balasan yang buruk. Namun ia tersadar. Bila ia membalas semua itu, apa manfaatnya? "Ini hanya akan membuat saya terlibat dalam perang tak berkesudahan dan saya akan jadi sama seperti mereka," kenangnya.
Di saat yang sangat berat itu, ia tersadar, mengubah hidup menjadi lebih baik atau buruk sepenuhnya pilihan itu ada di tangannya. Dalam pikiran Lizzie, cara terbaik untuk "membalas" orang-orang yang sudah menghinanya adalah dengan membuat dirinya lebih baik dan membalikkan hinaan mereka sebagai cara untuk mencapai tujuan.
Menjelang lulus, pihak sekolah memintanya bicara di depan para undangan untuk bercerita tentang hidupnya. Meski mulanya menolak, ia lalu setuju setelah didukung keluarga dan teman-temannya. Di luar dugaan, para undangan mendengarkannya dengan khusuk.
Usai pidato, Lizzie didatangi para undangan yang berterima kasih karena telah menginspirasi mereka dan menyadarkan mereka bahwa masih banyak orang yang dilecehkan. Lizzie baru sadar, ia membuat mereka menangis.
"Saya tak pernah merasa sebangga itu menjadi gadis dengan sindrom ini. Saat itu juga saya tahu apa tujuan hidup saya berikutnya, yaitu jadi motivator, meski saya tak tahu caranya. Sejak itu saya juga tahu, mengapa Tuhan menciptakan saya seperti ini, yaitu agar bisa menginspirasi orang lain," kenangnya terharu.
Lizzie yang menyukai ilmu komputer ini bertekad pada diri sendiri untuk jadi motivator, menulis buku, lulus kuliah, dan memiliki keluarga serta karier sendiri. Ia bekerja keras dan membuktikan, orang-orang salah meremehkannya. Ia menjadikan semua celaan yang ditujukan kepadanya sebagai cambuk dan motivasi untuk sukses. "Gunakan hal-hal negatif dalam hidup Anda untuk membuat hidup lebih baik. Saya jamin, Anda akan menang," tandasnya yakin.
Kini, sudah delapan tahun Lizzie menjadi motivator di berbagai seminar dan acara. Tahun pertama kuliah di Jurusan Communication Studies di Texas State University, Lizzie menulis buku pertamanya, Lizzie Beautiful, bersama sang ibu. Setahun kemudian di tahun 2010, buku itu dirilis dalam bahasa Inggris dan Spanyol. Tahun berikutnya, buku keduanya, Be Beautiful Be You, dirilis. Tak lama lagi, buku ketiganya akan terbit.
"Keyakinan, keluarga, dan teman adalah tiga hal yang sangat penting dalam mendukung dalam hidup saya," tuturnya. Hidup yang dulu dilihatnya sebagai kutukan, kini bisa dilihatnya sebagai anugerah.
Hasuna Daylailatu